Selasa, 17 November 2009

"Soemoay, buat apa banyak bicara sama anak kecil !" katanya. "Mari kita pergi!"
Boe Kie mengawasi, ia menanti sampai Kie Siauw hoe semua sudah lenyap dari pintu ruang
itu, baru ia hendak menangis, atau tiba tiba napasnya berhenti berjalan, tubuhnya roboh
terkulai.
Jie Lian Cioe terkejut. Ia lompat menubruk, untuk membangunkannya. Ia menyangka, saking
sedihnya, anak ini jadi pingsan. Ia kata. "Anak, kau menangislah!" Iapun lantas mengurut
tubuh si bocah.
Luar biala keadaannya Boe Kie. Ia tidak siuman, bahkan sebaliknya tubuhnya menjadi dingin
bagaikan es. Melainkan dari hidungnya menghembuskan napas yang lemah sekali.
Lian Cioe terus mengurut, tapi ia tetap tidak tersadar.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 363
Sekarang Wan Kiauw semua menjadi kaget.
"Anak ini keras hatinya, iapun telah mengerti segala apa." berkata Thio Sam Hong menghela
napas. Ia lantas menekan jalan darah Leng thay hiat dipunggung anak itu untuk menyalurkan
hawanya sendiri ketubuh si anak.
Menurut tenaganya Thio Sam Hong, orang luka bagaimana berat juga, asal jiwanya belum
putus, asal dia menyalurkan hawanya, dia bakal mendusin dari pingsannya dan keadaannya
lantas menjadi baikan. Akan tetapi tidak demikian dengan Boe Kie. Anak ini mengasi lihat
akibat yang luar biasa. Mukanya lantas berubah jadi pucat menjadi biru, dari biru menjadi
unggu, dan tubuhnyapun bengemetaran. Ketika jidatnya diraba, jidat itu dingin seperti es.
Maka kagetlah kakek guru ini. Lekas-lekas ia masuki tangannya kedalam baju di punggung
untuk meraba-raba. Disitu ada satu bagian yang mengeluarkan hawa panas, sedang
disekitarnya semua dingin sekali. Kalau bukannya Sam Hong, mungkin dia turut kedinginan
juga.
"Wan Kiauw, lekas cari itu Tartar yang tadi membawa anak ini kemari!" guru ini menitahkan
muridnya.
"Aku turut?" berkata Lian Cioe yang pun turut pengi.
Ketika tadi orang bingung, tanpa ketahuan, orang Mongolia itu telah mengangkat kakinya.
Thio Sam Hong sendiri sampai lupa memperhati kan dia.
Sam Hong lantas merobek baju Boe Kin, untuk memeriksa tubuhnya yang berkulit halus dan
putih. Dipunggung kedapatan tapak dari lima jari tangan, tapak mana bersemu hijau tua dan
berbahaya. Ketika diraba, tapak itu mengeluarkan hawa panas sekali. Dilain pihak, disekitar,
semua nya berhawa dingin. Pantaslah, karenanya, Boe Kie pingsan bagaikan mayat.
Wan Kiauw dan Lian Cioe kembali dengan cepat dengan laporannya bahwa siorang Mongolia
tidak kedapatan, bahwa mereka telah mencari dengan sia sia.Mereka inipun menjadi kaget
sekali melihat tapak tangan dipunggung Boe Kie.
Thio Sam Hoag mengerutkan alisnya. Tampaknya ia menyesal ketika mengucapkan katanya:
"Aku telah menyangka tigapuluh tahun yang lalu, dengan matinya Pek soe Tauwto, maka
lenyaplah sudah ini ilmu Hian beng Sin cieng yang lihay luar biasa. Siapa sangka sebenarnya
masih ada orang yang mempunyai kepandaian itu"
Wan Kiauw kaget bukan main.
"Jadi anak ini terluka dengan ilmu Hian beng Sin ciang?" tanyanya. Ia berusia paling tinggi
dan ketahui perihal ilmu pukulan tangan kosong itu, Tangan Malaikat Air, Lian Cioe dan
yang lain nya, mendengar pun belum.
"Warnanya tapak jari ini yalah tanda utama dari pukulan jahat itu" Thio Sam Hong
menerangkan.
"Soehoe perlu obat apa?" tanya In Lie Heng: "Nanti aku lantas ambil."
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 364
Guru itu menghela napas. Ia tidak menyahut, hanya kedua mata mengucarkan air. Ia
mengangkat tubuh Boe Kie untuk di rangkul erat-erat, sedang matanya mengawasi mayat
Coei San.
Ia kata: "Coei San, Coei San ! Kau mengangkat aku menjadi guru. Ketika kau mau pulang,
kau menitipkan anakmu ini padaku, akan tetapi aku aku tidak sanggup melindungi anakmu
ini! Maka apakah artinya aku hidup sampai umur seratus tahun? Apakah gunanya Boe tong
pay terkenal di seluruh jagat? Lebin baik aku mati saja ...."
Wan Kiauw semua kaget tidak terkira. Semenjak mengikuti guru ini, mereka selalu
mendapatkan si guru bergembira. Belum pernah ia bersusah hati atau berputus asa seperti ini.
"Soehoe, benarkah anak ini tidak dapat ditolong lagi ?" tanya Lie Heng penasaran.
Sam Hong memeluk terus tubuh Boe Kie. Ia berjalan mundar-mandir diruang itu.
"Kecuali .... kecuali guruku Kak-wan hidup pula dan ia mengajar aku seluruh kitab Kioe yang
Cin keng ....."
Semua murid Thio Sam Hong kaget. Semuanya berdiam. Kak wan Tay soe telah menutup
mata pada delapan puluh tahun yang lampau. Mana dapat ia hidup pula? Itu artinya, Bor Kie
tidak bisa ditolong lagi....
"Soehoe," kata Lion Cioe tiba tiba "Aku ingat orang Mongolia tadi. Dengannya pernah aku
beradu tangan. Memang tangannya lihay sekali, jarang orang selihay dia. Tanganku telah
terluka karena beradu tangan itu, tetapi sekarang tanganku telah sembuh seantengnya, rasanya
bakal tidak ada akibatnya lebih jauh..."
"Didalam hal itu kau mengandal kepada nama besar Boe tong Cit hiap," berkata sang guru
"Hian beng Sin Ciang itu luar biasa. Kalau melukai orang, celakalah korbannya. Sebaliknya,
kalau dia kalah tenaga dalam, dia bakal terluka sendirinya. Ketika dia beradu tangan dengan
kau, mungkin dia tidak bersungguh hati, rupanya dia jeri. Maka ingat, kalau lain kali. kau
bertemu dia, berhati-hatilah."
Lian Cioe bergidik sendirinya.
"Jadi dia jeri kepada tenaga dalamku? Dia jadi tidak menggunakan seantero ilmunya yang
liehay itu," pikirnya. "Coba lain kali dia bertemu pula denganku, tentu dia tidak akan memberi
ampun lagi ...."
Keenam orang itu berdiam. Sekonyong-konyong terdengar jeritan Boe Kie: "Ayah, ayah,
aduh sakit!" Dan ia membalas merangkul Thio Sam Hong keras-keras, kepalanya
diselusupkan di dada si imam tua.
Hati Sam Hong menggetar. Ia sangat menyayang anak itu. Dengan mengertak gigi ia berkata:
"Mari kita gunakan semua tenaga kita untuk menolong bocah ini. Sampai berapa lama lagi dia
dapat hidup, terserah kepada kemurahan hati Thian"
Ia lantas mengawasi mayat Coei San, air mata turun bercucuran ia berkata: "Coei San, Coei
San, oh, bagaimana sengsara anakmu ini!"
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 365
Kemudian ia bertindak kedalam, membawa bocah itu ke kamarnya sendiri, setelah
meletakkan tubuh orang ia menotok berulang ulang delapan macam jalan darahnya.
Setelah ditotok pergi datang itu, tubuh Boe Kie tidak bergemetaran lebih jauh, hanya warna
kulit mukanya, warna ungu itu, sudah menjadi bertambah gelap. Sam Hong tahu baik sekali,
bila warna itu berubah menjadi hitam, habislah sudah jiwa bocah yang malang ini. Maka ia
lekas-lekas meloloskan semua pakaian Boe Kie, dan membuka jubahnya sendiri, lalu
punggung si anak ditempel rapat rapat pada dadanya sendiri.
Ketika itu diluar, Song Wan Kiauw beramai mengurus mayat Thio Coei San dan In So So.
Kemudian Jie Lian Cioe bersama Thio Siong Kee dan Boh Seng Kok bertiga menyusul guru
mereka hingga mereka melihat sepak terjang guru itu, yang tengah mengerahkan tenaga
dalamnya menurut ilmu "Soen-yang Boe kek kang" untuk menyedot hawa dingin dari tubuh
Boe Kie. Seumurnya Thio Sam Hong tidak menikah, maka sampai usianya seratus tahun, dia
tetap perjaka sejati, karena mana juga dia berhasil meyakinkan ilmu tenaga dalamnya itu yang
istimewa. Hanya ilmu itu luar biasa sekali, kalau salah penggunaannya dapat mencelakakan
diri sendiri.
Menyaksikan itu, ketiga murid ini berdebatati hatJnya. Mereka menguatirkan gurunya. Yang
di kuatirkan, karena sudah tinggi usianya, tenaganya mungkin telah berkurang tanpa
diketahui.
Selang setengah jam terlihat muka Thio Sam Hong berwarna semu hijau dan sepuluh jari
tangannya bengemetaran.
Kemudian guru itu membuka matanya dan berkata: "Lian Cioe mari kau gantikan aku. Kalau
kau sudah tidak sanggup, lekas suruh Siong Kee menggantikannya. Ingat, jangan kau
memaksakan diri."
Lian Cioe meloloskan jubahnya, menyambuti Boe Kie, untuk dipeluk erat erat. Begitu tubuh
mereka beradu, ia merasakan hawa dingin, seakan akan ia memeluk sebalok es. Maka ia
berkata "Cit tee, lekas kau suruh orang menyalakan beberapa dapur, makin marong apinya
makin balik!"
Demikian, dengan mengandalkan tenaga dalam mereka, guru dan murid-muridnya itu
menolong Boe Kie, si bocah keturunan satu-satunya dari Coei San dan So So. Disini terlihat
nyata perbedaan tingkat tenaga dalam antara guru dan murid itu. Seng Kok tidak dapat
bertahan lama-lama seperti saudara-saudaranya, ia hanya kuat bertahan selama sepanasnya air
teh didalam cangkir, sedang Wan Kiauw kuat bertahan selama dua batang hii. Ketika In Lie
Heng yang menggantikan, seketika itu dia menjerit dan tubuhnya menggigil.
"Mari serahkan Boe Kie padaku!" kata Sam Hong kaget. "Pergi kau bersamadhi!"
Ternyata Lie Heng menjadi lemah karena ia lah yang mendaratkan pukulan batin paling hebat
karena kematian Coei San itu, hingga ia tidak dapat menguasai diri.
Usaha merampas jiwa Boe Kie dari tangan maut ini dilanjutkan terus dengan bergantian
selama tiga hari dan tiga malam, maka bisalah dimengerti hebatnya penderitaan mereka.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 366
Syukurnya yalah, hawa dingin ditubuh Boe Kie mulai berkurang, yang berarti juga
berkurangnya racun dari Hian beng Sin ciang. Baru dihari ke empat, mereka dapat senggang
sedikit, untuk beristirahat dan tidur. Sedang pada hari kedelapan, pembagian giliran dapat
diatur lebih rapi, yalah seorang dapat menolong bergantian setiap dua jam. Dengan begitu,
mereka bisa beristiahat dengan baik dan teratur.
Boe Kie memperoleh kemajuan, hawa dinginnya berkurang setiap hari. Ingatannya pun
bertambah sadar, bahkan ia dapat dahar sedikit-sedikit. Semua orang berlega hati. Itulah
bertanda bahwa anak ini akan dapat ditolong. Maka bukan kepalang kagetnya orang ketika
tiba pada hari yang ketigapuluh enam, Lian Cioe yang pertama mengetahui datangnya
perubahan luar biasa mendapatkan bahwa hawa dingin ditubuh Boe Kie tidak dapat disedot
pula. Lian Cioe heran, ia menyangka bahwa tenaganya sendiri yang sudah habis, maka ia
memberitahukan gurunya.
Thio Sam Hong segera mencoba sendiri, iapun gagal. Semua orang menjadi gelisah lagi.
Lima hari dan lima malam mereka mencoba terus, tetapi hasilnya tetap tidak ada.
"Thay soe hoe," berkata Boe Kie yang masih tetap sadar, "tangan dan kakiku telah terasakan
hangat, hanya embun-embunanku, hati dan perut ku bertambah dingin..."
Didalam hatinya, Thio Sam Hong kaget bukan
"Lukamu telah sembuh banyak," ia berkata meaghibur.
"Kamipun rasanya tidak usah selalu harus mendampingimu. Pergilah kau rebahkan diri
sebentar dipembaringanku."
"baik, thaysoehoe," kata bocah itu.
Jilid 19________________
Boe Kie terus berlutut didepan kakek gurunya, begitupun didepan Wan Kiauw berlima, untuk
manggut-manggut beberapa kali. Ia berkata pula: "Thay soehoe bersama paman semua telah
menolong jiwa Boe Kie, maka selanjutnya Boe Kie mohon diajarkan ilmu silat supaya Boe
Kie dapat membalaskan sakit hati ayah dan ibu kelak"
Sam Hong mengajak semua muridnya keruang dalam, disini ia berkata kepada mereka itu:
"Hawa dingin sudah masuk ke embun-embunan, hati dan perut, tak tertolong dengan tenaga
luar. Kelihatannya sia sia belaka pengorbanan kita selama hampir empat puluh hari. Kenapa
bisa terjadi begini, sungguh aku tidak mengerti...."
Semua orang mengasah otak, tapi sesudah sekian lama, belum juga ada yang bisa menebak
sebab musababnya perubahan itu. Jika mau dikatakan, bahwa Soen yang Boe kek kang tidak
dapat mengusir hawa dingin itu, mengapa ilmu tersebut memperlihatkan kefaedahannya
selama tiga puluh enam hari dan baru gagal pada hari ke tiga puluh tujuh?
Mengapa sedang lain-lain bagian tubuhnya hangat hanya di embun-embunan, hati, dan tantian
(perut, tiga dim dibawah pusar) yang dingin luar biasa?
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 367
Selang beberapa saat lagi, tiba-tiba Jie Lian Cioe berkata: "Soehoe, apa tidak bisa jadi,
sesudah kena pukulan Hian beng Sin ciang, Boe Kie mengerahkan Lweekang untuk
melawannya dan karena salah menggunakan tenaga dalam, racun dingin itu dan tenaga
dalamnya melekat satu sama lain, sehingga tidak dapat disedot lagi?"
Sam Hong menggelengkan kepala. "Tak mungkin," jawabnya. "Andai kata Coei San telah
mengajarnya, anak yang masih begitu kecil pasti tidak mempunyai Lweekang yang begitu
berarti."
"Soehoe keliru," membantah Lian Cioe. "Tenaga dalam Boe Kie tidak lemah." Ia segera
menceritakan, cara bagaimana dengan pukuan Sin Liong Pa bwee, bocah itu telah
merobohkan seorang murid dari Boe san pang.
Sang guru menepuk lututnya. "Benar, kau benar!" katanya. "Anak ini tentu sudah mempelajari
ilmu silatnya Kim mo Say ong Cia Soen yang aneh aneh. Kalau Lweakangnya diperoleh dari
Coei San, sehingga ia memiliki tenaga dalam dari partai kita sendiri, maka pengobatan dengan
Soen yang Boe kek kang sudah pasti akan mempercepat kesembuhannya dan tak mungkin
akan timbul perubahan yang sangat luar biasa, Tapi .... ilmu silat apakah yang dimiliki Cia
Soen?"
Ia segera kembali kekamar Boe Kie dan berkata: "Nak, Thay soe hoe ingin menyelidiki ilmu
silat mu. Cobalah kau memukul aku tiga kali."
"Aku tidak berani memukul Thay soehoe," kata Boe Kie.
Sang kakek guru bersenyum. "Jika kau tidak memukul, cara bagaimana aku bisa mendapat
tahu cetek dalamnya ilmu silatmu?" katanya. "Sebelum mengetahui itu, tak dapat aku
menurunkan pelajaran yang lebih tinggi. Pukullah dengan seantero tenaga."
"Kalau begitu baiklah," kata si bocah. "Tapi Thay soehoe jangan membalas."
"Jangan kuatir," kata Sam Hong.
Boe Kie lantas saja miringkan badannya, tangan kanannya dari atas menyabet kebawah,
kesebelah kiri. Itulah pukulan Kian liong Cay tian (Melihat naga disawah) dari Hang liong Sip
pat ciang. Sang kakek guru segera menyambut dengan tangan kirinya dan tenaga pukulan si
bocah lantas saja punah.
Sam Hong manggut-manggutkan kepalanya. "Tidak jelek," katanya.
Begitu lekas pukulan pertama punah, Boe Kie memutar tubuh dan lalu menyabet pula dengan
telapak tangannya, dengan jurus Sin liong Pa bwee. Sam Hong menyambutnya dengan tangan
kanan dan untuk kedua kalinya, pukulan Boe Kie punah seperti masuk kedalam laut.
"Bagus!" memuji sang kakek guru. "Bahwa anak sekecil kau bisa mempunyai tenaga yang
sebesar itu, sungguh-sungguh luar biasa."
Paras muka si bocah berubah merah. "Thay soehoe, sudahlah! Aku tak mau memukul lagi"
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 368
"Kedua pukulanmu sangat bagus, coba lagi satu kali," memerintah Sam Hong.
Boe Kie segera membuat sebuah lingkaran dengan tangan kirinya, sedang tangan kanannya
mendorong kedepan. Itulah pukulan Kang liong Yoe hwie (Penyesalan sang naga) dari Hang
liong Sip pat ciang.
Waktu menyambutnya, Sam Hong merasa bahwa pukulan itu tidak selihay dua pukulan yang
lebih dulu. Ia menggelengkan kepala seraya berkata: "Pukulan ini kurang bagus. Mungkin kau
belum mahir."
"Bukan, bukan aku, tapi Giehoe yang belum mahir," membantah Boe Kim. "Gie hoe telah
mengatakan, bahwa Hang liong sip pat ciang adalah salah satu ilmu pukulan yang terlihay
didalam dunia. Sayang, ia hanya mengenal sebagian kecil saja. Giehoe juga mengatakan,
bahwa ia sendiri masih belum dapat menyelami intisari dari pada Kang liong Yoe hwie, tapi
ia mengajarkannya juga kepadaku, dengan pengharapan bahwa dikemudian hari aku sendiri
bisa menyelaminya."
Sam Hang mengangguk "Ya." katanya. "sekarang aku mengerti. Tapi dalam pertempuran, tak
boleh kau menggunakan pukulan itu, karena kau sendiri bisa celaka."
"Thay soehoe, aku memohon kau untuk mengajar aku ilmu silat itu," kata Boe Kie.
"Aku sandiri tak mampu," jawabnya. "Semenjak jaman Kwee Ceng, Kwee Thayhiap,
membela kota Siangyang, kecuali Kwee Tayhiap sendiri, ilmu silat itu sudah menghilang dari
Rimba Persilatan." Sesudah itu ia lalu menanyakan semua ilmu yang sudah dipelajari Boe Kie
dan anak itu menerangkan sejelas-jelasnya.
Sesudah mendengar habis, Sam Hong merasa kagum akan luasnya pengetahuan Cia Soen.
Dapat dikatakan, bahwa ia mengenal semua ilmu silat yang terdapat dalam Rimba Persilatan.
Hanya sayang, ia tidak menyelami ilmu-ilmu itu sampai didasarnya, akan kemudian
mengubah ilmu silatnya sendiri, seperti lazimnya diperbuat oleh guru-guru besar. Oleh karena
begitu, biarpun ilmunya beraneka warna tak satupun yang dipelajari sampai dipuncaknya. Tak
usah dikatakan lagi, bahwa dalam usia yang semuda itu, Boe Kie belum bisa mewarisi
kepandaian ayah angkatnya. Apa yang sudah dilakukannya yalah menghafal kitab kitab dan
Kouw koat (teori) dari macam-macam ilmu silat. Ia menghafal dengan lancar sekali. Beberapa
macam ilmu silat bahkan belum pernah didengar oleh Sam Hong sendiri.
Dalam tekadnya yang bulat untnk membalas sakit hati terhadap Seng Koen, Cia Soen telah
membinasakan banyak jago dari berbagai partai atau golongan persilatan. Saban kali
membunuh orang, ia selalu merampas kitab ilmu silat yang dimilik oleh korbannya itu, supaya
kalau belakangan ia mesti bertempur dengan kawan-kawan sikorban. Ia sudah mengenal ilmu
silat musuhnya. Itulah sebabnya mengapa ia memiliki ilmu silat yang begitu banyak corak
ragamnya dan ilmu-ilmu itu semua diturunkan kepada Boe Kie.
Tapi Boe Kie hanya mempelajari teori dan tidak mengenal prakteknya. Ia belum bisa bersilat
berdasarkan teori itu dan masih gelap akan perubahan-perubahan yang tersebut dalam Kouw
koat itu.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 369
Sam Hong manggut-manggutkan kepalanya. Ia mengerti, bahwa dengan berbuat begitu, Cia
Soen memperlihatkan cintanya yang tidak terbatas terhadap anak pungutnya. Cia Soen tahu,
bahwa dalam tempo beberapa tahun, Boe Kie tak akan bisa mempelejari semua ilmu silatnya.
Sang tempo sudah sangat mendesak, karena Boe Kie mesti segera pulang ke Tionggoan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar