Selasa, 17 November 2009

Mengapa bisa begitu?
Biarpun telah melatih diri selama beberapa tahun dan biarpun Kioe yang cin keng merupakan
salah satu kitab silat terlihay di kolong langit, tapi dalam mempelajari kitab tersebut, Boe Kie
tidak mendapat bimbingan guru yang pandai. Ia belajar hanya dengan meraba2. Maka itu,
Kioe yang cin khie yang makin lama makin bertambah didalam badannya, tidak dapat
disalurkan olehnya, karena ia berada didalam karung. Disamping itu, totokan It im cie
merupakan salah satu ilmu yang paling beracun dalam rimba persilatan. Bagi Boe Kie,
totokan itu seakan2 setengah obat pasang yang disulut sumbunya. Celakanya, sebab berada
didalam karung, hawa cin kie yang keluar dari pernafasannya tak bisa buyar dan balik
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 709
menghantam dirinya sendiri. Dengan demikian, Boe Kie kini tengah menghadapi saat yang
sangat penting (jiwanya tergantung atas selembar rambut).
Hal ini tentu tak diketahui oleh Cioe Tian dan yang lain2.
Sementara itu, biarpun sedang melawan hawa panas dengan mati2an, Boe Kie tetap dapat
menangkap setiap perkataan Goan Tin yang telah melanjutkan penuturannya. Keluarga
soemay-ku dan keluargaku mempunyai hubungan yang rapat, kata pendeta itu. Sedari kecil
kita telah ditunangkan. Siapa tahu, diam2 Yo Po Thian juga mencintai soemoy-ku itu.
Belakangan dia menjadi kauwcoe dari Beng kauw dan pengaruhnya besar sekali. Ayah dan
ibunya soemoy adalah manusia2 yang kemaruk akan pengaruh, sedang soemoy sendiri tidak
mempunyai pendirian yang teguh. Akhirnya soemoy menikah dengan Yo Po Thian. Tapi
sesudah menikah, ia merasa tidak beruntung dan kadang2 membuat pertemuan denganku.
Supaya pertemuan tidak terganggu, ia ingin sekali mencari tempat yang aman dan nyaman.
Yo Po Thian sangat mencintai soemoy-ku dan ia tidak pernah membantah kehendak sang
istri. Waktu soemoy menyatakan keinginannya untuk melihat2 jalanan rahasia Kong beng
teng, biarpun merasa sangat berat, ia sudah meluluskan juga. Demikianlah, jalanan rahasia itu
yang selama ratusan tahun dipandang sebagai temnpat suci dari Beng kauw, menjadi tempat
pertemuanku dengan nyonya Kauwcoe. Ha ha ha.ha! Puluhan kali aku mondar mandir di
jalanan itu. Apa heran jika hari ini aku bisa mendaki Kong beng teng tak kesukaran apapun
jua?
Yo Siauw dan kawan2nya merasa dada mereka seperti mau meledak, tapi mereka tak bisa
mengucapkan sepatah kata. Cioe Tian yang biasa mencaci maki juga tidak dapat
mengeluarkan caciannya. Kejadian itu merupakan hinaan yang besar bagi Beng kauw dan
bencana yang dihadapi oleh Beng kauw juga karena gara2 terbukanya rahasia jalanan itu.
Mata Yo Siauw dan yang lain2 seperti mau menyemburkan api, tapi merekapun tahu, bahwa
Goan Tin tidak berbicara dusta.
Kamu marah? tanya Goan tin. Pernikahanku telah digagalkan oleh Yo Po Thian. Dia terang2
istriku. Setelah menjadi pemimpin Mo Kauw, Yo Po Thian merampas istriku yang tercinta.
Permusuhanku dengan Mo kauw adalah permusuhan yang tidak bisa berdiri di kolong langit
bersama2. pada hari pernikahan Yo Po Thian dengan soemoy-ku, aku datang memberi
selamat dan turut minum arak kegirangan. Tapi didalam hati, diam2 aku bersumpah, bahwa
sebegitu lama Seng Koen masih bernafas, ia pasti akan membunuh Yo Po Thian, ia pasti akan
membasmi Mo kauw. Sudah 50 tahun aku bersumpah. Baru kini aku berhasil.
Haaa haaaa..Aku puas! Seng koen akan mati dengan mata meram.
Terima kasih atas keteranganmu, kata Yo Siauw dengan suara dingin. Kini baru kutahu sebab
musabab dari kematian Yo Siauw coe.
Kalau begitu, ia mati didalam tanganmu
Ilmu Yo soeheng banyak lebih tinggi daripadaku, kata Goan Tin. Kami adalah saudara
seperguruan masing2 tahu kepandaiannya.
Lantaran begitu kau sudah membokong, memutus Cioe Tian. Kalau bukan menggunakan
racun, kau tentulah sudah menyerang secara gelap, seperti perbuatanmu hari ini.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 710
Goan tin menghela nafas dan menggelengkan kepala. Tidak! katanya. Sebab kuatir ku
mencelakai dia secara menggelap, berulang kali soemoyku memperingatiku. Ia mengatakan
bahwa jika aku membinasakan Yo Po Thian, ia takkan mengampuniku. Ia mengatakan, bahwa
dengan mengadakan pertemuan gelap saja, ia telah berdosa besar terhadap suaminya. Bila Yo
Po Thian dibinasakan, maka perbuatan itu dianggapnya sebagai perbuatan terkutuk yang pasti
akan dihukum oleh langit.
Hai!.........Yo Soeheng..dia mati sendiri.
Yo Siauw dan lain2 terkesiap.
Kata Goan Tin pula, Kalau benar Yo Po Thian binasa dalam tanganku, aku tentu sudah
mengampuni Beng kauw. Suaranya berubah perlahan. Seperti juga ia ingat pula peristiwa
yang terjadi pada banyak tahun berselang. Sesudah berhenti sejenak, ia berkata lagi dengan
suara perlahan. Malam itu aku bertemu lagi dengan suomoy-ku di jalanan rahasia itu.
Sekonyong2 kami mendengar suara nafas yang datang dari jurusan kiri. Itulah kejadian yang
belum pernah terjadi. Orang luar takkan bisa masuk ke jalanan itu, sedang anggota Beng
kauw takkan berani masuk. Kami kaget dan lalu menyelidiki. Ternyata suara nafas itu suara
nafasnya Yo Soeheng yang sedang berduduk dalam sebuah kamar. Ia memegang selembar
kulit kambing dalam tangannya dan selebar mukanya berwarna merah. Ia sudah mengetahui
rahasia kami. Bagus sungguh perbuatan kamu berdua! katanya. Sesudah berkata begitu paras
mukanya berubah biru. Sesaat kemudian, warna biru berubah merah lagi. Perubahan ini silih
berganti sampai 3 kali. Yo Cosoe, apa kau tahu sebab musababnya?
Kejadian itu sudah terjadi karena Yo kauwcoe sedang melatih diri dalam ilmu Kiun koen tay
lo ie, jawabnya.
Yo Siauw bukankah kau sudah mahir dalam ilmu itu? tanya Coe Tian.
Kau tidak dapat menggunakan perkataan mahir, jawabya. Waktu masih hidup; karena
menghargai aku, Yo kauwcoe telah mengajar aku pokok2 dari Kian koen Tay lo ie Sin kang.
Sesudah berlatih belasan tahun, aku hanya mencapai tingkat dua. Dalam latihan selanjutnya.
Hawa tulen dalam badanku mengamuk dan coba menerjang keluar dengan memecahkan batok
kepalaku. Biar bagaimanapun juga aku tidak bisa menguasai hawa itu. Perubahan 3 kali pada
paras muka Yo Kauwcoe merupakan tanda, bahwa ia sudah mencapai tingkat kelima dari
ilmu tersebut. Ia pernah memberitahu aku, bahwa diantara kauwcoe agama kita, Ciong
kauwcoelah, dari keturunan kedelapan yang memiliki kepandaian paling tinggi dan sudah
mencapai tingkat keenam dari Kian koen tay lo ie.
Pada suatu hari, waktu sedang melatih diri, ilmu itu telah membakar Ciong kauwcoe,
sehingga binasa. Mulai dari waktu, belum ada orang yang bisa mencapai tingkat kelima.
Begitu sukar? kata Cioe Tian.
Kalau tidak sukar, ilmu itu tentu tidak dianggap sebagai ilmu pelindung agama kita, kata Tiat
koen Toojin.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 711
Jago-jago Beng kauw itu sudah lama mendengar halnya Kiankoen tay loe ie Sinkang. Maka
itu begitu nama itu disebutkan, biarpun sedang menghadapi bahaya, mereka tak tahan untuk
membicarakannya.
Yo Cosoe, kata Pheng Eng Giok, Mengapa terjadi perubahan pada paras muka Yo kauwcoe?
Pheng Hweesio adalah seorang yang sangat pintar. Dengan mengajukan pertanyaan itu ia
mempunyai maksud tertentu. Kalau Goan Tin maju beberapa tindak lagi, habislah nyawa
mereka. Maka itu sedapat mungkin ia ingin memperpanjang pembicaraan untuk mendapat
lebih banyak waktu. Asal saja ketujuh jago Beng kauw dapat bergerak, maka dengan bersatu
padu, mereka akan bisa melawan serangan Goan Tin, biarpun hanya untuk sementara waktu.
Andai kata pada akhirnya lebih baik daripada tanpa melawan.
Sebagai seorang yang sangat cerdas Yo Siauwpun mengerti maksud Pheng Eng Giok. Maka
itu perlahan2 ia memberi keterangan. Tujuan dari Kian koen tay lo ie Sinkang yalah
menjungkir balikkan 2 rupa hawa, yaitu hawa keras dan hawa lembek, hawa Im dan hawa
Yang. Perubahan pada paras muka sudah terjadi pada waktu darah didalam tubuh turun ke
bawah, yaitu pada waktu berubahnya Cin kie. Sepanjang keterangan, waktu mencapai tingkat
keenam, kulit di sekujur badan bisa berubah2 warnanya, sebentar merah sebentar biru. Tapi
kalo seseorang sudah mencapai tingkat ke tujuh, perubahan hawa Im dan Yang akan terjadi
tanpa memperlihatkan perubahan dalam warna kulit. (Im dan Yang, Negatif dan Positif).
Sebab kuatir Goan tin tak sabaran, Pheng Eng Giok lalu menanya pendeta itu. Goan tin taysu
apakah kau boleh memberitahu kami, cara bagaimana Yo Kauwcoe sudah berpulang ke alam
baka?
Goan tin tertawa dingin. Sesudah kamu kena It Im cie dalam dunia ini hanya ada empat
golongan manusia yang bisa menolong, katanya. Kamu hanya bisa ditolong dengan Kioe yang
sin kang dari Boe Tong, Siauw Lim, Go Bie dan It Yang Cie dari It Teng Taysoe. Kalu
ditolong dengan salah satu ilmu itu kamu akan bisa bergerak untuk sementara waktu.
Janganlah mimpi, bahwa kamu bisa menolong diri sendiri dengan mengerahkan lweekang dan
dengan memperpanjang waktu. Aku bicara terang2. itu semua tiada gunanya. Sebagai ahli2
kelas utama dalam rimba persilatan, kamu tentu tahu, bahwa biar mendapat luka yang lebih
berat lagi, sesudah menjalankan pernafasan begitu lama, sedikit banyak kamu sudah mendapat
kemajuan. Tapi sekarang? Bukannkah, sebaliknya daripada mendingan badanmu jadi makin
kaku?
Yo Siauw dan yang lain2 sudah merasai kenyataan itu. Tapi sebagai manusia sebegitu lama
masih bernafas, mereka masih mempunyai harapan.
Sementara itu Goan tin melanjutkan penuturannya. Melihat perubahan paras muka Yo Soe
Heng, aku kaget. Soemoyku tahu, bahwa ia berkepandaian sangat tinggi dan dengan sekali
menghantam, ia bisa membinasakan aku. Toosoeko, katanya, dalam hal ini akulah yang
bersalah. Lepaskan Seng soeko dan aku rela menerima segala hukuman. Mendengar
perkataannya, Yo Soe heng berkata dengan suara parau. Aku hanya bisa menikah dengan
badanmu, tidak bisa menikah dengan hatimu. Sehabis berkata begitu, kedua matanya terbuka
lebar, seperti sedang mangamati sesuatu ditempat jauh dan sesaat kemudian, dari kedua mata
itu keluar darah yang mengalir turun dengan perlahan. Tubuhnya kelihatan kaku dan ia tidak
bergerak lagi. Soemoyku terkejut dan berteriak. Toa soeko!.....Toa soeko!....Po Thian!.....Po
Thian!....Mengapa kau?. Ia berteruiak berulang2.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 712
Goan Tin meniru teriakan Soemoynya dengan suara perlahan, tapi nadanya menyeramkan,
sehingga semua orang jadi bergidik.
Sesudah berdiam sejenak. Ia berkata pula, Sebab Yo Soeheng tidak juga bergerak, dengan
membaringkan hati soemoyku menarik tangannya dan lantas saja ternyata, bahwa tangan itu
tangannya mayat. Soemoy meraba dadanya. Ia memang sudah mati. Kutahu hatinya tidak
enak dan ia merasa menyesal. Maka itu, aku segera coba membujuknya dengan berkata.
Soemoy, menurut penglihatanku Toasoeko telah membuat kesalahan pasa waktu melatih diri
dalam serupa ilmu yang tinggi. Mengalirnya hawa tulen terbalik dan ia tidak dapat ditolong
lagi. Soemoyku mengangguk, benar katanya. Ia tangah melatih ilmu Kian Koen tay lo ie yang
sangat luar biasa. Pada detik latihan yang sangat penting ia mendapat tahu rahasia pertemuan
kita. Biarpun bukan binasa dalam tanganku, tapi ia binasa karena gara2ku. Baru saja aku ingin
membujuk lagi, tiba2 ia menuding ke jurusan belakangku sambil membentak Siapa itu? Aku
memutar badan, tapi tak lihat apapu juga. Waktu aku memutar badan lagi, pada dadanya
sudah tertancap sebilah pisau. Ia sudah membunuh diri sendiri!
Huh..Huh!...Yo Po Thian mengatakan, bahwa ia menikah dengan orangnya, tapi tidak
menikah dengan hatinya. Aku sendiri? Aku berhasil merebut hatinya soemoy, tapi tidak bisa
mendapatkan menusianya. Dalam seluruh penghidupanku, ia adalah seorang yang paling
dihormati dan paling dicintai olehku. Kalau bukan gara2 Yo Po Thian, kami berdua tentu
sudah terangkap menjadi suami istri yang bahagia. Kalau bukan Yo Po Thian menjadi
kauwcoe dari Mo kauw, maka soemoyku tentu takkan menikah dengan manusia itu yang
usianya lebih tua dua puluh tahun lebih daripadanya Yo Po Thian telah mati. Aku tidak bisa
berbuat sesuatu lagi kepadanya. Tapi Mo kauw masih malang melintang di dalam dunia.
Waktu itu sambil menuding jenazah soeheng dan soemoyku, aku berkata. Aku Seng Koen,
bersumpah untuk menggunakan segala rupa kepandaianku guna membasmi Beng kauw.
Sesudah berhasil, aku akan datang kemari lagi dan disini untuk menggorok leher sendiri
dihadapanmu berduasebagai penebus dosa. Ha ha ha.Yo Siauw!......Wie It Siauw.kamu semua
akan segera binasa. Seng koenpun tak akan hidup lebih lama lagi. Maksudku sudah tercapai
dan dengan segala senang hati, aku akan menggorok leher sendiri untuk mengawani kamu
semua ke alam baka.
Ia menghela nafas dan berkata pula. Selama beberapa tahun setiap saat aku memikiri daya
upaya untuk menghancurkan Mo kauw. Hei..Aku sungguh beruntung, istriku direbut orang.
Muridku satu2nya menganggapku sebagai musuh besarnya.
Mendengar disebutnya Cia Soen. Jantung Boe Kie memukul keras dan ia memusatkan segala
perhatiannya untuk mendengari Seng Koen. Tapi dengan pemusatan perhatian itu, Kioe Yang
Cin Khie (Hawa tulen Kioe yang) yang berkumpul di tubuhnya jadi bertambah. Tal lama
kemudian, ia merasa tulang2nya seperti melar, seolah2 mau meledak, sedang lubang2
rambutnya seakan2 menjadi beberapa kali lipat lebih besar.
Goan Tin melanjutkan ceritanya. Sesudah turun dari Kong beng teng, aku pulang ke
Tionggoan dan mencari muridku Cia Soen yang sudah lama tak bertemu. Diluar dugaan,
begitu bertemu aku diberitahukan, bahwa ia sudah menjadi salah satu Hoa kauw Hoat ong
dari Mo kauw.
Ia malah coba membujukku supaya aku turut menyeburkan diri ke dalam agama siluman itu.
Ia mengatakan bahwa Mo kauw bertujuan untuk mengusir kaum penjajah. Aku gusar tak
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 713
kepalang. Tapi aku segera menekan kegusaranku, karena kuingat, bahwa Mo kauw sudah
berakar dalam dan mempunyai banyak orang pandai, sehingga dengan sendirian, aku pasti tak
bisa berbuat banyak. Jangankan aku seorang diri, sedangkan sebuah perswerikatan dari
orang2 gagah seluruh rimba persilatan belum tentu bisa menghancurkannya, aku menarik
kesimpulan jalan satu2nya iyalah menjalankan tipu supaya Mo kauw terpecah belah dan
anggota2nya saling bunuh membunuh. Hanyalah dengan cara itu. Mo kauw bisa dihancurkan
Yo Siauw dan yang lain2 memasang kuping dengan hati berdebar2. mereka merasa, bahwa
dalam banyak tahun mereka seperti berada dalam pulas yang nyenyak, tanpa mengetahui,
bahwa seorang musuh besar tengah menjalankan siasat untuk membinasakan Beng kauw.
Diam2 mereka mengakui kegoblokannya mereka. Bahwa dalam banyak tahun ini, apa yang
diperbuat mereka hanyalah berkelahi dengan kawan sendiri untuk merebut kursi Kauwcoe.
Cerita Goan tin itu bagaikan bunyi genta yang telah menyadarkan mereka.
Pada waktu itu, paras tak berubah, aku hanya mengatakan bahwa urusan itu urusab besar yang
harus dipikir masak2, kata pula Goan tin. Beberapa hari berselang aku berlagal mabuk arak
dan coba mencemarkan kehormatan istri muridku. Dengan menggunakan kesempatan itu, aku
membunuh ayah, ibu, istri dan anaknya Cia Soen. Aku mengerti, bahwa dengan berbuat
begitu. Ia akan marah besar dan coba mencari aku untuk membalas sakit hatinya. Kalau dia
tidak berhasil mencari aku, maka menurut dugaanku, ia akan melakukan perbuatan yang
gila2. ha..ha!....kata orang, mengenal anak tidak seperti ayahnya, mengenal murid tidak
seperti gurunya. Aku mengenal watak muridku itu. Dia anak sangat baik, tapi seorang
pemarah yang mudah menjadi gelap. Ia tidak bisa memikir panjang2, ia tidak bisa meneliti
siasat orang.
Mendengar sampai disitu Boe Kie merasa kepalanya puyeng. Ia gusar bukan main, dadanya
seperti mau meledak. Kalau begitu semua penderitaan Gie Hoe adalah akibat dari tipu
busuknya bangsat tua itu. Katanya dalam hati.
Dengan suara bangga Goan tin berkata pula Dengan menggunakan namaku Cia Soen telah
membinasakan orang2 gagah dalam kalangan Kangouw. Tujuannya yalah untuk memaksa aku
keluar untuk menemui dia. Ha.ha! mana bisa aku menuruti kemauannya, rahasia tentu saja tak
bisa ditutup. Biarpun dia menggunakan namaku, tapi orang tahu bahwa pembunuhan2 itu
dilakukan olehnya. Dia menanam banyak sekali permusuhan. Hutang2 darah itu semua masuk
kedalam buku hutang Beng kauw..
Ia berhenti sejenak, kemudia lanjutnya. diluar banyak musuh, didalam Beng Kauw
berantakan. Kamu semua tidak terlepas dari tipu dayaku. Aku merasa menyesal dia batal
membunuh Song Wan Kiauw. Tapi cukuplah, dia sudah membunuh Kong kian Taysoe,
melukai lima tetua Kho tong, membinasakan jago2 lima partai di pulau Ong poan san, bahkan
orang2 Peh bie kauw tak terluput dari tangannya. Ha ha.ha! murid baik, murid manis. Ha
ha.ha.. dia tertawa bagaikan orang edan.
Tiba2 Boe Kie merasa kupingnya menguing dan ia pingsan. Tapi beberapa saat kemudian, ia
sudah tersadar lagi. Semenjak kecil, ia sendiri pernah menerima macam2 hinaan. Tapi apa
yang diderita ayah angkatnya, ratusan kali lipat lebih hebat. Karena tipu busuknya Seng Koen,
ayah angkat itu, seorang yang keras seperti besi, musnah rumah tangganya. Rusak namanya,
matanya buta keduanya dan sekarang hidup sebatang kara di pulau terpencil. Aduh! Itulah
sakit hati yang tidak bisa tidak dibalas.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 714
Bahna gusarnya, dadanya menyesak. Dan karena gusar, Kioe yang Cin Khie dalam tubuhnya
mengamuk hebat. Nafasnya tersengal2 membunag hawa tulen yang seperti juga meledak
keluar dari dalam tubuhnya. Tapi ia berada didalam karung. Hawa yang keluar dari hidung
dan mulutnya tak bisa buyar, sehingga sebagai akibatnya, perlahan2 karung Kian Koen it khie
tay melembung.
Tapi semua orang yang tengah mendengari cerita Goan tin tidak memperhatikan
melambungnya karung itu.
Goan tin berkata pula. Yo Siauw, Cioe Tian, Wie It Siauw dan yang lain2, apa kamu mau
bicara?
Yo Siauw menghela nafas, Sesudah keadaan jadi begini, apa lagi yang mau dikatakan?
katanya, Goan tin taysu, apakah kau bisa mengampuni jiwa anakku? Ibunya ialah Kie Siauw
Hoe dari Go Bie Pay. Ia belum masuk ke dalam Beng Kauw.
Membabat rumput harus membabat sampai diakarnya, aku tak mau memelihara harimau kecil
untuk jadi biang penyakit, jawabnya. Ia berjalan pelan2 dan lalu mengangkat tangannya untuk
menepuk batok kepala Yo Siauw.
Boe Kie terkesinap. Tanpa menghiraukan hawa panas yang seperti dibakar, ia melompat
kehadapan Goan tin, mengangkat tangan kirinya dan menangkis pukulan pendeta itu. Begitu
tertangkis, tangan Goan tin terpental. Sesudah terkena pukulan Han beng Bian ciang, pendeta
itu terluka berat dan sekarang, tenaganya baru pulih sebagian, sehingga tangkisan Boe Kie
telah menggoncang tubuhnya dan mau tidak mau, ia mundur setindak dengan badan limbung.
Bocah! bentaknya. Kau..kau..
Boe Kie merasa mulut dan lidahnya kering serta panas. Hawa cin khie mengamuk makin
hebat.
Sesudah menetapkan semangat, Goan tin memukul karung itu dengan telapak tangannya. Tapi
pukulan itu, yang tidak kena dibadan Boe Kie, sudah terpukul balik dengan tenaga membal
dari karung tersebut, sehingga sekali ia terhuyung. Ia kaget bukan main dan tak tahu sebab
musababnya. Dia sama sekali tidak pernah bermimpi, bahwa manusia yang berada dalam
karung itu mempunyai tenaga Kioe yang Sin keng.
Sementara itu, Kioe yang Cin khie yang mengamuk didalam tubuh Boe Kie sudah mendekati
titik peledakan. Jika Kian koen It kie tay keburu meledak, maka ia terlolos dari kebinasaan,
kalau tidak, Cin khie itu akan segera meledak dan membakar seluruh tubuhnya.
Dilain saat Goan tin telah maju 2 tindak dan kembali menghantam karung dengan telapak
tangannya. Seperti tadi, ia terhuyung pula, tapi karungnya pun, yang didorong keras,
berguling2 seperti bola raksasa. Dada Boe Kie semakin menyesak. Ia sukar mengeluarkan lagi
hawa dari badannya, sebab karung itu sudah terlalu penuh. Dengan beruntun Goan tin
memukul 3 kali dan menendang 2 kali dan tiap kali menyerang, setiap kali terhuyung sebab
terpukul balik dengan tenaga membal karung tersebut.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 715
Masih untung pukulan dan tendangannya tidak meyentuh pada Boe Kie. Bila menyentuh
tubuh yang penuh dengan Kioe yang Sin kang ia pasti terluka berat.
Yo Siauw, Pheng Eng Giok dan Swee Poet Tek mengawasi kejadian aneh itu dengan mata
membelalak. Kian koen It khie tay adalah milik Swee Poet Tek, tapi iapun tak tahu, mengapa
karung bisa melembung seperti bola. Ia juga tak tahu apa Boe Kie masih hidup atau sudah
mati.
Dengan gregetan Goan tin mencabut pisau dari pinggangnya dan dengan sekuat tenaga, ia
menikam. Tapi karung itu hanya mendesak, tidak pecah. Ia terkesinap. Ia tak tahu, bahwa
karung itu tebuat daripada semacam bahan yang aneh. Dengan menggunakan pisau biasa,
karung mustika itu tentu saja tidak bisa dirobek.
Sesudah gagal dalam beberapa serangan, Goan tin berkata dalam hatinya. perlu apa aku
meladeni manusia dalam karung itu? ia menendang dan karung itu terbang keluar.
Apa mau karung itu terbentur pintu dan terpental balik, menyambar Goan tin. Melihar
sambaran itu, dia mengangkat kedua tangannya dan menghantam sekuat tenaga.
Dar! peledakan dahsyat yang menyerupai geledek menggetarkan seluruh ruangan dan ribuan
kepingan kain terbang berhamburan. Kian Koen It khie tay hancur! Goan tin, Yo Siauw, Cioe
tian dan yang lain2 merasa seperti disambar semacam hawa yang sangat panas, sedang Boe
Kie sendiri berdiri terpaku bagaikan patung dengan paras muka seperti orang linglung, sebab
ia sendiri tak tahu apa yang telah terjadi.
Ia sendiri tak tahu, bahwa pada detik itu, ia sudah mencapai hasil lengkap dalam memiliki
Kioe yang Sin kang yang murni. Pada detik itu, naga seolah2 bertemu dengan harimau, langit
bersatu padu dengan bumi. Tadi waktu ia masih berada didalam karung yang penuh dengan
Kioe yang Cin khie, ratusan jalan darahnya seperti diurut oleh ratusan ahli silat kelas utama
yang dengan berbareng mengeluarkan hawa tulen mereka. Jodoh yang luar biasa itu belum
pernah dialami oleh siapapun juga. Dan pada saat meledaknya karung, cin khie didalam dan
diluar badannya mengalami suatu kegoncangan hebat.
Didalam semua pembuluh darahnya seperti juga mengalir semacam air perak dan sekujur
badannya nyaman luar biasa.
Dalam seluruh rimba persilatan, kejadian seaneh itu baru saja terjadi.
Goan tin adalah manusia jahat yang licik dan cerdas otaknya. Melihat pemuda itu masih
dalam keadaan bingung. Ia tahu, bahwa sekarang adalah kesempatan satu2nya untuk
menyerang. Bila kesempatan yang baik itu telah lewat dan Boe Kie keburu turun tangan
terlebih dahulu, ia bakal binasa. Maka itu ia lantas saja maju dan menotok Tian tiong hiat,
didada pemuda itu.
Dengan cepat Boe Kie menangkis dengan tangannya.
Dalam ilmu silat, kepintaran Boe Kie masih sangat cetek. Waktu berada di pulau Peng hwee
to, ia pernah belajar silat dari Cia Soen dan kedua orang tuanya. Tapi apa yang telah
dipelajarinya adalah ilmu2 biasa. Maka itu, ia takkan bisa menandingi seorang lawan seperti
Goan tin. Pada waktu mengkis pukulan si pendeta, Yang tie hiat di pergelangan tangannya,
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 716
telah kena ditotok dengan It im cie, sehingga ia menggigil dan mundur setindak dengan
terhuyung.
Tapi badan pemuda itu penuh dengan Kioe yang Cin khie dan hawa tersebut menerobos
masuk ke dalam tubuh Goan tin dari jari tangannya. Hampir berbareng dengan terhuyungnya
Boe Kie, yang (panas) dari Kioe yang Sin kang bertempur dengan hawa im (dingin) dalam
tubuhnya Goan tin. Biarpun lihay si pendeta yang telah terluka, mana bisa melawan Kioe
yang cin khie? Ia bergidik dan merasa seantero tenaga dalamnya membuyar. Hatinya
mencelos. Ia tahu, bahwa ia tengah menghadapi kebinasaan. Buru2 ia memutar badan lalu
kabur.Seng koen! teriak Boe Kie dengan gusar.
Tinggalkan jiwamu disini! sesaat itu Goan tin sudah lari masuk meninggalkan pintu. Boe Kie
melompat untuk mengejar, tapi, Bruk!, ia menubruk pinggir pintu, pipinya yang terbentur
dirasa sakit sekali.
Mengapa begitu?
Sesudah berhasil didalam Kioe yang Sin kang, setiap gerakan Boe Kie berlipat kali lebih
besar tenaganya daripada biasanya. Maka itu, waktu melompat, jarak lompatan itu jauh luar
biasa, sehingga ia kehilangan keseimbangan dan menubruk pintu. Ia tak tahu mengapa ia bisa
melompat begitu jauh. Tapi ia tak bisa memikir panjang2 dan lalu turut masuk kedalam pintu
samping itu.
Ia sekarang berada dalam ruangan kecil. Dalam tekadnya untuk membalas sakit hati ayah
angkatnya, tanpa menghiraukan kemungkinan dibokong, ia mengubar terus.
Setelah melalui ruangan itu, ia tiba dalam sebuah halaman terbuka.
Ia mengendus bau wangi, wanginya bunga yang ditanam di halaman itu.
Tiba2 ia lihat sinar lampu yang keluar dari sebuah kamar disebelah barat. Ioa memburu ke
kamar itu dan menolak pintu. Satu bayangan abu2 berkelebat, Goan tin menyingkap sebuah
tirai sulam dan masuk kedalamnya, Boe Kie mengejar iapun menyingkap tirai itu dan ikut
masuk. Tapi orang yang dikejar tidak terlihat batang hidungnya. Ia mengawasi
keseputarannya dan ia heran, sebab ia ternyata berada dalam kamarnya seorang gadis dari
keluarga hartawan. Dipinggir dinding terdapat tempat untuk berhias dan diatas meja berhias
berdiri sebuah ciaktay dengan lilinnya yang memancarkan sinar terang dalam kamar itu.
Dalam pandangan sekilas mata, ia merasa bahwa kamar itu lebih indah daripada kamarnya
Cioe Kioe tin. Diseberang meka hias terdapat sebuah ranjang tertutup oleh tirai, sedang
disepan ranjang terlihat sepasang kasur sulam, sebagai tanda, bahwa seorang wanita sedang
tidur diranjang itu.
Boe Kie berdiri dengan penuh rasa heran.
Kamar itu hanya dengan sebuah pintu, dan semua jendela tertutup rapat. Barusan, terang2an
lihat Goan tin masuk, tapi pendeta itu tidak terlihat bayang2nya lagi! Apakah ia sembunyi
dalam ranjang? Apakah yang harus diperbuat olehnya? Apakah ia boleh menyingkap tirai
ranjang itu?
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 717
Selagi bersangsi, tiba2 ia mendengar tindakan kaki yang sangat enteng. Ia melompat dan
sembunyi di belakang rak, tempat menggantungkan selimut, yang terletak didinding sebelah
barat.
Sesaat kemudian, seorang wanita terdengaran batuk2. Boe Kie dan melihat masuknya 2 orang
wanita muda, yang satu berusia kira2 enambelas tahun, terus batuk2 dan berjalan dengan
dipayang oleh yang lain, yang berusia lebih muda. Dilihat dari dandananny, nona cilik itu
adalah pelayan dari nona yang dipayang itu. Siocia, kau mengasolah, katanya dengan suara
membujuk.
Jangan jengkel dan jangan bingung.
Siocia itu batuk2 lagi. Tiba2 ia mengangkat tangannya dan menggaplok pipi pelayannya.
Tamparan itu hebat, sehingga si pelayan terhuyung. Sebab sebelah tangannya memegang
pundak pelayan itu, maka waktu si pelayan terhuyung, badannya turut bersempoyongan dan
berputar menghadap Boe Kie. Dengan bantuan sinar lilin, pemuda itu melihat wajah yang
tidak asing lagi, mata besar, biji mata hitam, muka potongan telur, muka dari Yo Poet Hwie!
Tubuh si nona sudah banyak lebih jangkung dan lebih besar, tapi sikapnya dan gerak geriknya
masih seperti dulu.
Dengan nafas tersengal-sengal Poet Hwie berkata. Kau suruh aku jangan bingung
hm!...........Kau sendiri tentu saja tidak bingung. Bagimu, paling baik bila ayahku dibinasakan
orang, supaya kau bisa mencelakai aku. Kalau aku telah mati, kau bisa berkuasa disini,
pepayang Poet Hwie kesebuah kursi. Ambil pedangku! memerintah si nona sudah berduduk.
Si pelayan segera mengambil sebuah pedang yang tergantung didinding. Boe Kie mengawasi
dan mendapat kenyataan, bahwa pada kedua kaki pelayan itu terikat selembar rantai besi yang
halus, sedang pada kedua pergelangan tangannyapun terikat dengan rantai yang sama. Kaki
kirinya pincang dan badannya bongkok, seperti busur yang melengkung. Waktu ia memutar
badan sesudah mengambil pedang, Boe Kie melihat mukanya dan pemuda itu terkejut, sebab
muka itu jelek luar biasa. Mata kanannya kecil, mata kirinya besar, hidung melesak, mulutnya
mengok dan dalam keseluruhan muka itu sangat menakutkan. Mukanya lebih jelek daripada
Coe Jie. Katanya dalam hati. Kejelekan Coe Jie karena racun dan masih dapat dirubah. Tapi
kejelekan nona cilik itu adalah dari pembawaannya dan tak dapat diperbaikki lagi.
Seraya menyambuti senjata itu dari tangan pelayanannya, Poet Hwie batuk2 lagi beberapa
kali. Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah peles dan menuang 2 butir yowan, yang lalu
ditelannya.
Kalau begitu Poet Hwie berbekal obat, sehingga biarpun terkena It Im cie, ia masih bisa
bergerak, kata Boe Kie dalam hati. Tak bisa salah lagi, obat itu panas sifatnya,
benar saja, beberapa saat kemudian. Paras nona Yo bersemu merah dan pada kedua pipinya
terlihat sinar dari hawa panas. Perlahan2 ia bangkit dan berkata. Aku mau tengok ayah.
Mungkin sekali musuh masih belum pergi, kata si pelayan. Sebaiknya aku yang pergi
menyelidiki terlebih dahulu. Kalau sudah tak ada bahaya barulah siocia keluar. Ia bicara
dengan suara yang sangat tak sedap kedengarannya, seperti suara dari seorang lelaki setengah
tua.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 718
Tak perlu berlagak baik hati! bentak Poet Hwie. Lepaskan aku.
Dengan apa boleh buat, si pelayan mengangsurkan tangan kanannya. Sebab kedua
pergelangan tangannya terantai maka waktu mengangsurkan tangan kanan, tangan kirinya
turut diangsurkan. Tiba2 tangan kiri Poet Hwie menyambar dan mencengkeram pergelangan
tangan kanan pelayannya, jari2 tangannya mencengkeram Hwee cong, Yang tie dan Gwa
koan hiat.
Badan pelayan itu lantas saja kesemutan dan tak bisa bergerak lagi. Siocia katanya, Kau.
Poet Hwie tertawa dingin. Kami, ayah dan anak, telah dibokong musuh dan kami tengah
menghadapi kebinasaan, katanya dengan suara menyeramkan. Apakah kau takkan
menggunakan kesempatan ini untuk membalas sakit hati. Tak sudi kami disiksa olehmu! Jalan
yang paling baik adalah membunuh kau terlebih dahulu. Seraya berkata begitu, ia mengayun
pedang yang lalu ditebas ke leher pelayannya.
Boe Kie terkesiap. Melihat keadaan si pelayan, ia merasa sangat kasihan. Pada detik
berbahaya, ia melompat dan mementil badan pedang yang lantas saja terpental dan jatuh
dilantai. Dilain pihak, walaupun terluka, gerakan nona Yo cepat luar biasa. Hampir berbareng
dengan terlepasnya pedang, dua jari tangannya terpentang dan meyambar ke mata Boe Kie.
Totokan itu hanyalah Siang liong Chio coe (dua naga berebut mutiara), serupa pukulan biasa.
Tapi sesudah dilatih oleh ayahnya beberapa tahun, pukulan yang sederhana itu mempunyai
tenaga yang sangat besar.
Dengan kaget Boe Kie melompat kebelakang oet Hwie Moay moay, aku! teriaknya.
Mendengar perkataan Poet Hwie Moay moay yang tak asing lagi, nona Yo terkesiap dan
berteriak. Apa Boe Kie koko? biarpun blom lihat muka, ia mengenal suara itu.
Boe Kie merasa menyesal, bahwa ia memperkenalkan dirinya. Poet Hwie Moay moay
bagaimana keadaanmu selama beberapa tahun ini?
Si nona mengawasi. Ia bersangsi, karena dihadapannya berdiri seorang pria yang pakaiannya
compang camping dan mukanya kotor Kau.apa banar kau Boe Kie koko? tanyanya
Bagaimana kau bisa datang disini?
Swee Poet Tek yang membawa aku, sahutnya. Tadi Goan tin Hweeshio masuk kesini, tiba2 ia
menghilang. Apa dalam kamar ini ada jalan lain?
Goan tin hweeshio kabur? menegas si nona.
Sesudah kena pukulan Ceng ek Hong ong, ia terluka berat, menerangkan Boe Kie. Barusan ia
kabur dan aku mengubarnya. Ia masuk ke kamar ini da lantas menghilang. Dia adalah musuh
besarku, aku mesti cari dia.
Dalam kamar ini tiada jalan lain, kata si nona. Bagaimana dengan ayahku? Aku mau tengok
padanya. Seraya berkata begitu, ia menepak batok kepala pelayannya.
Jangan!..... teriak Boe Kie sambil mendorong pundak si nona, sehingga tepukannya jatuh
ditempat kosong.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 719
Sesudah percobaan membunuh pelayannya 2 kali dihalang2i, Poet Hwie jadi gusar. Boe Kie
koko! bentaknya. apakah kau kawannya budak kecil itu?
Baru hari ini aku bertemu dengannya jawab pemuda itu.
kalau kau tak tahu duduknya persoalan, janganlah campur2 urusanku, kata pula nona Yo. Dia
adalah musuh besar dari keluargaku, karena kuatir dia mencelakaiku maka ayah sudah
merantai kaki tangannya. Sekarang kami berdua ayah dan anak, kena It im cie. Dia pasti akan
menggunakan kesempatan yang baik ini untuk membalas sakit hati. Jika kami jatuh dalam
tangannya, celakalah!
Tapi Boe Kie masih tetap yakin, bahwa nona kecil itu bukan manusia jahat. Maka itu, ia lalu
berkata. Nona, apakah kau akan berusaha membalas sakit hati dengan menggunakan
kesempatan baik itu?
Si nona menggeleng2kan kepala tidak! jawabnya.
Poet Hwie moay noay, dengarlah! kata Boe Kie. Ia sudah berjanji. Ampunilah dia!
Baiklah, kata nona Yo. Aku tak dapat menolak permintaanmu. Aduh Tiba2 tubuhnya
tergoyang2 seperti mau jatuh.
Boe Kie mengerti, bahwa si nona sudah tak dapat mempertahankan dirinya lagi, sebab
lukanya yang sangat berat. Buru2 ia mendekati untuk memegangnya. Mendadak ia merasakan
kesakitan hebat pada Hian kie dan Tiong kie hiat, dibagian pinggangnya dan ia roboh tanpa
berdaya. Ternyata, ia sudah dibokong nona itu, jari tangan Poet Hwie menyambar ke arah Tay
yang hiat dari pelayannya.
Tapi sebelum totokan itu hampir pada sasarannya ia menggigil. Sekujur badannya kesemutan.
Cekalannya pada pergelangan tangan si pelayan terlepas, kedua lututnya lemas dan ia jatuh
duduk di kursi.
Poet Hwie memang sudah terluka berat dan bahwa ia tadi dapat mempertahankan diri adalah
karena khasiat obat yang telah ditelannya. Sesudah menotok Boe Kie tenaganya habis dan tak
kuat menyerang lagi.
Sambil menjemput pedang yang masih menggeletak dilantai, si pelayan berkata, Siocia, kau
selalu bercuriga, bahwa aku akan membunuh kau. Kalau mau dengan mudah aku sekarang
bisa berbuat begitu. Tapi aku tak punya maksud jahat. Ia segera memasukkan pedang itu
kedalam sarungnya, dan lalu menggantungnya ke dinding.
Sekonyong2 Boe Kie bangun berdiri Poet Hwie moay moay, kau lihatlah! katanya. Dia
memang tidak mengandung niatan yang kurang baik.
Dengan rasa kagum nona Yo mengawasi pemuda itu yang dengan mudah dapat membuka
sendiri hiat yang ditotoknya.
Sambil menyoja, Boe Kie berkata pada nona cilik itu. Nona, aku ingin sekali mengubar
pendeta itu. Apakah disini tak ada lagi jalan lain?
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 720
Apakah kau tak bisa membatalkan niatmu? si nona balas tanya.
Manusia itu telah melakukan perbuatan2 terkutuk, menerangkan Boe Kie. Biarpun mesti
mengubar ke ujung langit, aku tak bisa mengampuni dia.
Si pelayan menggigit bibirnya. Sesudah berpikir sejenak, ia manggut2. ia meniup lilin,
mengeluarkan saputangan yang ditaruh diatas muka Poet Hwie. Sesudah itu ia mencekal
tangan Boe Kie dan menuntunnya didalam kegelapan.
Karena yakin orang tidak berniat jahat, Boe Kie segera mengikutinya. Ia dituntun kedepan
ranjang. Si nona membuka kelambu dan naik ke ranjang sambil menarik tangan Boe Kie.
Pemuda itu kaget bukan main. Biarpun nona itu masih kekanak2an dan beroman jelek, ia
tetap seorang wanita. Ia segera menarik tangannya.
Jalanan berada di pembaringan, bisik si nona.
Boe Kie percaya dan semangatnya lantas saja terbangun. Tanpa bersangsi lagi, ia turut naik ke
pembaringan. Dengan cepat si nona merebahkan dirinya dan Boe Kie turut rebah di
sampingnya. Entah alat apa yang ditarik si nona, papan ranjang tiba2 menjeblak dan mereka
berdua jatuh kebawah.
Dari atas ke dasar lubang ada beberapa tombak jauhnya. Untung juga, dasar lubang itu ditutup
dengan rumput kering yang tebal, sehingga mereka tidak merasa sakit. Tiba2 terdengar suara
menjeblak dan papan ranjang sudah kembal ke tempat asalnya. Sungguh lihay alat rahasia itu!
memuji Boe Kie didalam hati. Tanpa diberitahukan, tiada manusia yang bisa menduga, bahwa
didalam ranjang terdapat jalanan rahasia. Sambil menyekel tangan si nona, ia segera berjalan
ke jurusan depan. Mendengar suara berkerincingnya rantai, mendadak ia ingat sesuatu. Nona
ini pincang dan kakinya diikat dengan rantai, bagaimana ia bisa lari begiru cepat? tanyanya
dalam hati.
Si nona yang rupanya bisa menebak apa yang dipikirkan Boe Kie, sekoyong2 berkata sambil
tertawa, Pincangku, pincang buatan, untuk mengelabui Looya dan Siocia,
Dalam kegelapan Boe Kie tak bisa melihat wajah nona itu, tapi dalam hati ia berkata. Tak
heran jika ibuku mengatakan, bahwa wanita pandai sekali menipu orang. Hari ini, bahkan
Poet Hwie moay moay merasa tak halangan untuk membokong aku.
Sesudah berjalan beberapa puluh tombak, dengan mengikuti terowongan yang berliku2
mereka tiba di ujung jalanan, tapi Goan tin masih tetap tak kelihatan bayangannya.
Sudah sering sekali aku datang kesini, kata sinona. Kupercaya ada lain jalanan, hanya ku tak
tahu dimana alat untuk membuka pintunya.
Dengan kedua tangannya Boe Kie meraba-raba dinding, tapi tak bisa mendapatkan apapun
juga. Aku sudah mencoba puluhan kali, tanpa berhasil, kata pula si nona. Sungguh
mengherankan. Aku bahkan pernah membawa obor untuk menyelidikinya, tapi tetap tak bisa
mendapatkan alatnya.
Tiba2 dalam otak Boe Kie berkelebat suatu ingatan. Mungkin sekali memang tidak ada alat
rahasia untuk membuka pintu, pikirnya. Ia segera menyerahkan Chin kie pada kedua
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 721
lengannya dan mendorong dinding sebelah kiri dengan sekuat tenaga. Dinding itu tidak
bergerak. Sekali lagi ia mengerahkan tenaga dan mendorong dinding kanan. Tiba2 dinding itu
bergoyang sedikit!
Ia girang tak kepalang. Ia menarik nafas dalam2 dan mendorong sekeras2nya. Dengan
perlahan dinding itu bergeser ke belakang. Ternyata dinding itru tebuat daripada sebuah batu
yang sangat tebak dan besar.
Jalanan rahasia Kong beng teng memenag sangat menakjubkan. Ada bagian2 yang
diperlengkapi dengan alat2 rahasia yang disembunyikan, tapi ada juga yang tidak, seperti
pintu itu yang hanya bisa dibuka oleh seseorang yang mempunyai tenaga luar biasa. Hal ini
adalah untuk menjaga kalau2 rahasia diketahui oleh orang luar. Misalnya seperti nona kecil
itu, yang andaikata tahu rahasianya, masih tetap tak bisa membuka pintu karena tenaganya tak
cukup.
Tapi Boe Kie yang memiliki Kioe yang sin kang bukan manusia biasa dan ia berhasil.
Sesudah pintu terbuka kira2 3 kaki, ia mengirim pukulan dengan telapak tangannya, karena ia
khawatir Goan tin bersembunyi di belakang pintu dan membokongnya. Berbareng dengan
pukulannya ia melompat masuk.
Mereka masuk dengan selamat dan berada di terowongan yang sangat panjang. Dengan hati2,
mereka bertindak maju. Jalanan menurun ke bawah. Makin jauh makin rendah. Sesudah
melalui seratus tombak lebih, mereka bertemu dengan jalanan yang bercagak tujuh. Boe Kie
bersangsi, jalanan mana yang harus diambil? Mendadak disebelah kiri terdengar tegas sekali.
Ambil jalan ini! bisik Boe Kie sambil berlari2 dijalan yang paling kiri. Jalanan itu tidak rata
dan sukar dilalui, tapi dalam kegusarannya Boe Kie berjalan terus tanpa menghiraukan
bahaya. Si nona mengikuti dari belakang dengan suara rantai yang berkerincingan tidak
henti2nya. Boe Kie menengok ke belakang seraya berkata. Musuh berada didepan, keadaan
sangat berbahaya. Sebaiknya kau mengikuti saja dari sebelah jauh.
Takut apa? Kesukaran harus dipikul bersama, jawabnya dengan suara tetap.
Selang beberapa saat, jalanan bukan saja menurun, tapi juga terus membelok ke sebelah kiri
seperti keong, dan makin lama makin sempit, sehingga akhirnya terowongan itu hanya bisa
memuat badannya satu orang.
Selagi enak berjalan, mendadak saja Boe Kie merasakan sambaran angin yang sangat dahsyat.
Ia terkesiap dan tangannya menyambar pinggang si nona dan kemudia melompat ke depan.
Dukkkk! batu halus dan pasir muncrat keatas.
Sesudah menentramkan hati, si nona berseru. Celaka! Kepala gundul itu bersembunyi dan
mendorong batu untuk membinasakan kita.
Sambil mengangkat kedua tangannya diatas kepala, Boe Kie mendaki jalan itu. Baru beberapa
tindak, kedua tangannya sudah menyentuh batu yang sangat kasar permukaannya.
Jilid 39____________________
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 722
Tiba-tiba dari belakang batu terdengar suara Goan-tin. Bangsat kecil! Hari ini aku mengubur
engkau di dalam. Tapi untungnya masih bagus, kau mampus dengan ditemani seorang wanita.
Biarpun kau bertenaga besar, aku mau lihat apa kau mampu menyingkirkan batu ini. Kalau
satu tak cukup, aku akan menambah dengan satu lagi.
Hampir berbarengan terdengar suara diangkatnya batu dengan semacam alat besi diikuti
dengan bunyi yang sangat hebat. Goan-tin ternyata sudah melepaskan sebuah batu lagi yang
jatuh di atas batu pertama.
Dengan gusar dan bingung Boe Kie meraba batu itu. Walaupun jalanan tak tertutup rapat tapi
celah-celah di antara dinding dan batu raksasa itu paling besar hanya bisa masuk lengan.
Badan manusia sudah pasti tak bisa lewat. Sambil memompa semangat, ia mendorong sekuatkuatnya,
tapi batu itu sedikitpun tak bergeming. Kedua batu yang tersusun tindih itu beratnya
berlaksa kati, tak bisa digeser oleh manusia manapun juga. Bahkan gajah takkan kuat untuk
mendorongnya. Boe Kie berdiri terpaku, ia tak tahu apa yang harus diperbuatnya.
Di belakang batu terdengar suara nafas Goan-tin yang tersengal-sengal. Dalam keadaan
terluka berat, sesudah menggerakkan kedua batu itu tenaganya habis. Selang beberapa saat, ia
bertanya, Bocah siapa namamu. Ia tak dapat meneruskan perkataannya.
Andaikata ia sekarang berubah pikiran dan ingin menolong kami berdua, ia sudah tak bisa
berbuat begitu, kata Boe Kie dalam hati. Sudahlah, buat apa aku meladeni dia. Paling baik aku
cari jalan lain. Berpikir begitu, ia memutar badan dan turun ke bawah mendekati nona.
Aku punya bahan api, tapi tak punya lilin, kata si pelayan kecil, Kalau dinyalakan sebentar
tentu sudah padam kembali.
Tunggu dulu, kata Boe Kie sambil berjalan maju dengan perlahan. Sesudah berjalan beberapa
puluh langkah, mereka tiba di ujung terowongan. Mereka meraba-raba, mendadak tangan Boe
Kie menyentuh tahang kayu. Ada jalan, katanya dengan girang dan memukul hancur tahang
itu dengan kedua tangannya.
Isi tahang yang menyerupai tepung, jatuh berhamburan. Ia mengambil sepotong papan dan
berkata, Coba nyalakan api.
Nona kecil itu lalu mengeluarkan baja pencetus api, batu api dan sumbu. Dengan cepat ia
membuat api dan menyulut potongan kayu itu. Mendadak api itu menyala di potongan kayu
yang lantas saja terbakar, sedang hidung mereka mengendus bau belerang. Mereka terkejut.
Bahan peledak! seru si nona seraya mengangkat tinggi-tinggi potongan kayu yang sudah
menyala itu. Mereka lantas saja mendapati kenyataan bahwa isi tahang itu ternyata bahan
peledak yang berwarna hitam. Si nona tertawa dan berkata dengan suara pelan. Bila barusan
letusan api menyambar ketumpukan bahan peledak itu, hwee-shio jahat yang berada di luar
akan turut binasa bersama-sama kita. Seraya berkata begitu, ia menengok ke arah Boe Kie
yang tengah mengawasinya dengan mata membelalak. Mengapa? tanyanya tertawa.
Ah Kalau begitu, kau sangat cantik, kata Boe Kie.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 723
Si nona tertawa geli sambil menutup mulutnya dengan sebelah tangan. Karena kaget aku
melupakan samaranku, katanya. Ia meluruskan pinggangnya dan ternyata bahwa ia bukan saja
tak bongkok tapi juga tak pincang.
Dengan sinar mata yang terang, alis yang kecil bengkok, hidung mancung dan lekuk pada
pipinya, ia seorang wanita yang sangat ayu. Hanya sebab masih berusia muda dan tubuhnya
belum cukup besar maka kecantikannya itu, ia kelihatannya masih kekanak-kanakan.
Memang kau menyamar begitu? kata Boe Kie.
Siocia sangat membenci aku, jawabnya. Dengan melihat romanku jelek, ia merasa senang.
Tanpa menyamar, aku tentu sudah mati.
Mengapa ia mau nyawamu? tanya pemuda itu pula.
Sebab ia selalu curiga, sahutnya. Ia kuatir aku akan membunuh ia dan Looya.
Gila! kata Boe Kie, Tadi waktu ia sudah tidak bisa bergerak, kau mencekal pedang tapi kau
tidak mencelakai dia. Mulai dari sekarang ia pasti tak akan curiga lagi.
Si nona tertawa kecil. Dengan membawa kau kemari, Siocia tentu akan lebih curiga lagi,
katanya. Tapi sudahlah! Perduli apa dia curiga atau tidak. Masih belum tentu, apa kita bisa
keluar dari tempat ini.
Dengan bantuan sinar obor, mereka ternyata berada di tempat yang menyerupai kamar batu di
mana terdapat alat-alat senjata, busur dan anak panah yang sudah berkarat. Senjata-senjata itu
rupanya disediakan untuk melawan musuh. Dinding di sekitar ruangan itu tertutup rapat.
Sekarang mereka tahu bahwa Goan-tin sudah sengaja batuk-batuk untuk memancing mereka
ke jalan buntu.
Kongcoe, namaku Siauw Ciauw, kata si nona memperkenalkan diri. Kudengar Siocia
memanggil Boe Kie Koko kepadamu. Kalau tak salah, namamu Boe Kie. Benarkah begitu?
Benar, jawabnya. Aku she Thio. Mendadak ia mengingat sesuatu. Ia mengambil sebatang
tombak yang beratnya kira-kira empat puluh kati. Bahan peledak ini mungkin bisa menolong
kita, katanya, Bukan mustahil kita akan bisa menghancurkan batu besar itu.
Bagus, bagus! seru Siauw Ciauw seraya menepuk-nepuk kedua tangannya. Tepukan tangan
itu diiringi dengan suara kerincingan rantai.
Rantai ini mengganggu gerakan tangan dan kakimu, kata Boe Kie. Sebaiknya diputuskan saja.
Jangan! cegah si nona. Looya bisa marah besar.
Aku tak takut. Katakan saja akulah yang memutuskannya, kata Boe Kie. Sehabis berkata
begitu sambil mengerahkan Lweekang, ia membetot rantai yang mengikat pergelangan tangan
Siauw Ciauw. Rantai hanya sebesar batang sumpit dan tenaga betotan tak kurang dari tiga
ratus kati. Tapi sungguh heran, rantai itu tidak bergeming dan hanya mengeluarkan suara
aung.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 724
Boe Kie heran. Ia membetot lagi dengan menambah tenaga, tapi tetap tidak berhasil.
Rantai ini memang sangat aneh, tak dapat diputuskan walaupun dengan menggunakan senjata
mustika, kata Siauw Ciauw. Anak kuncinya berada dalam tangan Siocia.
Boe Kie manggut-manggutkan kepalanya. Kalau kita bisa keluar, aku akan minta anak kunci
itu, katanya.
Ia tak akan memberikannya, kata si nona.
Tapi aku percaya, ia akan meluluskan permintaanku, kata Boe Kie. Hubunganku dengannya
bukan hubungan biasa. Sehabis berkata begitu, dengan membawa tombak ia pergi ke bawah
batu besar. Untuk beberapa saat ia berdiri dan memasang kuping, suara nafas Goan-tin sudah
tidak terdengar lagi, rupanya ia sudah pergi jauh.
Mungkin kita tak bisa menghancurkan batu ini dengan satu ledakan, kata Boe Kie yang
dengan menggunakan ujung tombak lantas saja mulai membuat lubang di celah antara batu
besar dan lantai terowongan. Ia kemudian mengisi lubang itu dengan bahan peledak dan
memukul-mukulnya dengan kepala tombak supaya menjadi padat. Sesudah itu, ia menabur
segaris bahan peledak dari lubang terus ke ruangan bawah. Garis bahan peledak itu hendak
dijadikan semacam sumbu untuk peledakan.
Sesudah beres, Boe Kie lalu mengambil obor dari tangan si nona yang buru-buru menekap
kuping dengan kedua tangannya. Dengan berdiri menghadang di depan Siauw Ciauw, Boe
Kie segera menyulut sumbu itu. Api menyala dan bagaikan kilat menyambar ke lubang yang
berisi bahan peledak.
Dunggg!...Hawa panas menyambar, ruangan itu bergoncang! Boe Kie terhuyung dua langkah
sedang Siauw Ciauw jatuh terjengkang. Obor padam dan asap memenuhi ruangan itu. Sambil
membangunkan si nona, Boe Kie bertanya, Siauw Ciauw, apa kau terluka?
Aku aku taka pa-apa, jawabnya. Mendengar suara yang terputus-putus seperti orang bersedih,
Boe Kie merasa heran. Waktu obor sudah dinyalakan lagi, ia melihat mata si nona
mengembang air. Kau kenapa? tanyanya.
Thio Kongcoe, sahutnya, Kau belum pernah mengenal aku, tapi mengapa kau begitu baik
terhadapku?
Apa? tanya Boe Kie dengan rasa heran.
Mengapa kau menghalangi aku? kata Siauw Ciauw. Aku adalah seorang budak yang
kedudukannya sangat rendah. Kau seorang yang mulia. Mengapa kau melindungi aku dengan
menghadang di depanku?
Pemuda itu tersenyum. Kau seorang wanita dan adalah sepantasnya saja jika aku berusaha
untuk melindungi keselamatanmu, katanya. Melihat asap sudah mulai menghilang, ia naik
lagi ke atas untuk memeriksa hasil ledakan. Ternyata batu raksasa itu tidak bergeming dan
hanya somplak di satu sudut. Dengan perasaan gelisah ia berkata, Untuk membuat lubang
yang cukup besar guna merangkak keluar, batu ini mungkin harus diledakkan tujuh atau
delapan kali. Tapi sisa bahan peledak hanya cukup untuk kira-kira dua kali ledakan. Seraya
berkata begitu, ia mengangkat tombak dan mulai membuat sebuah lubang lain di celah antara
dinding terowongan dan batu raksasa.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 725
Mendadak pada waktu ujung tombak menyodok dinding, sepotong batu jatuh ke bawah dan
terlihatlah lubang di dinding itu. Boe Kie kaget bercampur girang. Ia memasukkan sebelah
tangan dan menggoyang-goyangkannya. Dinding itu bergerak sedikit. Ia menggerakkan
tenaga dalam dan membetot. Ia berhasil membuat sepotong batu copot. Sesudah tiga potong
batu copot, lubangnya sudah cukup besar untuk memuat badan manusia. ternyata di situ
terdapat sebuah terowongan lain. Walaupun tidak dapat menghancurkan batu raksasa, ledakan
tadi sudah melepaskan batu-batu dinding terowongan.
Dengan mencekal obor, Boe Kie masuk lebih dulu ke terowongan yang kedua dan kemudian
menggapai Siauw Ciauw supaya si nona mengikuti masuk. Seperti yang pertama, jalanan ini
berputar-putar bagaikan keong dan menurun ke bawah. Kali ini Boe Kie bertindak lebih hatihati.
Ia mencekal tombak erat-erat, siap sedia untuk menangkis bokongan Goan-tin. Sesudah
melalui kira-kira delapan puluh tombak mereka tiba di depan sebuah pintu batu. Boe Kie
segera menyerahkan obor dan tombak kepada Siauw Ciauw dan sambil mengerahkan
Lweekang, ia mendorong pintu yang segera saja terbuka.
Pintu itu adalah pintu sebuah kamar batu yang sangat besar. Boe Kie bertindak masuk dan
mendadak ia melihat dua kerangka manusia. Pakaian kedua kerangka itu masih belum hancur,
sehingga dapat diketahui bahwa mereka adalah seorang pria dan seorang wanita.
Siauw Ciauw agak takut dan ia mendekati kawannya.
Boe Kie mengangkat obor tinggi-tinggi dan meneliti keadaan di dalam kamar. Mungkin kita
berada di bagian paling ujung dari jalan rahasia ini, katanya. Apa masih ada jalan keluar?
Dengan tombak ia mengetuk-ngetuk seluruh dinding tapi suara semuanya padat, tak ada yang
kosong. Ia mendekati kedua kerangka itu, tangan kanan yang wanita mencekal sebatang pisau
berkilauan yang menancap di dadanya. Ia terkejut dan lantas teringat pengakuan Goan-tin
yang mengatakan bahwa pada waktu ia mengadakan pertemuan rahasia dengan Yo Hoe-jin,
pertemuan itu telah dipergoki oleh Yo Po Thian yang binasa karena gusar dan Yo Hoe-jin
sendiri kemudian bunuh diri. Apakah kedua kerangka inii suami istri Yo Po Thian? tanyanya
dalam hati.
Ia mendekati kerangka lelaki, di samping kerangka tergeletak selembar kulit kambing yang
lalu diambilnya dan diteliti. Di satu muka kulit itu berbulu di lain muka licin dan mengkilat.
Siauw Ciauw turut mengawasi. Tiba-tiba dengan paras berseri-seri ia mengambil kulit itu dari
tangan Boe Kie. Selamat, Kongcoe! katanya dengan suara girang. Ini adalah ilmu silat
tertinggi dari Beng-kauw. Sehabis berkata begitu ia menggoreskan jari tangannya di mata
pisau yang menancap di dada Yo Hoe-jin dan kemudian mengoles darahnya di bagian kulit
yang licin. Perlahan-lahan di atas kulit yang kena darah timbul huruf-huruf seperti berikut,
Beng-kauw Seng-hwee Sim-hoat Kian-koon Tay lo ie. (Kian koen Tay lo ie, ilmu api suci dari
agama Beng-kauw)
Tapi Boe Kie tak terlalu girang. Di jalan rahasia ini tiada air dan tiada beras, pikirnya. Kalau
tak bisa keluar, paling lama tujuh delapan hari, aku dan Siauw Ciauw akan mati kelaparan.
Ilmu yang bagaimana tinggipun tiada gunanya. Ia melirik kedua kerangka itu dan bertanya
pula dalam hatinya, Mengapa Goan-tin tak mengambil kulit kambing itu. Mungkin sekali
sesudah melakukan perbuatan terkutuk ia tak berani datang lagi. Ah! Ia tentu tak tahu bahwa
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 726
Kian koen Tay lo ie Sim hoat tertulis di kulit itu. Kalau ia tahu, jangakan Yo Po Thian dan
istrinya sudah meninggal dunia, sekalipun mereka masih hidup ia pasti akan datang
mencurinya.
Siauw Ciauw, bagaimana kau tahu rahasia kulit kambing itu?
Aku mencuri dengar waktu Looya bicara dengan Siocia, jawabnya. Mereka berdua adalah
murid-murid Beng-kauw dan mereka tak berani masuk ke sini untuk mengambilnya. Seperti
Kongcoe ketahui, hanya seorang Kauwcoe yang boleh masuk ke jalan rahasia ini.
Dengan rasa haru Boe Kie mengawasi kedua kerangka itu. Sebaiknya kita menguburkan
mereka, katanya.
Bersama si nona, ia segera mengumpulkan batu-batu kecil dan pasir yang rontok karena
ledakan tadi dan kemudian mendampingkan kedua kerangka itu. Mendadak Siauw Ciauw
mengambil sesuatu dari kerangka Yo Po Thian. Thio Kongcoe, sepucuk surat, katanya.
Boe Kie membacanya, di atas sampul tertulis, Dipersembahkan kepada istriku. Karena sudah
lama, sampul itu agak rusak sedangkan huruf-hurufnya pun sukar dibaca tapi dari coretannya
yang telah buram, dapat dilihat bahwa huruf-huruf itu indah dan angker. Sampul masih utuh,
belum tersobek.
Sebelum membaca, Yo Hoe-jin telah bunuh diri, kata Boe Kie. Dengan sikap hormat, lalu
menaruh surat itu di atas kerangka. Baru saja ia mau mengubur dengan pasir dan batu, Siauw
Ciauw berkata, Apakah tak baik bila kita membaca surat itu? Mungkin sekali Yo Kauwcoe
meninggalkan pesan?
Kurasa kurang pantas, kata Boe Kie.
Mungkin Kongcoe keliru, bantah si nona. Andaikata ada sesuatu yang diinginkan Yo
Kauwcoe dan belum terpenuhi, alangkah baiknya jika diketahui kita supaya kita bisa
menyampaikan langsung kepada Looya dan Siocia.
Boe Kie mengangguk lalu menyobek sampul. Ia mencabut sehelai sutera putih yang tertulis
sebagai berikut:
Hoe-jin bacalah ini, semenjak menikah denganku siang malam Hoe-jin berduka. Aku adalah
seorang yang tak mempunyai budi sehingga aku tak bisa menyenangkan hatimu dan untuk
kekurangan itu aku merasa menyesal tak habisnya, kini kita akan berpisah untuk selamalamanya.
Kuharap Hoe-jin sudi memaafkanku.
Cioe Kauwcoe dari turunan ketiga puluh dua telah memerintahkan supaya setelah selesai
dalam latihan Kian koen Tay lo ie Sin-kang, aku segera pergi ke Congto dari Kay pang
(markas besar Partai Pengemis) untuk mengambil kembali barang-barang peninggalan Cioe
Kauwcoe dari turunan ketiga puluh satu.
Aku baru saja menyelesaikan latihan Sin-kang tingkat kelima. Apa daya, aku tahu urusan
Seng Soe-tee. Darah dan hawa bergolak-golak dan aku tak dapat menguasai diriku lagi.
Tenagaku akan buyar dan aku menghadapi kematian. Inilah takdir. Tiada manusia dapat
melawan takdir.
Membaca sampai di situ Boe Kie menghela nafas, Kalau begitu, sebelum menulis surat, Yo
Kauwcoe telah tahu adanya pertemuan antara Seng Koen dan istrinya di jalan rahasia ini,
katanya.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 727
Siauw Ciauw mengawasi pemuda itu dengan sorot matanya tapi ia tak berani membuka
mulut. Maka itu secara singkat Boe Kie lalu menceritakan tentang Seng Koen dan Yo Hoejin.
Menurut pendapatku, Yo Hoe-jin lah yang bersalah, kata si nona. Jika ia tetap mencintai Seng
Koen, seharusnya ia tak boleh menikah dengan Yo Kauwcoe. Setelah menikah dengan Yo
Kauwcoe, ia tak boleh membuat pertemuan rahasia lagi dengan Seng Koen.
Boe Kie manggut-manggutkan kepalanya. Di dalam hati ia memuji nona cilik yang sudah bisa
membedakan apa yang benar dan apa yang salah. Sesudah berdiam sejenak, ia membaca lagi.
Cioe Kauwcoe adalah seorang gagah dan berakal budi. Sungguh sayang, ia mati dalam tangan
Soe Tiang-loo (empat tetua) dari Kay pang. Sebegitu lama barang peninggalan Cioe Kauwcoe
belum dapat diambil kembali. Sebegitu lama juga di mana adanya Seng hwee-leng belum bisa
diketahui. Sekarang aku menghadapi kematian dan aku telah menyia-nyiakan pesan Cioe
Kauwcoe. Aku adalah orang berdosa dalam agama kita.
Kuharap dengan mengggunakan surat ini Hoe-jin sudi mengumpulkan kedua Kong-beng Soecia,
keempat Hoe-kauw Hoat-ong, kelima Ngo-beng Khie-see dan Ngo Sian-jin.
Beritahukanlah kepada mereka bahwa aku memerintahkan seperti berikut: Siapapun jua yang
bisa mengambil barang peninggalan Cioe Kauwcoe dan Seng hwee-leng, dialah yang akan
menjadi Kauwcoee turunan ketiga puluh empat dari agama kita. Siapa yang membantah boleh
segera dibinasakan! Akupun memrintahkan supaya untuk sementara waktu Cia Soen
bertindak sebagai Hoe Kauwcoe (wakil pemimpin agama) utnuk mengurus berbagai urusan
dari agama kita.
Hati Boe Kie berdebar-debar, kini baru ia tahu bahwa ayah angkatnya telah ditunjuk oleh Yo
Po Thian sebagai Hoe Kauwcoe. Hanya sayang, Yo Hoe-jin sudah bunuh diri. Bila tidak,
orang-orang Beng-kauw tentu tak sampai saling bermusuhan dan saling bunuh. Di dalam hati
kecilnya diam-diam ia merasa bangga bahwa Yo Po Thian sudah menghargai ayah angkatnya.
Ia membaca lagi.
Untuk sementara waktu, ilmu Kian koen Tay lo ie harus diserahkan kepada Cia Soen. Nanti,
sesudah ada kauwcoe baru, barulah Sim-hoat itu diserahkan kepadanya. Kauwcoe baru
bertugas untuk memperbesar agama kita, mengusir kaum penjajah, melakukan perbuatanperbuatan
mulia, menumpas kejahatan, meluruskan yang bengkok dan membasmi segala
kebusukan.
Boe Kie berhenti lagi. Ia bingung dan berkata dalam hatinya, Dilihat begini, Beng-kauw
mempunyai tujuan yang sangat mulia. Berbagai partai persilatan yang memusuhi agama itu
adalah perbuatan yang tidak pantas.
Ia menghela nafas dan melanjutkan.
Dengan menggunakan Sin-kang yang masih berada dalam tubuhku, aku akan menutup pintu
batu supaya aku bisa berada bersama-sama Seng Soe-tee. Untuk selama-lamanya aku tak akan
berpisah lagi dengan dia. Hoe-jin sendiri bisa meloloskan diri dengna melihat peta jalan
rahasia. Pada jaman ini, tiada orang lain yang bisa menggerakkan pintu batu Boe Ong-wie.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 728
Andaikata di kemudian hari ada seorang gagah yang bisa membuka pintu itu, aku dan Seng
Soe-tee sudah jadi kerangka belaka. Hormat dari suamimu, Po Thian.
Di belakang surat itu terdapat sebuah peta yang melukiskan semua jalan dan pintu-pintu dari
jalan rahasia itu.
Boe Kie girang tak kepalang. Yo Kauwcoe ternyata memang ingin mengurung Seng Koen
dalam jalan rahasia ini dan rela mati bersama-sama, katanya. Sayang sekali ia tak dapat
mempertahankan diri dan sudah mati terlebih dulu sedang manusia busuk itu masih bisa
malang melintang hingga sekarang. Bagus juga kita mendapat peta ini dan kita akan bisa
keluar.
Sehabis berkata begitu, ia meneliti peta tersebut dan mencari tempat di peta di mana mereka
berada sekarang. Tiba-tiba ia seperti diguyur air dingin. Mengapa? Karena jalan keluar yang
satu-satunya adalah jalan yang sudah ditutup dengan batu raksasa oleh Seng Koen. Peta
berada di tangan, tapi tidak berguna!
Kongcoe, jangan terlalu bingung, hibur Siauw Ciauw. Mungkin sekali kita bisa cari jalan lain.
Ia mengambil peta itu dari tangan Boe Kie dan lalu memperhatikannya. Tapi sesudah melihat
sampai matanya berkunang-kunang ia tak bisa mendapatkan jalan lain. Jalan yang tertutup
batu itu adalah jalan satu-satunya.
Melihat paras si nona yang putus harapan, Boe Kie tertawa getir. Menurut surat Yo Kauwcoe,
seseorang yang sudah berhasil dalam Kian koen Tay lo ie Sin-kang bisa mendorong pintu
batu itu, katanya. Di saat ini, hanya Yo Siauw Sianseng yang pernah berlatih ilmu itu tapi
kepandaiannya masih cetek sehingga andaikata ia berada di sini, belum tentu ia bisa berhasil.
Di samping itu, kitapun tak tahu di mana tempat kedudukan Boe Ong-wie. Tidak tertulis di
atas peta, di mana kita harus mencarinya?
Boe Ong-wie? tegas Siauw Ciauw. Boe Ong-wie adalah salah satu wie (kedudukan) dari
enam kedudukan yang terdapat dalam Lak-cap Sie-kwa (ilmu pentang-pentangan) dari Hokhie.
Boe Ong-wie terletak di antara Beng Ie-wie dan Swee-wie. Seraya berkata begitu ia
berjalan sesuai dengan kedudukan dari ilmu pentang-pentangan itu. Sesudah berada di sudut
barat laut dari ruangan itu, ia berkata, Kalau tak salah di sini.
Semangat Boe Kie terbangun, Apa benar? tanyanya. Ia berlari-lari ke tempat senjata dan
mengambil sebuah kampak. Dengan alat itu, ia membersihkan tanah dan pasir yang melekat
di dinding. Benar saja ia segera mendapatkan garis-garis yang menunjukkan adanya sebuah
pintu. Ia girang dan berkata dalam hati, Meskipun tak mengenal Kian koen Tay lo ie Sinkang,
aku sudah memiliki Kioe yang Sin-kang. Mungkin dapat digunakan.
Ia segera mengumpulkan hava di bagian pusar, mengerahkan tenaga dalam kedua lengannya,
memasang kuda-kuda dan kemudian mendorong pintu. Pintu itu tidak bergeming. Ia mencoba
berulang-ulang dengan segenap tenaganya. Tetap tidak berhasil. Ia mendorong lagi sehingga
tulang-tulangnya berkelotokan dan kedua lengannya lemas. Pintu tetap tidak bergerak.
Thio Kongcoe, sudahlah! kata Siauw Ciauw. Sebaiknya kita gunakan bahan peledak.
Baiklah, aku lupa kita masih punya bahan peledak, kata pemuda itu.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 729
Mereka segera mengambil sisa bahan peledak dan meledakkannya di bawah pintu. Batu
somplak tapi pintunya tetap tidak bergerak.
Dengan rasa menyesal dan terharu, Boe Kie menarik tangan si nona dan berkata dengan suara
halus, Siauw Ciauwakulah yang bersalah, aku mengajak kau kemari sehingga kau tidak bisa
keluar lagi.
Si nona mengawasi muka Boe Kie dengan matanya yang bening. Thio Kongcoe, sebenarnya
kau yang harus menyalahkan aku, katanya. Jika aku tidak membawa kau kemari kau tidak. Ia
tidak dapat meneruskan perkataannya dan lalu menyeka air mata dengan lengan bajunya.
Untuk beberapa saat, mereka membungkam. Tiba-tiba si nona tertawa. Sudahlah! katanya.
Kita tidak bisa keluar, jengkelpun tak berguna. Sebaiknya aku menyanyi. Apa kau setuju?
Boe Kie sebenarnya tak punya kegembiraan untuk mendengarkan nyanyian, tapi supaya tidak
mengecewakan si nona, ia mengangguk. Bagus! katanya sambil tertawa.
Siauw Ciauw segera duduk di samping pemuda itu. Sesudah mendehem beberapa kali, ia
mulai.
Bersandar di guba,
Membuat gubuk,
Biarpun melarat, tetap bahagia,
Di tepi sungai berbicara dengan si pencari kayu,
Di gunung mencari sahabat lama,
Di angkasa berkawan dengan burung Hong,
Dia berhasil,
Dia menertawai kita!
Dia gagal,
Kita menertawai dia!
Waktu si nona menyanyi, Boe Kie tak begitu memperhatikan. Tapi sesudah mendengar dia
berhasil, dia menertawai kita, dia gagal, kita menertawai dia hatinya tertarik dan ditambah
dengan suara si nona yang sangat merdu, rasa jengkelnya segera menghilang.
Sementara itu, si nona melanjutkan nyanyiannya.
Syair menghilangkan kedukaan,
Pedang penuh keangkeran,
Seorang Enghiong tak perdulikan kemiskinan atau kekayaan,
Di sungai membunuh Kauw,
Dikira memanah Tiauw,
Di daerah perbatasan memutar golok,
Dia berhasil,
Dia menertawai kita,
Dia gagal,
Kita menertawai dia.
Waktu menyanyi dibagian itu, suara si nona nyaring dan bernada gagah.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 730
Siauw Ciauw, sungguh merdu suaramu! Boe Kie memuji. Siapa yang menggubah lagu itu?
Si nona tertawa. Kau bohong! Suaraku tak keruan begitu, katanya. Aku meniru nyanyian
orang lain. Tak tahu siapa yang menggubahnya. Sesudah berdiam sejenak, ia berkata pula.
Apa benar kau senang mendengarnya? Tidak bohong?
Boe Kie tertawa nyaring, Mana bisa aku berbohong di hadapanmu, katanya. Tidak! Memang
benar suaramu merdu dan sajak lagu itu indah sekali. Sungguh!
Baiklah, kalau begitu aku mau menyanyi lagi, kata si nona. Sayang sekali tidak ada pie-pee
(semacam gitar). Sambil menepuk-nepuk batu dengan lima jarinya, ia segera menyanyi pula.
Perubahan di dunia silih berganti,
Manusia harus menyesuaikan diri,
Nasib memutuskan kemakmuran atau keruntuhan,
Dalam kebahagiaan bersembunyi malapetaka,
Dalam malapetaka bersembunyi kebahagiaan,
Mana ada kekayaan abadi?
Dari angkasa, sang surya kelam ke barat,
Dari bundar sang rembulan somplak sebelah,
Di langit dan di bumi tak ada yang sempurna,
Hilangkan kerutan alis,
Hentikan permusuhan remeh,
Paras muka di hari ini,
Lebih tua daripada kemarin,
Yang lama pergi yang baru datang,
Semua tak luput,
Yang pintar, yang bodoh,
Yang miskin, yang kaya,
Pada akhirnya manusia,
Tidak bisa lari dari hari itu,
Hari ini ada kesenangan,
Nikmatilah kesenangan,
Siang dan malam seratus tahun,
Yang berusia tujuh puluh tahun jarang ada,
Sang waktu mengalir bagaikan air,
Gelombang demi gelombang.
Sajak itu adalah pengutaraan isi hati dari seseorang yang sudah kenyang makan asam
garamnya dunia dan yang sudah bisa melihat tidak kekalnya segala keduniawian. Bahwa sajak
itu diucapkan oleh seseorang muda belia seperti Siauw Ciauw, kelihatannya sangat tidak
sesuai. Mungkin sekali ia tak tahu artinya. Ia hanya mendengar nyanyian orang lain dan lalu
meniru.
Tapi Boe Kie lain, ia masih muda, tapi selama sepuluh tahun, ia telah merasakan bermacammacam
kegetiran dan mendapat berbagai pengalaman luar biasa. Sekarang ia terkurung di
perut gunung dan di hadapannya tidak ada jalan hidup. Tapi sesudah mendengar nyanyian
Siauw Ciauw, ia merasa dadanya lega. Ia merasa kuat, terutama karena dua kalimat yang
berbunyi pada akhirnya manusia, tidak bisa lari dari hari itu.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 731
Hari itu! Hari itu! yang mesti di alami setiap manusia, setiap makhluk berjiwa. Hari pulang ke
alam baka.
Sebagai manusia, Boe KIe yang masih muda sudah beberapa kali mengalami detik-detik mati
atau hidup. Pada masa lampau, mati atau hidupnya tidak bersangkutan dengan siapapun juga.
Tapi sekarang, keadaan agak berlainan. Kematiannya bukan saja menyeret Siauw Ciauw, tapi
juga mempunyai hubungan dengan mati hidupnya Beng-kauw, selamat celakanya Yo Siauw
dan yang lain-lain, permusuhan antara Goan-tin dengan ayah angkatnya. Ia tidak takut mati,
terlebih sesudah mendengar nyanyian si nona. Tapi kalau boleh, ia tidak mau mati sekarang
karena ia merasa memikul tugas-tugas yang belum diselesaikan.
Ia lalu bangkit dan mendorong pula pintu batu itu. Ia merasakan mengalirnya Cin-khie di
seluruh tubuhnya, sepertinya ia mempunyai tenaga yang besarnya tidak terbatas, tapi tidak
dapat dikeluarkan. Tenaga itu seperti gelombang air bah yang tertahan oleh gili-gili. Tiga kali
ia mencoba, tiga kali ia gagal.
Sementara itu Siauw Ciauw sudah melukai lagi jari tangannya dan mengoleskan darahnya di
kulit kambing, Thio Kongcoe, katanya. Apakah tidak baik jika kau melatih Sin-kang dari
Kian koen Tay lo ie? Kau sangat cerdas dan mungkin sekali segera berhasil.
Boe Kie tertawa. Para Kauwcoe dari Beng-kauw telah berlatih seumur hidup, tapi hanya
beberapa orang saja yang bisa dikatakan berhasil, jawabnya. Sebagai Kauwcoe mereka pasti
bukan orang sembarangan. Mereka semua mempunyai kecerdasan dan kepandaian yang
sangat tinggi. Bagaimana caranya aku bisa mengharap bahwa dalam waktu singkat aku bisa
berhasil dalam suatu latihan yang sukar, yang tidak dapat dilakukan oleh para mendiang
Kauwcoe itu?
Si nona tak menyahut. Ia menunduk dan menyanyi dengan perlahan.
Hari ini ada kesenangan,
Nikmatilah kesenangan itu,
Hari ini bisa berlatih,
Berlatihlah hari ini.
Sambil tersenyum Boe Kie lalu mengambil kulit kambing itu dari tangan Siauw Ciauw dan
lalu membacanya. Ia mendapati kenyataan bahwa apa yang tertulis adalah ilmu untuk
menjalankan pernafasan dan menggunakan tenaga dalam. Ia lalu mencoba-coba dan dengan
mudah ia berhasil. Di kulit itu terdapat juga tulisan yang berbunyi sebagai berikut.
Inilah Sin-kang tingkat pertama. Orang yang cerdas dan berbakat bisa berhasil dalam waktu
tujuh tahun. Orang biasa harus menggunakan waktu empat belas tahun.
Boe Kie heran tak kepalang. Ia berhasil dalam sekejap mata. Mengapa dalam kulit kambing
tertulis harus menggunakan sedikitnya tujuh tahun?
Ia segera membaca ilmu tingkat kedua dan terus berlatih. Kali inipun ia berhasil dengan
mudah. Ia merasa semacam hawa dingin yang halus seperti benang seakan-akan menyambar
keluar dari sepuluh jari tangannya. Di bawah ilmu itu terdapat penjelasan sebagai berikut.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 732
Inilah Sin-kang tingkat kedua. Orang cerdas dan berbakat bisa berhasil dalam waktu tujuh
tahun. Orang biasa harus menggunakan waktu sedikitnya empat belas tahun. Manakala
sesudah berlatih dua puluh satu tahun masih belum mendapat kemajuan, orang itu dilarang
maju pada tingkat ketiga, untuk mencegah kecelakaan yang tidak dapat ditolong lagi.
(Menurut kepercayaan, jika seseorang melatih Lweekang tinggi secara salah atau secara
memaksakan diri, maka ilmu itu bisa membinasakan orang yang berlatih seperti golok makan
tuan)
Boe Kie kaget bercampur girang. Dengan bernafsu ia segera membaca ilmu ketiga. Ketika itu,
huruf-huruf di atas kulit kambing telah mulai buram, tapi baru saja ia mau mencabut pisau
untuk menggores jari tangannya, Siauw Ciauw sudah mendahului dan mengoles kulit
kambing dengan darahnya.
Ia berhasil dalam ilmu ketiga dan keempat sama mudahnya seperti orang membelah bambu.
Dengan rasa takut Siauw Ciauw mengawasi muka pemuda itu yang berwarna aneh, sebelah
hijau. Tapi hatinya segera tentram kembali karena paras Boe Kie tetap tenang dan hanya
kedua matanya berkilat-kilat. Waktu Boe Kie melatih diri dalam Sin-kang tingkat kelima,
suatu perubahan terjadi pada dirinya.
Mukanya sebentar biru sebentar merah, waktu mukanya biru badannya agak gemetaran dan
berhawa dingin seperti gundukan es, sedang waktu mukanya merah keringat menetes turun
seperti hujan gerimis dari kedua pipinya.
Siauw Ciauw mengeluarkan sapu tangan dan mengangsurkan tangan untuk menyeka keringat
di muka pemuda itu. Tapi baru saja sapu tangan menyentuh dagu, lengannya mendadak
bergetar dan hampir-hampir ia jatuh terjengkang. Boe Kie bangkit dan menyapu keringat
dengan lengan bajunya. Ia tak mengerti mengapa Siauw Ciauw terhuyung. Ia tak mengerti
bahwa ia sudah berhasil dalam latihan Sin-kang tingkat kelima.
Kian koen Tay lo ie Sin-kang adalah suatu ilmu menakjubkan untuk mengerahkan dan
menggunakan tenaga. Pada hakekatnya, ilmu tersebut adalah untuk mengeluarkan tenaga luar
biasa yang tersembunyi dalam tubuh setiap manusia. Dalam keadaan biasa tenaga yang
bersembunyi itu tak dapat dikeluarkan. Hanya pada detik-detik berbahaya, misalnya pada
waktu kebakaran barulah tenaga itu keluar. Sering kita mendengar cerita bahwa dalam
menghadapi bencana, seseorang yang lemah dapat melakukan perbuatan yang luar biasa
seperti mengangkat barang ratusan atau ribuan kati beratnya yang tak akan dapat
dilakukannya dalam keadaan biasa.
Sesudah berhasil dalam Kioe yang Sin-kang, tenaga yang bersembunyi dalam tubuh Boe Kie
tidak dapat tertandingi oleh siapapun juga dalam dunia ini. Tapi karena belum mendapat
petunjuk dari seorang guru yang pandai, ia masih belum bisa menggunakan tenaga yang
bersembunyi itu.
Sekarang, sesudah mempelajari Kian koen Tay lo ie Sin-kang dan melatih diri dalam ilmu itu,
maka tenaganya yang tersembunyi membanjir keluar bagaikan air bah yang tak dapat ditahan
lagi.
Bagi manusia biasa, Kian koen Tay lo ie Sin-kang adalah ilmu yang sukar dipelajari dan salah
sedikit saja dalam latihannya, ilmu itu bisa makan tuan bisa membinasakan si pelajar sendiri.
Mengapa begitu? Karena ilmu untuk mengerahkan tenaga dalam sangat berbelit-belit, sedang
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 733
si pelajar sendiri tidak mempunyai tenaga dalam yang cukup kuat untuk mengimbanginya.
Sebagai contoh, kalau seorang bocah yang baru berusia tujuh delapan tahun bersilat dengan
menggunakan martil yang beratnya ratusan kati, maka makin sulit ilmu silat yang
dijalankannya, makin gampang kepalanya terpukul martil. Tapi hal ini tak mungkin terjadi
jika yang bersilat dengan martil itu seorang dewasa yang bertenaga besar.
Dalam waktu yang lalu, orang-orang melatih diri dalam Kian koen Tay lo ie Sin-kang
semuanya tidak mempunyai cukup tenaga dan memaksa diri belajar. Sebagaimana diketahui,
seorang ahli silat yang sedang mengajar serupa ilmu, biasanya tidak bisa merasa puas dan rela
mengundurkan diri di tengah jalan. Maka itu banyak yang sudah menjadi korban dari latihan
yang dipaksakan.
Mengapa Boe Kie berhasil sedangkan tokoh-tokoh yang lebih hebat gagal? Jawabnya sangat
sederhana. Karena Boe Kie memiliki cukup tenaga yang didapat dari latihan Kioe yang Sinkang.
Sesudah menyelesaikan latihan tingkat kelima, pemuda itu merasa semangatnya bergelora dan
tenaga dalamnya dapat dikeluarkan atau ditarik pulang sesuka hati. Di samping itu, iapun
merasakan kesegaran luar biasa pada sekujur badannya. Kini ia melupakan hal untuk
mendorong pintu batu dan terus mempelajari ilmu tingkat keenam. Berselang kurang lebih
satu jam ia telah mulai dengan ilmu tingkat ketujuh.
Inilah yang paling sukar, beberapa lipat ganda lebih sukar daripada pelajaran tingkat keenam.
Untung juga, ia mahir dalam ilmu pengobatan dan hiat-to. Dengan pengetahuan itu, ia selalu
dapat memecahkan bagian-bagian yang sulit dan kurang terang.
Setelah berhasil sebagian besar dari ilmu tingkat ketujuh itu, tiba-tiba ia bertemu dengan satu
bagian ilmu yang dilukiskan dengan beberapa baris huruf. Sesudah membaca dengan teliti, ia
lalu mulai berlatih menurut petunjuk itu. Mendadak ia merasa hawa yang rasanya bergejolak
sedang jantungnya memukul keras. Ia segera menghentikan latihan dan menentramkan
semangatnya. Beberapa saat kemudian, ia berlatih lagi, tapi hasilnya tak berbeda.
Ia melompati kalimat pertama dan berlatih dengan kalimat kedua. Latihan itu berjalan lancar,
tapi waktu tiba pada kalimat ketiga, ia kembali mengalami kesukaran. Makin lama, kesulitan
makin besar. Setelah ia mempelajari seluruh Kian koen Tay lo ie Sin-kang, ada tiga belas
kalimat yang tak berhasil dilatih olehnya.
Sesudah berpikir beberapa saat, ia menaruh kulit kambing itu di atas batu dan kemudian ia
berlutut beberapa kali. Dengan suara perlahan ia berkata, Secara tak sengaja, teecoe Thio Boe
Kie telah mendapatkan ilmu Sin-kang dari Beng-kauw. Dalam mempelajari ilmu tersebut
tujuan teecoe adalah untuk menolong jiwa sendiri dan bukan semata-mata ingin mencuri ilmu
Beng-kauw. Jika teecoe bisa lolos dari tempat berbahaya ini, maka dengan menggunakan Sinkang
teecoe akan berusaha sekeras-kerasnya guna kepentingan Beng-kauw. Teecoe pasti
takkan melupakan budi para Kauwcoe yang sudah menolong jiwa teecoe.
Siauw Ciauw pun berlutut dan sesudah manggutkan kepalanya beberapa kali, ia berdoa
dengan suara perlahan, Teecoe memohon supaya para leluhur melindungi Thio Kongcoe
dalam usaha menegakkan kembali agama kita dan memulihkan keangkeran para leluhur.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 734
Boe Kie bangkit seraya berkata, Aku bukan murid Beng-kauw dan dengan mengingat ajaran
Thay soehoe, akupun takkan masuk ke dalam kalangan Beng-kauw. Tapi sesudah membaca
surat wasiat Yo Kauwcoe, aku yakin bahwa tujuan Beng-kauw adalah luhur dan lurus.
Dengan demikian aku bertekad untuk menggunakan segenap tenagaku guna menyingkirkan
salah pengertian berbagai partai dan mendamaikan permusuhan kedua belah pihak.
Thio Kongcoe, kau mengatakan bahwa kau gagal dalam tiga belas kalimat, kata Siauw Ciauw.
Mengapa kau tak mau mengaso dan sesudah segar baru mencoba lagi?
Biar bagaimanapun juga, hari ini aku sudah berhasil dalam Sin-kang tingkat ketujuh, kata Boe
Kie. Memang benar ada tiga belas kalimat yang dilompati dan dalam keseluruhannya masih
terdapat suatu kekurangan. Tapi sebagaimana dikatakan dalam nyanyianmu sendiri, dalam
dunia ini tak ada sesuatu yang sempurna. Mengapa aku ini tak bisa merasa puas? Apakah jasa
dan kemuliaannya Thio Boe Kie sehingga ia mesti memiliki seluruh ilmu dari Beng-kauw?
Aku menganggap pantas sekali, jika aku tak berhasil dalam tiga belas kalimat itu.
Benar kata Kongcoe, jawab si nona yang lalu mengambil kulit kambing itu dari tangan Boe
Kie dan minta diberitahukan kalimat-kalimat mana yang dimaksudkan itu. Diam-diam ia
membaca ketiga belas kalimat itu beberapa kali.
Perlu apa kau menghafal? tanya Boe Kie sambil tersenyum.
Paras si nona berubah merah. Tak apa-apa, jawabnya dengan jengah. Aku hanya ingin tahu
kalimat apa yang sedemikian sukar sehingga tak dapat dipecahkan olehmu sendiri. Tapi di
dalam hatinya, Siauw Ciauw mempunyai maksud lain. Ia tahu bahwa pemuda itu seorang
yang jujur dan jika mereka bisa keluar dari tempat itu, ia tentu akan menyerahkan kulit
kambing itu kepada Yo Siauw. Ia menghafal tiga belas kalimat itu supaya kalau dikemudian
hari Boe Kie mau mencoba lagi, ia bisa membantu biarpun kulit kambingnya sudah berada di
tangan orang lain.
Dengan mengenal batas, tanpa diketahui olehnya sendiri, Boe Kie telah menyelamatkan diri
dari suatu bahaya.
Dulu, tokoh yang membuat ilmu Kian koen Tay lo ie adalah seseorang yang memiliki tenaga
dalam sangat tinggi tapi tenaga dalamnya belum mencapai tingkat Kioe yang Sin-kang. Ia
mengubah Sin-kang ketujuh tapi ia sendiri belum berhasil melatih seluruhnya. Ada beberapa
bagian yang ditulis bukan berdasarkan kenyataan tapi khayalan yang keluar dari otaknya yang
sangat cerdas. Tiga belas kalimat yang tidak dapat ditembus Boe Kie adalah bagian khayalan
itu. Manakala Boe Kie tidak mengenal batas dan bertekad untuk memiliki seluruh ilmu, maka
ia akan menyimpang ke jalan yang salah sehingga pada akhirnya ilmu itu akan makan tuan, ia
bisa jadi gila atau binasa.
Sesudah mengaso beberapa saat, Boe Kie dan Siauw Ciauw lalu mengubur kerangka Yo Po
Thian dan istrinya dengan pasir dan batu-batu kecil. Sesudah itu mereka menghampiri pintu
batu.
Boe Kie menempelkan tangan kanannya pada pintu itu dan mendorong dengan menggunakan
Kian koen Tay lo ie Sin-kang. Begitu didorong, pintu itu bergerak. Ia menambah tenaga dan
pintu lantas saja terbuka dengan perlahan.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 735
Siauw Ciauw kegirangan. Ia melompat-lompat sambil menepuk-nepuk tangan. Mendengar
suara kerincingan rantai, Boe Kie berkata, Coba aku berusaha memutuskan rantai itu.
Kali ini kau pasti berhasil, kata si nona.
Seraya mengerahkan Lweekang, Boe Kie membetot, tapi rantai itu hanya mulur dan tak putus.
Celaka! Makin panjang akan makin sukar, kata Siauw Ciauw.
Boe Kie menggelengkan kepala. Aneh benar.
Mengapa rantai itu begitu alot?
Rantai tersebut terbuat dari sebuah batu meteor yang jatuh dari langit. Batu itu mengandung
semacam logam yang sifatnya sangat berbeda dengan logam apapun jua yang ada di dunia.
Secara kebetulan batu itu dipatahkan salah seorang Kauwcoe dari Beng-kauw dan secara
kebetulan pula pada jaman itu hidup seorang pandai besi yang luar biasa. Dengan
menggunakan api si pandai besi melebur batu itu dan kemudian membuat rantai yang
sekarang terikat pada kaki tangan Siauw Ciauw. Bahwa Boe Kie bisa menariknya sehingga
mulur sudah merupakan suatu perbuatan yang tidak dapat ditiru oleh siapapun jua.
Siauw Ciauw menunduk dan menghela nafas.
Jangan jengkel, serahkan saja padaku, hibur Boe Kie. Aku akan berusaha untuk membuka
rantai itu. Kita telah terkurung dalam perut gunung tapi aku masih bisa keluar. Aku tidak
percaya kita tidak berdaya terhadap rantai yang begitu kecil.
Si nona mendongak dan berkata seraya tertawa. Thio Kongcoe, sesudah berjanji kuharap kau
tidak mungkir lagi.
Aku akan minta supaya Poet Hwie Moay-moay membuka rantai itu, kata Boe Kie. Ia pasti tak
akan menolak permintaanku.
Dalam tekadnya untuk mencari Goan-tin, Boe Kie segera mendorong lagi kedua batu raksasa
yang beratnya berlaksa kati. Tapi walaupun ia memiliki Sin-kang, tenaga manusia selalu
terbatas. Kedua batu itu hanya bergoyang-goyang sedikit dan tidak dapat digeser. Ia
menggeleng-gelengkan kepalanya dan bersama Siauw Ciauw lalu keluar dari pintu batu yang
terbuka. Sesudah berada di luar, ia memutar badan untuk menutupnya pula. Tapi ternyata
yang merupakan daun pintu adalah batu raksasa, Boe Kie menghela nafas. Untuk membuat
terowongan di bawah tanah itu, entah berapa banyak tenaga dan pikiran yang sudah
digunakan orang-orang Beng-kauw.
Dengan tangan mencekal peta jalan rahasia, Boe Kie mengajak Siauw Ciauw mencari jalan
keluar. Terowongan banyak cabangnya, tapi dengan pertolongan peta, dengan tak banyak
kesulitan mereka bisa keluar.
Begitu berada di alam bebas, mereka memejamkan mata karena tak tahan dengan sinar terang
yang menyilaukan. Selang beberapa lama, perlahan-lahan mereka membuka mata lagi.
Mereka ternyata berada di atas bumi yang tertutup salju. Mata mereka silau oleh sebuah sinar
salju yang disoroti matahari.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 736
Sementara itu, Siauw Ciauw meniup api obor, membuat sebuah lubang di salju dan kemudian
menguburkan potongan kayu yang tadi dijadikan obor di dalam lubang itu. Kayu, oh kayu!
katanya dengan suara perlahan. Terima kasih banyak untuk pertolonganmu. Kamu telah
memberikan sinar terang sehingga Thio Kongcoe dan aku bisa keluar dari gua. Tanpa
pertolonganmu kami tentu akan binasa.
Boe Kie tertawa terbahak-bahak, hatinya senang sekali. Di dalam dunia banyak sekali
manusia yang tak mengenal budi, pikirnya. Dengan berbuat begini, Siauw Ciauw
menunjukkan bahwa ia seorang yang luhur budinya. Ia merasa kagum, ia mengawasi kulit
muka yang putih bagaikan batu pualam. Tanpa sadar ia memuji, Siauw Ciauw, kau sungguh
cantik.
Thio Kongcoe, apa kau membohongi aku? tanya si nona dengan girang.
Sekarang kau ayu sekali, jawabnya. Tapi kau tak boleh berlagak bongkok dan pincang lagi.
Baiklah, kata Siauw Ciauw. Jika kau berkata begitu, biarpun Siocia, aku tentu takkan
menyamar lagi.
Gila! Perlu apa dia bunuh kau, bentak Boe Kie.
Mereka segera pergi ke pinggir tebing dan memperhatikan keadaan di sekitarnya. Mereka
ternyata berada di lereng sebuah puncak. Waktu datang di Kong beng-teng, Boe Kie berada
dalam karungnya Swee Poet Tek sehingga ia sama sekali tidak tahu keadaan bumi di gunung
ini. Sekarangpun ia masih belum tahu di mana mereka berada. Sambil menudung mata dengan
tangannya ia memandang ke tempat jauh. Tiba-tiba ia lihat beberapa sosok tubuh manusia
yang tergeletak di sebelah barat laut.
Coba kita lihat, katanya sambil mencekal tangan Siauw Ciauw dan lalu menuju ke tanjakan
itu dengan berlari-lari. Sesudah memiliki Kioe yang dan Kian koen Tay lo ie Sin-kang, setiap
gerakan Boe Kie hebat luar biasa. Maka itu, meskipun membawa Siauw Ciauw, larinya cepat
bagaikan walet terbang, dalam sekejap mereka sudah tiba ke tempat yang dituju.
Empat mayat rebah di situ, semua berlumuran darah. Tiga di antaranya mengenakan seragam
Beng-kauw sedang yang seorang pendeta, mungkin sekali murid Siauw Lim sie.
Celaka! seru Boe Kie di dalam tenggorakan. Selagi kita berada di perut gunung, keenam
partai sudah berada di sini. Ia meraba dada keempat mayat itu. Semuanya dingin.
Ia segera menarik tangan Siauw Ciauw dan mendaki puncak dengan mengikuti tapak kaki.
Sesudah melalui beberapa puluh tombak, mereka kembali bertemu dengan tujuh mayat yang
rupanya sangat menakutkan.
Boe Kie bingung, Bagaimana dengan Yo Siauw Sianseng, Poet Hwie Moay-moay? katanya.
Ia berlari-lari makin cepat sehingga Siauw Ciauw seolah-olah sedang terbang dengan
ditenteng pemuda itu.
Setelah membelok di sebuah tikungan, mereka bertemu dengan lima mayat murid Beng-kauw,
semuanya tergantung di pohon dengan kepala di bawah kaki di atas dan muka seperti dicakar
dengan cakar yang sangat tajam.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 737
Ah! Itu cakar Houw-jiauw chioe dari Hwa San-pay, kata Siauw Ciauw. (Houw-jiauw chioe,
Cakar Harimau)
Siauw Ciauw, bagaimana kau tahu? tanya Boe Kie dengan heran. Siapa yang
memberitahukannya kepadamu?
Tapi, karena memikirkan keselamatan kedua belah pihak yang sedang bermusuhan, tanpa
menunggu jawaban ia terus berlari-lari. Di sepanjang jalan dia bertemu dengan mayat-mayat,
sebagian besar mayat murid Beng-kauw, tapi mayat murid keenam partai pun tak sedikit
jumlahnya.
Boe Kie menduga bahwa selama ia terkurung di perut gunung sehari semalam, keenam partai
telah melakukan serangan besar-besaran. Sebab Yo Siauw, Wie It Siauw dan yang lain-lain
terluka berat maka murid-murid Beng-kauw tak punya pemimpin sehingga dalam
pertempuran itu mereka jatuh di bawah angin. Tapi, meskipun begitu dia melawan dengan
nekad dan mendapatkan kerusakan besar.
Waktu hampir tiba di puncak gunung, Boe Kie mendengar suara bentrokan senjata yang
sangat hebat. Hatinya agak lega. Pertempuran belum berhenti, keenam partai rupanya belum
masuk di toa thia, pikirnya. Ia mempercepat langkahnya.
Mendadak dua batang piauw menyambar.
Siapa kau? Berhenti! bentak seseorang.
Sambil menghentikan langkah, Boe Kie mengibaskan tangan dan kedua piauw itu terbang
kembali.
Aduh! seseorang berteriak dan terus roboh.
Boe Kie kaget, yang roboh seorang pendeta. Kedua piauw itu menembus pundaknya dan
kemudian menancap di salju. Ia tertegun, ia mengibas dengan pelan hanya untuk memukul
jatuh senjata rahasia itu. Tak disangka, kibasan itu bertenaga sedemikian besar. Buru-buru ia
membangunkan si pendeta dan berkata, Aku bersalah telah melukai Taysoe, mohon Taysoe
sudi memaafkan.
Darah berlumuran dari lukanya tapi pendeta itu sangat tegap dan gagah. Tiba-tiba ia
menendang dan kakinya mampir tepat di lambung Boe Kie yang tak menduga akan diserang
dengan cara begitu. Tapi hampir bersamaan dengan tendangan kaki kanannya itu, tubuh si
pendeta terpental dan menghantam satu pohon sehingga tulang kaki kanannya patah dan
mulutnya mengeluarkan darah. Boe Kie sendiri tidak tahu bahwa sesudah mempunyai dua
macam Sin-kang, di dalam tubuhnya terdapat semacam tenaga dahsyat yang bisa melawan
setiap pukulan secara wajar.
Melihat pendeta itu terluka berat, hati Boe Kie makin tidak enak. Ia membangunkannya
berulang-ulang dan memohon maaf. Pendeta itu mengawasinya dengan mata melotot. Ia heran
bercampur gusar.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 738
Mendadak dalam pekarangan yang terkurung tembok terdengar tiga kali teriakan kesakitan.
Boe Kie tidak dapat memperhatikan pendeta itu lagi. Sambil menarik tangan Siauw Ciauw, ia
masuk dengan berlari-lari. Sesudah melewati dua ruangan, mereka tiba di sebuah lapangan
terbuka yang penuh manusia. Rombongan yang berkumpul di sebelah barat jumlahnya lebih
kecil, sebagian besar sudah terluka dengan pakaian berlumuran darah. Rombongan itu adalah
rombongan Beng-kauw. Jumlah rombongan yang di sebelah timur beberapa kali lipat lebih
besar dan terbagi jadi enam barisan kecil. Mereka itu adalah keenam partai.
Boe Kie segera saja melihat bahwa Yo Siauw, Yo Poet Hwie, Wie It Siauw, Swee Poet Tek
dan yang lain-lain berada di tengah-tengah rombongan Beng-kauw. Mereka belum bisa
bergerak. Di tengah gelanggang terdapat dua orang yang sedang bertempur hebat. Karena
semua mata menuju ke arah pertandingan itu, maka masuknya Boe Kie dan Siauw Ciauw
tidak diperhatikan oleh siapapun juga.
Perlahan-lahan Boe Kie mendekati. Kedua orang itu berkelahi dengan tangan kosong.
Sambaran-sambaran angin dahsyat yang keluar dari pukulan-pukulan mereka menandakan
bahwa mereka adalah ahli-ahli silat kelas utama. Mereka bertempur dengan kecepatan kilat
dan setiap pukulan istimewa selalu disambut dengan sorak sorai.
Boe Kie mengawasi dengan hati berdebar-debar. Ia mengenali bahwa yang satu, yang
bertubuh kecil adalah Boe tong Sie-hiap Thio Siong Kee, sedang lawannya adalah seorang tua
yang berbadan tinggi besar, beralis putih dan berhidung bengkok seperti patok burung. Siapa
kakek itu? tanyanya di dalam hati.
Mendadak dari rombongan Hwa San-pay terdengar teriakan seseorang. Tua bangka Peh Bie!
Lebih baik kau menyerah kalah! Kau bukan tandingan Boe tong Sie-hiap.
Jantung Boe Kie memukul keras. Kalau begitu orang tua itu kakek luarnya. Peh Bie Eng-ong
In Thian Ceng. Ingin sekali menubruk dan memeluk orang tua itu tapi ia tak bisa berbuat
begitu.
Semua orang memperhatikan jalannya pertandingan sambil menahan nafas. Di atas kepala
Thio Siong Kee dan In Thian Ceng terlihat uap putih, suatu tanda mereka sedang
mengeluarkan Lweekang yang paling tinggi dalam suatu pertempuran mati atau hidup. Kedua
lawan sama-sama mempunyai nama besar, yang satu Peh Bie Kauwcoe dan Hoe Kauw
Hoatong dari Beng-kauw, yang lain murid Thio Sam Hong dan anggota Boe Tong Cit-hiap
yang menggetarkan dunia persilatan. Pertempuran ini adalah pertempuran yang akan
memutuskan keunggulan antara Boe Tong-pay dan Peh Bie-kauw. Dengan mata berkilat-kilat,
In Thian Ceng menyerang bagaikan angina dan hujan sedangkan Thio Siong Kee terus
mempertahankan diri sesuai dengan dasar ilmu silat Boe Tong yang menguasai serangan
dengan ketenangan. Siong Kee tahu bahwa lawannya yang lebih tua dua puluh tahun lebih
mempunyai Lweekang yang lebih dalam. Akan tetapi, sebagai imbangan ia berusia lebih
muda mempunyai keuletan yang lebih besar sehingga dalam suatu pertempuran yang lama, ia
pasti akan memperoleh kemenangan.
Tapi diluar dugaan, In Thian Ceng adalah seorang yang luar biasa yang jarang terdapat di
dalam dunia. Meskipun sudah berusia lanjut, tenaganya tidak kalah dari orang muda.
Bagaikan ombak air pasang, gelombang demi gelombang Lweekang menghantam Siong Kee.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 739
Melihat pertempuran yang hebat itu, Boe Kie semula girang karena ketemu dengan kakek dan
pamannya, berbalik jadi bingung. In Thian Ceng adalah gwa kong (kakek luar) yang
mempunyai hubungan darah dengan dirinya. Thio Siong Kee adalah seorang paman yang
mencintainya seperti anak sendiri. Dulu waktu ia kena pukulan Hiang beng Sin ciang, tanpa
memperdulikan bahaya, paman itu sudah turut berusaha untuk mengobati dengan
menggunakan Lweekang maka itu kalau sampai salah satu pihak ada yang luka atau binasa, ia
akan merasa menyesal tiada habisnya. Baru saja ia berpikir untuk mencoba mendamaikan,
tiba-tiba kedua lawan itu membentak keras dan melompat mundur dengan serentak.
In Locianpwee memiliki Sin-kang yang sangat tinggi, kata Siong Kee. Aku merasa takluk.
Thio heng sendiri mempunyai Lweekang yang sangat kuat dan aku tidak akan dapat
menandingi, kata si kakek. Thio heng adalah saudara seperguruan dari menantuku. Apakah
hari ini kalian bertekad untuk menguji kepandaian?
Mendengar mendiang ayahnya disebut, mata Boe Kie berubah merah. Ia merasa sangat
berduka dan berdoa supaya pertempuran itu tidak dilangsungkan.
Boanpwee mundur lebih jauh daripada Locianpwee dan sudah kalah setengah jurus, kata
Siong Kee seraya mengangkat kedua tangannya. Sesudah mengatur jalannya pernafasan,
sambil membungkuk ia mengundurkan diri.
Jilid 40___________________
Tiba tiba dari barisan Boe Tong pay melompat keluar seorang pria yg membentak sambil
menuding Ian Thian Ceng. In Loojiel. Jika kau tak menyebut Thio Ngoko tak menjadi soal.
Sesudah disebutkan, sakit sekali hatiku. Jie Samko dan Thio ngoko kedua2nya celaka dalam
tangan Peh Bie Kauw. Jika sakit hati ini tak dibalas, Cuma2 saja Boh Seng Kok menjadi
anggota dari Boe Tong Cit Hiap. Seraya berkata begitu, ia menghunus pedang dan memasang
kuda2 dalam gerakan Bangak Tiaow Cong (Laksdana gunung memberi hormat), serupa
pukulan yg biasa di keluarkan jika seorang murid Boe Tong berhadapan dengan lawan yang
tingkatanya lebih tinggi. Boa Cit hiap sedang bergusar, tapi setiap gerak geriknya sesuai
dengan kedudukannya sebagai seorang tokoh terkemuka dalam rimba persilatan.
Si kakek kelihatan berduka. Semenjak anakku meninggal dunia loohoe sebenarnya tak ingin
menggunakan senjata lagi, katanya dendean suara perlahan. Akan tetapi kalau aku tetap
melayani dengan tangan kosong; aku berlaku kurang hormat terhadap para pendekar Boe
Tong. Ia menengok dan menggapai seorang murid Beng Kauw yang memegang sebatang toya
besi.
Coba kupinjam toyamu, katanya.
Dengan kedua tangan, murid itu menyerahkan senjatanya kepada In Thian Ceng. Begitu
menyambuti, si kakek mengerahkan tenaganya.
Tak !, toya besi itu patah menjadi dua potong! Semua orang mengeluarkan seruan tertahan.
Mereka tidak menduga, bahwa In Thian Ceng yg sudah begitu tua masih mempunyai tenaga
yan sedemikian hebat.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 740
Boh Seng Kok tahu, bahwa lawannya pasti takkan menyerang lebih dulu. Maka itu, tanpa
sungkan2 lagi, ia segera membuka serangan dengan pukulan Pekuiauw Tiauw hong (Ratusan
burung menghadap kepada burung Hong). Dengan tegetarnya ujung pedang, seolah2 puluhan
batang pedang menyambar dengan beberapa pukulan ini masih tetap merupakan kiam hoat
kehormatan terhadap seorang yg tertua.
Sambil menangkis dengan toya buntung yang dicekal dalam tangan kirinya. In Thian Ceng
berkata Bocah Cit hiap tak usah berlaku sungkan. Setelah lewat gebrakan pertama,
pertempuran lantas saja berlangsung dengan hebatnya.
Dengan senjata yg lebih berat, gerakan2 In Thian Ceng kelihatan kaku dan perlahan. Akan
tetapi orang2 yg berkepandaian tinggi mengetahui, bahwa si kakek melayani lawanya dengan
pukulan2 yg disertai Lweekang yg sangat tinggi. Di lain pihak, Boh Seng Kok menyerang
bagaikan harimau edan dalam sekejap ia telah mengirim enampuluh lebih serangan yg
membinasakan.
Makin lama Boh Seng Kok menyerang makin cepat, sehingga belakangan orang hanya bisa
melihat sinar berkelebatnya pedang dan tak bisa mengenali lagi gerakan pukulan2nya. Koenloen
dan Go-bie adalah partai2 yg terkenal dalam ilmu pedangnya. Tapi biarpun begitu,
orang2 kedua partai tersebut masih merasa sangat kagum akan lihainya Boh Cit Hiap. Mereka
harus mengakui, bahwa tersohornya Boe tong Kiam hoat bukan nama kosong belaka.
Akan tetapi, biapun sudah menyerang bagaikan topan, pedang Boh Seng Kok masih tetap tak
bisa menembus garis pertahanan si kakek itu.
Si tua telah merobohkan sorang tokoh Hwa san pay dan tiga jago Siauw Lim, pikir Boh Seng
Kok. Dia juga sudah bertempur melawan Sio Ko dan aku adalah lawannya yang kelima. Jika
aku tidak memperoleh kemenangan, dimana aku harus menaruh muka Boe Tong pay?
Memkir begitu, seraya membentak keras, ia mengubah Kiam hoatnya. Dengan mendadak,
pedang yg kaku menjadi lemas, seperti ikatan pinggang. Itulah Jiauw cie Jioe Kiam dari Boe
Tong pay itu yang semuanya memuat tujuh puluh dua jurus (Jiauw cie Jioe Kiam ilmu
pedang lembek memutari jati tangan.
Tanpa tertahan lagi, para penonton bersorak sorak.
Mau tak mau In Thian Ceng terpaksa mengubah cara bersilatnya. Sekarang ia menggunakan
ilmu ringan badan dan melawan dengan kecepatan pula.
Sekonyong2 Boh Seng Kok membentak dan pedangnya menyambar dada lawan. Tapi
sebelum menyentuh dada, ujung pedang mendadak membengkok dan menyambar pundak
kanan si kakek. Dalam menggunakan Jiauw Jie Jioe Kiam, orang harus mempunyai
Lweekang yg sangat tinggi untuk mengubah sifatnya pedang dari kaku menjadi lemas. Dapat
dimengerti, bahwa serangan pedang yg lemas seperti ikatan pinggang sangat sukar ditangkis.
Walaupun berpengalaman, In Thian Ceng belum pernah bertemu dengan kiam hoat yg seaneh
itu.
Demikianlah, melihat sambaran pedang dipundaknya, ia mengengos sebab sudah tidak keburu
untuk menangkis lagi.
Mendadak terdengar suara cring! ujung pedang membal dan menikam lengan kirinya!
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 741
Hampir berbareng dengan tikamana yg tepat itu, In Thian Ceng mengulur tangan kanannya
entah bagaimana tangan itu mulur setengah kaki dan menyapu pergelangan Boh Seng Kok!
Sambaran kilat itu berhasil merampas pedang Boh Cit hiap! Lebih celaka lagi, tangan kanan si
kakek sudah menempel di Kian tin hiat, di pundak Boh Seng Kok.
Eng Jiauw Kim na chioe (cengkeraman ceker burung elang) dari Peh bie Eng ong adalah
suatu ilmu yang sangan tersohor dalam rimba persilatan. Pada jaman itu, tidak ada manusia yg
dapat menandinginya.
Sekali ia mencengkram dengan menggunakan Lweekang, tulang pundak Boh Cit hiap akan
hancur seumur hidup dan ia akan menjadi seorang yg bercacad.
Para pendekar Boe tong kaget tak kepalang. Tapi baru saja ia melompat niat untuk memberi
pertolongan si kakek menghela napas dan berkata dengan suara duka:
Satu saja sudah lebih daripada cukup , perlu apa terulang lagi? Ia melepaskan
cengkeramannya dan tangan kanannya menarik pedang yg dirampas. Begitu pedang tercabut,
darah mengucur dari lengan kirinya.
Seraya mengawasi pedang itu, ia berkata pula. Selama puluhan tahun, loohoe belum pernah
dikalahkan, Thio Sam Hong. Kau benar2 lihai?
Boh Seng Kok berdiri terpaku dan mengawasi dengan mulut ternganga. Lewat beberapa saat,
barulah ia bisa membuka mulut. Terima kasih atas budi loocian pwee yang sudah menaruh
belas kasihan.
Tanpa menjawab In Thian Ceng mengangsurkan pedang yang telah dirampasnya. Tapi Beh
Cit hiap merasa malu dan segera mengundurkan diri tanpa menerima senjatanya.
Boe Kie segera merobek tangan bajunya, tapi baru saja ia mau maju untuk membalut luka
kakek luarnya, dari barisan Boe teng sudah keluar seorang pria yg jenggotnya, yang berwarna
hitam, melambai sampai di dada dan mengenakan pakaian imam. Orang itu bukan lain dari
pada Seng Wan Kiauw. Kepala Boe tong Cit hiap. Permisikanlah aku membalut luka
Loocianpwee. Katanya dengan suara manis. Tanpa menunggu jawaban, ia mengeluarkan obat,
melaburnya diluka sikakek dan membalutnya dengan sapu tangan.
Melihat keangkeran dan keagungan Song Wan Kiauw, orang2 He Bie Kauw, maupun Beng
Kauw, tidak merasa curiga Terima kasih, kata In thian Ceng.
Boe Kie girang. Mungkin karena merasa berterima kasih, Song Soepeh sudah membalut luka
Gwa kong, pikirnya. Biarlah permusuhan bisa habis sampai disini.
Tapi diluar dugaan, sesudah selesai membalut, Song Wan Kiauw mundur setindak dan
berkata seraya mengibas tangannya. Aku yang rendah ingin minta pengajaran dari
Loocianpwee!
Boe Kie terkesiap. Tanpa merasa, ia berteriak. Tidak adil! Melawan seorang tua dengan
bergiliran adalah perbuatan tak adil!
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 742
Semua orang menengok dan mengawasi pemuda yang berpakaian compang camping itu
kecuali orang Goe Bie Pay, Song Ceng Soe In Lie Heng. Swee Poet Tek dan beberapa orang
lain, tak ada yang tahu siapa adanya Boe Kie.
Tak salah perkataan sahabat kecil itu, kata Song Wan Kiauw. Hari ini kita menunda
permusuhan antara Boe Tong dan pek bie kauw. Sekarang ini adalah saat yg memutuskan
dalam pergulatan antara enam partai dan Beng Kauw. Maka itu, kami dari Boe tong pay
menantang pihak Beng Kauw.
Dengan matanya yang sangat tajam, perlahan lahan In Thian Ceng menyapu seluruh
lapangan. Yo Siauw Wie It Siauw dan lain2 pemimpin belum bisa bergerak. Jago2 Ngo heng
Kie sudah roboh semua kalau tidak binasa, luka berat, puteranya sendiri, In Ya Ong,
menggelatak dalam keadaan pingsan. Dalam kalangan beng kauw hanyalah ia seorang yang
masih dapat menandingi Song Wan Kiauw. Tapi sesudah melawan lim ajago, ia mulai merasa
lelash dan disamping itu, iapun sudah terluka.
Selagi si kakek mengasah otak untuk mencari jalan keluar, seorang tua yang bertubuh kecil
dari rombongan Kong tong pay itu tiba2 berteriak. Tenaga Mo Kauw telah memusnah. Kalau
sekarang kamu tidak mau menakluk, mau tunggu sampai kapan lagi?
Kong tie Taysoe! Marilah kita hancurkan sin wie (tempat pemujaan) dari tigapuluh tiga
Kauwcoe Mo Kauw!
Dalam gerakan membasmi Beng Kauw, Hong thio (kepala gereja) Siauw Lim sie, yaitu Kong
boeq Taysoe, tidak turut serta, karena ia harus tetap menjaga kuil Siauw Lim sie, karena ia
harus tetap menjaga kuil Siauw Lim sie di Siong san. Maka itu, murid2 Siauw Lim sie
dipimpin oleh Kong tie taysoe. Sebab Siauw lim sie mempunyai kedudukan sangan tinggi
dalam Rimba persilatan, maka partai2 yg mengikat dalam gerakan ini dengan suara bulat telah
mengangkat Kong tie taysoe sebagai pemimpin.
Sebelum Kong tie menjawab, seorang dari Haw san pay sudah mendahului. Apa? Menakluk?
Hari ini, tak satupun dari kawanan mo kauw yang boleh dibiarkan hidup terus. Kita harus
membasmi sampai diakar2nya. Kalau masih ada yang ketinggalan dikemudian hari dunia
kang ouw bisa dikacaukan lagi. Hei kawanan Mo kaow! Lebih baik kamu menggorok leher
sendiri, supaya tuan besarmu tak usah berabe!
Diam2 In Thian Ceng menggerakkan lwee kang. Ia merasa lengan kirinya tertusuk pedang
sampai di tulang dan pada waktu menggerahkan tenaga dalam, ia merasa sangat sakit. Ia tahu
bahwa sebagai murid kepala Thio Sam Hong, Song Wan Kiauw telah mendapat seluruh
kepandaian guru besar itu. Dalam keadaan segar, belum tentu ia bisa memperoleh
kemenangan. Apalagi sekarang setelah ia lelah dan terluka.
Tapi sebab lain2 jago Beng Kauw sudah binasa atau terluka berat, maka baginya, tidak ada
pilihan lagi dari pada hanya mengadau, jiwa. Ia tidak takut mati ia hanya merasa sayang
bahwa nama besarnya yang sduah dijaga seumur hidup bakal segera menjadi hancur.
In Loocianpwee, kata Song Wan Kiauw, Antara Boe tong pay dan peh bie kauw terdapat
permusuhan yang dalam bagaikan lautan. Tapi kami tidak ingin menggunakan kesempatan
pada waktu musuh sedang menghadapi bahaya. Maka itu, persoalan ini dapa tditunda dan
diperhitungkan dikemudian hari. Tujuan dari enam partai adalah untuk menyerang Beng
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 743
Kauw, Peh Bie Kauw sudah memisahkan diri dari Beng Kauw dan kenyataan ini sudah
diketahuik oleh semua orang. Perlu apa In Loocianpwee turut menceburkan diri? Kuharap
Loocianpwee suka mengajak semua anggota Peh bie kauw dan turun dari gunung ini.
Semua orang tahu, bahawa karena utusan Jie Thay Giam, Boe tong pay telah bermusuhan
hebat dengan Peh bie Kauw. Maka itu, perkataan Song Wan Kauw yg membuka jalanan
hidup bagi Peh bie kauw, sudah membangkitkan rasa heran dan kagun dama hatinya semua
orang.
In Thian Ceng tertawa terbahak2.
Song Tayhiap, banyak berterima kasikh untuk maksudmu yg sangat baik, katanya. Tapi biar
bagaimanapun jg, loohoe adalah salah seorang dari keempat Hoe Kauw Hoat Ong. Meskipun
benar loohoe sudah mendirikan agama lain, tapi jika Beng Kauw berada dalam keadaan
bahaya, loohoe pasti tidak bisa berpeluk tangan diluar gelanggang. Hari ini loohoe rela
mengorbankan jiwa Song tayhiap, kau mulailah! Seraya berkata begitu, ia maju setindak dan
memasung kuda2.
Baiklah! kata Song Wan Kiauw. Ia mengangkat telapak tangan kirinya dan menempelkan
tinju kanan pada telapak kanan itu.
Itulah Ceng chioe sit, suatu gerakan yg memberi hormat kepada seorang yg tingkatannya
lebih tinggi.
Boe tong pay adalah partai yg belum lama didirikan dan dalam mengubah ilmu silat Boe tong,
Thio Sam Hong menggunakan cara2 tersendiri, lain dari pada yg lain. Maka itu, gerakan Song
Wan Kiauw tak dikenal In Thian Ceng. Tapi melihat lawannya agak membungkuk, ia tahu,
bahwa Wan Kiauw memberi hormat, sehingga oleh karenanya, ia berkata, Song Taihap,
jangan berlaku sungkan.
Sambil berkata begitu, ia mengangkat kedua tangannya kedada untuk membalas hormat.
Menurut kebiasaan, Wan Kiauw harus maju dan menyerang. Tapi berbeda dengan kebiasaan
Song Tayhiap, mengirim pukulan tanpa bertindak maju. Pukulan itu dikirim dari jarak
setombak lebih.
In Thian Ceng terkejut. Apakah ilmu silat Boe tong sudah begitu lihai, sehingga memiliki Sin
kang Khek san Pah goe? Tanyanya dalam hati. Buru2 ia mengerahkan tenaga dalam dan
mengibaskan tangan kanannya untuk menangkis. (Khek san Pah goe dengan terliang gunung
pemukul kerbau, semacam ilmu yg dapat merobohkan lawan dari jarak jauh dengan ıanginı
pukulan yg disertai lweekang tertinggi).
Tapi sekali lagi, ia kaget karena sampokannyat idak terbentur dengan tenaga lawan. Dalam
kagenya ia pun merasa heran.
Sudah lama aku mengagumi ilmu loocianpwe dan guruku pun sering menyebutkan
kepandaian loocianpwee yang sangat tinggi, kata Song Wan Kiauw. Tapi sekarang
loocianpwee sudah bertanding dengan beberapa orang, sedang boanpwee masih segar,
sehingga kalau kita mengadu kepandaian menurut cara yg biasa, pertanidngan itu sangat tak
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 744
adil. Sekarang begini saja, kita hanya mengadu jurus tak mengadu trenaga. Seraya berkata
begitu, dari jarak setombak lebih ia menendang. Tendangan itu cepat bagaikan kilat yg
dikirim dari arah yang tak diduga-duga, suka dielakan dan dalam pertempuran biasa, pasti
akan dapat merobohkan seorang ahli silat yg ternama.
Sungguh indah tendangan itu! memuji In Thian Ceng seraya meninju. Dengan tinju itu yaitu
siasat membela diri dengan menyerang (the best defense is by offense ?!?!?) si kakek berhasil
memunahkan tendangan Wan Kiauw, yg lantas saja membalas pukulan telapak tangan.
Demikianlah, dari jarak jauh, mereka mulai serang menyerang.
Makin lama, silat mereka makin cepat. Walau pun mereka bertempur dari jarak jauh, tetapi
semua pukulan tidak disertai tenaga dalam dan tidak menyentuh badan, tapi mereka adalah
ahli2 silat kelas utama, maka masing2 tahu kalah menangnya. Andaikata pukulan yg satu
tidak dapat dipunahkan pihak yg lain, maka pihak yang kalah takkan bisa tidak mengakui
akan kekalahannya. Bukan saja dia, tapi lain2 ahli silat yg berkepandaian tingipun bisa
mengikut jalannya pertempuran luar biasa itu.
Mereka bertanding hebat sekali tidak kalah hebatnya seperti dalam pertandingan sungguhan.
Sesuai dengan azas ilmu silat Boe Tong, Wan Kiauw menggunakan ilmu lembek untuk
menindih kekerasan lawan, sedang Thian Ceng mengutamakan kekerasan untuk
menghancurkan kelembekan orang.
Waktu In Thian Ceng melawan Thio Siong Kee dan Boh Seng Kok, Boe Kie tidak dapat
memperhatikan dari semua jurus2 mereka, karena dalam kebingungan dan berkuatir akan
keselamatan mereka. Tapi sekarang, karena mengetahui bahwa pertandingan itu hanya
memutuskan kalah dan menang dan tidak membahayakan jiwa, maka dengan lega hati ia bisa
memusatkan seantero perhatiannya kepada jalan pertempuran.
Makin lama ia menonton, makin besar rasa tak mengertinya. Gwa-kong dan Song Toa soepeh
adalah ahli2 utama dalam Rimba persilatan, tapi mengapa ilmu silat mereka begitu banyak
cacadnya?, tanyanya didalam hati. Bila lengan Gwa-kong kekiri setengah kaki, tinjunya yg
tadi pasti akan mampir tepat didada Toa soepeh. Bila sambarang tangan Toasoepeh terlambat
sedetik, cengkeramannya kearah pundak Gwa Kong tentu berhasil. Apakah mereka sengaja
saling mengalah? Ditinjau dair jalannya pertempuran, kelihatannya bukan begitu.
Memang. Dalam pertandingan jarak jauh itu, baik In Thian Ceng maupun Song Wao Kiauw
tak saling mengalah. Adalah tidak benar jika dikatakan, bahwa kepandaian kedua jago itu
banyak cacadnya. Sebab musabab dari masuknya jalan pikiran tadi kedalam otak Boe Kie
yalah karena, sesudah memiliki Kio yang dna Kian koe Tay lo ie Sin kang, dalam ilmu silat,
pemuda itu sudah lebih unggul setingkat daripada In Thian Ceng Son Wan Kiauw. Pukulan2
yg dapat dibayangkan dan dapat pula dilakukan oleh Boe Kie, tidak akn dapat dilakukan oleh
In Thian Ceng Song Wan Kiauw, maupun oleh jago2 lain. Sebagai contoh, jika seekor
burung yg terbang diangkasa melihat caranya berkelahinya dua harimau, dia bisa bertanya
didalam hatinya. Mengapa harimau itu tak mau terbang menubruk musuhnya?
Apabila si harimau akan berbuat begitu, bukankah dia akan mendapat kemenangan? si burung
tak tahu, bahwa harimau tidak mampu terbang.
Karena belum cukup berpengalaman, sebab musabab itu belum dapa dipikir Boe Kie.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 745
Sesudah bertanding lagi beberpa alama tiba2 Song Wan Kiauw mengubah cara bersilatnya.
Kedua tangannya seperti menari nari dan gerak geraknnya lemas bagaikan kapas. Itulah Bian
Ciang (ilmu pukulan kapas) dari Boe Tong pay. In Thiang Ceng membenak keras dan
memperhebat serangan2nya dalam ilmu silat keras untuk melawan pukulan2 lemek dari
lawannya.
Lewat beberapa saat, sekonyong2 telapak tangan kiri Song Wan Kiauw menyambar, disusul
dnegna pukulan telapak tangan kana yg biarpun dikirim belakangan tiba terlebih dahulu.
Hampir berbareng, telapan tangan kirinya miring dan menyusul pula dari belakang. Melihat
seluruh tubunya sudah ditutup dengan pukulan lawan, seraya berteriak In Thian Ceng
mengeluarkan kedua tinjunya. Semua orang terkejut. Dua telapak tangan dan dua tinju
menempel satu sama lain di tengah udara!
Sesudah mengeluarkan seantero kepandaian dan sesudah menbapai gebrakan yg memutuskan,
kedua jago itu tidak bisa berbuat lain drpd mengadu tenaga lawan.
Tiba2 Song Wan Kiauw bersenyum dan menarik pulang kedua tangannya. Ilmu silat
Locianpwee tinggi luar biasa dan boanpwee merasa takluk, katanya seraya membungkuk. In
Thian Ceng pun segera menarik pulang tinjunya dan berkata dengan suara manis. Sekarang
loohoe mengakui, bahwa semenjak dahulu Ciang Hoat (Ilmu pukulan dengan tangan kosong)
dari Boe tong pay tiada tandingannya di dalam dunia.
Karena sudah berjanji untuk tidak bertanding dengan menggunakan tenaga dalam, maka
pertandingan itu tidak dapat dilangsungkan lagi.
Dipihak Boe tong pay masih ada Jie Lian Cioe dan In Lie Heng yg belum turun ke dalam
gelanggang. Ketika itu muka In Thian Ceng berwarna merah dan diatas kepalanya keluar uap
dari hawa panas. Biarpun dalam pertandingan td ia tdiak menggunakan tenaga dalam, tapi
karena lawannya terlalu kuat dan ia bersilat dengan menggunakan seantero kepandaian, maka
sekarang tenaganya sudah habis sama sekali. Maka itu, jika turun kedalam gelanggang, Jie
Lian Cioe atau In Lie Heng dengan mudah bisa merobohkannya dan mendapat nama besar
sebagai jago yg telah menjatuhkan Peh bie Eng ong. Kedua pendekar Boe tongitu mengawasi
dan kemudian menggeleng2kan kepalanya. Mereka sungkan menggunakan kesempatan selagi
lawan habis tenaganya. Mereka yakin, bahwa mereka akan menang, tapi kemenangan itu,
bukan kemenangan yg boleh dibanggakan.
Tapi kalau tokoh2 Boe tong memikir begitu, orang lain tidak demikian. Dari barisan Khong
tong pay mendadak melompat keluar seorang tua yg bertubuh kate kecil. Ia adalah orang yg
menyarankan untuk membakar tempat pemujaan para kauwcoe Beng-kauw.
Begitu berhadapan dengan In Thian Ceng ia berkata, Aku si orang she tong ingin bermain
main sedikit dnegan In Loojie. Tantangan itu ia keluarkan dengan suara yg sangat
memandang rendah.
Peh Bie Eng ong melirik dan mengeluarkan suara dihidung. Dalam waktu biasa, Khong Teng
Ngo loe tidak masuk dalam perhitungan, pikirnya. Celaka sungguh! Benar jg kata orang
harimau yg kesasar ditanah datar akan dihinakan oleh kawanan anjing. Jika roboh dalam
tangan Boe tong Cit hiap, aku rela. Terhadap Tong Boen Liang, tak nanti aku mengalah.
Waktu ia merasa sekujur badannya lemas dan keinginan satu2nya merebahkan diri di
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 746
pembaringan. Tapi mendengar tantangan Boen Liang darahnya meluap dan alisnya yg putih
beridir. Sambil mengepos sisa tenaganya yg penghabisan, ia membentak, Bocah! Kau
mulailah!
Tetua Khong Ting itu mengerti, bahwa sesungguhnya keabisan tenaga, dalam beberapa jurus
saja In Thian Ceng akan roboh sendiri. Maka itu, tanpa mengeluarkan sepatah kata lagi, ia
segera melompat kebelakang musuhnya dan mengirim tinju kepunggung Peh bie Eng ong. In
Thian Ceng mengengos dan menangkis, tp Tong Boen Liang sudah melompat kesamping
dengan gerakan yg sangat gesit. Benar saja, baru beberapa gebrakan mata In Thian Ceng
gelap dan memuntahkan darah dari mulutnya. Badannya tergoyang goyang tanpa tercegah
lagi, ia jatuh duduk.
Tong Boen Liang girang, In Thian Ceng! Hari ini kau mampus dalam tanganku! teriaknya
seraya melompat keatas.
Melihat Tong Boen Liang melompat tinggi dan dari atas menghantam kebawah, Boe Kie
terkesiap dan mengambil keputusan untuk menolong kakeknya. Tapi sebelum ia bergerak, In
Thian Liang sudha mengangkat tangan kanannya dalam suatu gerakan menyeramkan unutk
menyambut musuhnya. Tong Boen Liang sudah tak dapat mengelakan sambutan itu.
Krek!....krek! kedua tangan jago Khong tong itu patah karena pukulan Eng Jiauw Kim na
ohioe. Sekali lagi terdengar krek-krek dan tulang kedua betisnya pun turut patah. Ia jatuh
ambruk tanpa bisa bergerak lagi.
Semua orang mengawasi dengan mata membelak. Mereka tak pernah menduga, bahwa
sesudah terluka berat, In Thian Ceng masih bisa berbuat begitu.
Dengan robohnya tetua mereka yg ketiga, orang2 Khong tong tentu saja merasa malu. Karena
Khong Tong Boen Liang menggeletak didekat Peh bie Eng ong, tiada seorang pun yg berani
maju menolong. Sesudah berselang beberapa saat dari barisan Khong tong barulah keluar
seorang tua bongkok yg bertubuh tinggi besar. Sambil menendang sebutir batu kearah In
Thian Ceng ia membentak, "Peh Bie Lonh Jie! Biarlah aku si orang she Cong membereskan
perhitungan lama denganmu.
Orang itu she Cong bernama Wie Hiap tetua kedua dari Khong tong Ngoloo. Dengan
menyebutkan "perhitungan lama" dapatlah diketahui bahwa dahulu ia sudah pernah
dirobohkan oleh In Thian Ceng.
"Tak!" batu yg di tendang Cong Wie Hiap mampir tepat didagu In Thian Ceng yg lantas saja
mengucur darah. Semua orang terkejut, terhitung Cong Wie Hiap sendiri, yg sama sekali tidak
menduga, bahwa batu itu bisa melukakan musuhnya. Sekarang ia tahu, bahwa In Thian Ceng
tidak berdaya lagi, dan satu pukulan saja sudah cukup untuk membinasakannya. Ia maju
seraya mengangkat tangannya.
Tiba2 dari barisan Boe tong pay melompat keluar seorang yg menghadang dihadapannya.
Orang itu yg berparas angker dan mengenakan jubah panjang yg terbuat dari kain kasar,
bukan lain daripada Boe tong Jie hiap Jie Lian Cioe. Sambil menjura Jie hiap berkata, "Cong
Heng In Kauwcoe terluka berat, sehingga biarpun kau menang, kemenangan itu bukan
kemenangan gemilang. Dengan partai kami, In Kauw Coe ia mempunyai perhitungan2 yg
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 747
belum dibereskan. Maka itu, siauwtee harap Cong heng suka menyerahkannya kepada
siauwtee."
Cong Wie Hiap mengeluarkan suara di hidung. "Terluka berat?" ia menegas. "Huh-huh! Dia
berlagak mampus. Kalau tadi dia tidak berpura pura, Tong Sam Tee tentu tidak sampai celaka.
Jie Jie Hiap, kau mengatakan partaimu memiliki perhitungan dengan dia. Akupun mempunyai
perhitungan dengan dia. Aku akan menyerahkan dia kepadamu, sesudah menghajarnya tiga
kali..."
Jie Lian Cioe yg ingin menolong In Thiang Ceng, lantas saja berkata. "Cit siang koen dari
Cong Heng tersohor dalam Rimba Persilatan. Dalam keadaan begini, mana bisa In Kauw Coe
menerima tiga pukulanmu?"
Paras muka jago Khong tong itu lantas saja berubah. "Kalau begitu, begini saja, katanya
dengan suara mendongkol." Dia telah mematahkan kaki tangan Tong Sam Tee. "Aku akan
mematahkan jg kaki tangannya. Ini yang dinamakan pembayaran tunai."
Jie Lian Cioe kelihatan bersangsi.
"Jie Jie hiap!" bentuk Cong Wie Hiap. "Sebelum berangkat ke See heek, enam partai telah
membuat perserikatan dengan sumpah yg berat. Mengapa kau sekarang ingin melindungi
situa bangka dari Mo Kauw itu?"
Jie hiap menghela napas. "Baiklah, sekarang kau boleh berbuat sesukamu," katanya. "Sesudah
kembali di Tionggoan, aku akan minta pengajaran dari Cit Siang Koen mu."
Cong Wie Hiap kaget. Ia tak mengerti mengapa Jie Lian Cioe coba menolong In Thian Ceng.
Ia merasa jeri terhadap Boe tong pay, tapi dihadapan banyak orang, ia tak mau
memperlihatkan kelemahannya. Seraya tertawa dingin, dia berkata. "Didalam dunia, orang
tidak boleh melampui kepantasan. Biarpun Boe tong pay lebih kuat daripada sekarang, ia
tidak boleh berbuat sewenang wenang."
Perkataan itu sangat kejam, secara langsung menyeret nama partai dan secara tidak langsung
menyentuh sama Thio Sam Hong sendiri. Song Wan Kiauw mendongkol. "Jie tee!" seruanya.
"Biarkan dia berbuat sesukanya!"
"Baiklah," jawab si adik. "Sungguh seorang gagah sejati! Sungguh seorang gagah sejati!"
Perkataan itu seperti juga mau memuji In Thian Ceng dan mengejek Cong Wie Hiap. Tetapi
karena tidak mau bermusuhan dengan Boe Tong Pay, tetua Khong tong itu berlagak tidak
mengerti. Begitu lekas Jie Lian Cioe mundur, ia segera maju mendekati korbannya.
Sementara itu, Kong tie Taysoe mengeluarkan perintah dengan suara yang sangan lantang.
"Aku minta Hwa san pay dan Khong tong pay membinasakan sisa kawanan Mo kauw yg
berada dilapangan ini. Boe tong pay menggeledah disebelah barat dan Go Bie Pay
menggeledah disebelah disebelah timur. Seorangpun tidak boleh terlolos. Koen Loen Pay
menyediakan bahan2 api untuk membakar serang Mo-Kauw."
Sesudah membagi tugas kepada lima partai, ia merangkap kedua tangannya, seraya berkata,
"Aku minta murid2 Siauw Lim Sie menyediakan alat2 sembahyang dan membaca kitab suci,
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 748
supaya para enghiong dari enam partai dan para pengikut Mo Kauw yang sudah meninggal
dunia, bisa mendapat temapt yang lapang dialam baqa dan supaya hutang piutang ini bisa
berakhir sampai disini.
Selagi Kong tie mengeluarkan perintah, Cong Wie Hiap menghentikan tindakannya dan turut
mendengari. Sesaat kemudian, ia maju lagi. Semua orang menahan napas. Begitu lekas
pukulan dikirim, In Thian Ceng akan binasa dan usaha membasmi Mo Kauw turut selesai.
Pada detik menghadapi kemusnahan, kecuali yang terluka berat dan tidak bisa bergerak lagi,
semua anggauta Beng kauw segera bersila dilantai dengan kedua tangan yg sepuluh jarinya
terpentang itu merupakan simbol dari api yg berkobar2. Sambil memeramkan mata, mereka
mengikuti yo Siauw mendia menurut cara Beng Kauw
"Membakar ragaku,
Api nan suci,
Hidup, apa senangnya,
Mati, apa susahnya?
Untuk kebaikan menyingkirkan kejahatan,
Guna kegemilangan Beng Kauw,
Kesenangan dan kedukaan,
Semua berpulang kedalam tanah,
Kasihan manusia dalam dunia,
Banyak yang menderita!
Kasihan manusia dalam dunia,
Banyak yang menderita!"
Dalam mengucapkan doa itu, dari Yo Siauw yg berkedudukan paling tinggi sampai pada
pegawai daput yg berkedudukan paling rendah sedikitpun tidak mengujuk rasa takut, suara
mereka lantang dan sikap merekapun angker.
Jie Lian Cioe mendengari dengan hati berduka. Ia merasa bahwa mereka yg bisa bersikap
tabah dalam menghadapi kebinasaan dan bahkan masih bisa berkasihan terhadap manusia yg
hidup menderita, adalah orang2 gagah yang mulia.
"Pendiri Beng Kauw seorang mulia, hanya sayang pengikut2 nya yang belakangan
menyeleweng dari jalan yang benar!" katanya didalam hati (kalau salah ketikan dari
paragraph ini krn OCR nya ga kebaca >< - red)
Sementara Boe Kie yg semula merasa keder sebab menghadapi begitu banyak orang, sekarang
menjadi nekad. Ia nekad karena Cong Wie Hiap sudah mendekati kakeknya dan Kong tie
sudah mengeluarkan perintah untuk membunuh sisa anggota Beng Kauw. Dengan sekali
melompat ia sudah menghadang di depang Cong Wie Hiap. "Tahan!" bentaknya. "Kau ingin
membunuh seorang yg sudah terluka berat apa kau tidak takut ditertawai?" Ia membentak
dengan bernafsu, sehinga suara menggeledek dan menggetarkan seluruh lapangan. Semua
orang yang sudah bergerak untuk menjalankan perintah Kong Tie, serentak menghentikan
serangannya dan mengawasi pemuda itu.
Melihat, bahwa yang mencegatnya tak lebih daripada seorang pemuda yg berpakaian
compang camping, Cong Wie Hiap bersenyum tawar dan segera mendorong Boe Kie, yg
lantas mengengos seraya menyampok dengan tangannya.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 749
"Plak!"
Cong Wie Hiap terhuyung tiga tindak. Secepat kilat ia mengerahkan tenaga kedua kakinya
supya bisa berdiri tetap. Tapi diluar dugaan, gelombang tenaga Boe Kie terus mendorongnya
sehingga tubuhnya terjengkang. Sebagai seorang ahli silat, dalam bahaya, buru2 ia menotol
tanah dnegan kaki kanannya dan badannya lantas saja melesak kebelakang setombak lebih.
Tapi, waktu kedua kakinya hinggak ditanah, gelombang tenaga itu masih belum mereda,
sehingga ia kembali terhuyung tujuh delapan tindak!
Itulah kejadian yg betul2 diluar dugaan. Semua orang tidak mengerti sebab musababnya.
Mereka mengira Cong Wie Hiap sengaja main gila atau berguyon. Cong Wie Hiap sendiri tak
pernah mimpi, ???? (asli ga kebaca !!!! - Red)-itu bertenaga sedemikian besar.
Sesudah mengumpukan semangatnya, Cong Wie Hiap mengawasi Jie Lian Cioe dengan mata
melotot. "Lelaki harus berterang!" teriaknya. "Tak boleh menyerang orang denga panah
gelap!" Ia menaksir, bahwa tadi Jie Lian Cioe memberi bantuan secara menggelap atau
mungkin sekali bantuan itu diberikan oleh kelima pendeta Boe tong dengan serentak. Sebab
tak bisa jadi seorang manusia mempunyai tenaga yang begitu besar.
Jie Lian Cioe bingung, tapi karena tak merasa bersalah, ia tak mempedulikan dan hanya balas
melotot, "Gila betul!" katanya dalam hati.
Sementara Cong Wie Hiap sudah maju mendekati Boe Kie dan membentak seraya menuding,
"Bocah siapa kau!"
"Aku Can A Goe," jawabnya seraya mengangsurkan tangan dan menempelkannya di leng tay
hiat di punggung In Thian Ceng. Gelombang tenaga yang berhawa panas lantas saja
menerobos masuk kedalam tubuh si kakek. Jago tua itu membuka kedua matanya yg
mengawasi Boe Kie yg membalas dengan senyuman sambil menambah tenaganya. In Thian
Ceng heran tak kepalang. Tenaga itu sangat menakjubkan. Sebelum Cong Wie Hiap tiba
dihadapkannya, dada dan tantiannya yang menyesak sudah lega kembali. Terima kasih
sahabat kecil bisiknya.
Dengan gagah ia melompat bangun dan berkata dengan suara lantang. "Orang she Cong! Apa
jempolnya Cit Siang Koen dari Khong tong pay? Mati! Aku bersedia untuk menerima tiga
serangmu."
Ceng Wie Hiap bangun. Ia tak nyana lawannya bisa segera berangkat dengan semangat
penuh. Bagaimana bisa jadi begitu? Hatinya lantas saja merasa jeri, terutama terhadap Eng
Jiauw Kim Na Chioe yg sangat lihai "Memang Cit siang koen tak dapat dikatakan jempol!:"
katanya. "Baik." Kau terimalah tiga tinjuku. I dalam hati ia mengambil keputusan untuk
mengadu Lweekang, supaya pertandingan yg lama, tenaganya yg masih segar akan dapat
mengalahkan lawan yg sudah payah.
Mendenger disebutkannya Cit "siangkoen", didpn mata Boe Kie segera tebayang kejadian
pada malam itu di pulau Peng hweeto, dimana ayah angkatnya telah menceritakan peristiwa
kebinasaan Kong Kian Tayeoe akibat pukulan Cit Siangkoen. Belakangan ia sendiri disuruh
menghafal teori Cit Siangkoen dan pernah digaplok beberapa kali oleh ayah angkat itu sebab
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 750
tidak bisa menghafal lancar. Ia ingat pula teori ilmu pukulan tersebut dan... ia sekarang
mengerti artinya teori itu. Ia heran tak kepalang. Mengapa ia jadi begitu cerdas!
Ia tak tahu, bahwa sebab musababnya terletak pada kenyataan, bahwa ia sudah mahir dalam
Kioe yang dna Kim koen Tay lo ie Sing kang Kioe yang meliputi segala rupa lweekang yg
terdapat diseluruh Rimba Persilatan, sedang Kiam koen tay lo ie yalah ilmu untuk
mengerahkan tenaga dalam dan menggunakannya. Dengan demikian, sesudah dapat
memahami kedua Sing kang yg tertinggi itu, lain2 ilmu silat sudah tak jadi soal baginya.
"Jangankan tiga, tiga puluh tinjupun akan kuterima," kata In Thian Ceng. Ia berpaling pda
Kong tie dan berkata dengan suara lantang, "Kong Tie Taysoe, sebelum mati, aku belum
menyerah kalah! Apakah kau mau berbuat sewenang wenag dengan mengunakan jumlah yang
besar.
Ternyata pada waktu tiba di Kong Beng Teng melihat Yo Siauw dan beberapa tokoh lain
sudah terluka, dengan menggunakan kata2 tajan In Thian Ceng berhasil mencegah
pengeroyokan kepada pihaknya. Sesuai dengan kebiasaan dalam Rimba Persilatan, Kung tie
Taysoe telah menyetujui untuk mengadu kekuatan dengan satu melawan satu. Tapi pada
akhirnya jago2 Peh Bie Kauw dan Ngo heng Kie roboh semua, kalau tidak mati terluka hebat,
dan yg ketinggalan hanyalah si kakek sendiri. Tapi sebegitu lama In Thian Ceng masih belum
menyerah, Kong tie memang tidak boleh memerintahkan pembasmian.
Boe Kie tahu, bahwa biarpun keadaannya sudha banyak mendingan, kakeknya tidak boleh
menggunakan terlalu banyak tenaga. Kegagahan orang tua itu terhadap Cong Wie hiap telah
didorong oleh tekad untuk berkelahi sampai binasa. Maka itu, ia segera berbisik, "In
locianpwee, biarlah aku yg maju lebih dahulu. Jika aku kalah, barulah locianpwee maju."
Si kakek yakin, bahwa lweekang pemuda itu, tinggi luar biasa dan dalam keadaan segar, ia
tidak akan bisa menandinginya. Akan tetapi merasa bahwa ia berkewajiban untuk membela
Beng kau dengan jiwanya, sedang pemuda itu yang mungkin tak punya sangkut paut dengan
Beng Kauw tidak pantas untuk berkorban. Ia tahu bahwa biarpun lihai Boe Kie tak akan bisa
melayani lawan yg berjumlah begitu besar. Mana bisa ia membiarkan seorang pemuda yg
begitu mulia membuang jiwa secara cuma2 diatas Keng beng Teng? Memikir begitu, ia lantas
saja bertanya, "Sahabat kecil, bolehkah ku tahu partai atau rumah perguruanmu? Kau
kelihatannya bukan anggota agama kami. Benarkah begitu?"
"Boanpwee memang bukan anggota Beng Kauw," jawabnya. "Tapi sudah lama boanpwee
mengagumi loocianpwee dan hai ini kita berdua akan melawan musuh bersama sama."
In Thian Ceng heran tak kepalang, tapi sebelum ia keburu menanya lagi, Cong Wie Hiap
sudah maju sambil berteriak, "Orang she In, sambutlah tinju pertama!"
"Tahan!" bentak Boe Kie, "In Loocianpwee mengatakan, bahwa kedudukanmu belum cukup
tinggi untuk bertanding dengannya. Kalau kau bisa menangkan aku, barulah ia akan melayani
kau."
"Siapa kau!" bentak Cong Wie Hiap dengan gusar. "Bocah, kau sungguh tak menggenal
mampus! Apa kau mau berkenalan dengan kelihaian Cit Siang Koe dari Khong tong pay?"
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 751
Tiba2 serupa pikiran berkelebat dalam otaknya Boe Kie. "Untuk mendamaikan kedua belah
pihak, jalan satu2 nya ialah membuka rahasia kebusukan Goan Tin," pikirnya. "Kalau
menggunakan kekerasan, mana dapat aku melawan jago2 dari enam parti. Apapula para
pamanku juga berada disini. Mana bisa aku berhadapan dengan mereka sebagai musuh?"
Sesudah memikir sejenak, ia segera berkata dengan suara nyaring. "Kelihaian Cit Siang koang
dari Khong tong pay sudah diketahui olehku lama sekali. Bukankah pendeta suci Siauw Lim
Pay, Kong Kian Tay soe, jg binasa karena pukulan itu?"
Pernyataan itu menggemparkan barisan Siauw Lim Pay. Sepanjang pengetahuan mereka,
Kong Kian Tay soe binasa dalam tangan Cia Soen. Turut sertanya Siauw Lim Pay dalam
gerakan membasmi Beng Kauw juga bertujuan untuk membalas sakit hati ini. Tapi dalam
pemeriksaan jenazah Kong Kian yg bebas dari tanda2 luka, urat2nya terputus dan tulang2nya
patah, seperti dipukul Cit siang koen dari Khong tong pay.
Waktu itu, selama beberapa hari Kong Beon, Kong Tie dan Kong Seng mengadakan
perdamaian rahasia. Mereka menganggap bahwa Khong tong pay tidak mempunyai jago yang
berkepandaian begitu tinggi, sehingga dapat membinasakan Kong kian yang sudah berhasil
dalam latihan Kim Kong Poet hoay tei Sin Kang. Maka itu biarpun tanda2 sangat
mencurigakan mereka merasa bahwa pendeta suci itu bukan dibinasakan oleh orang Khong
tong pay. Belakangan dengan membawa murid2nya Kong Seng membuat penyelidikan. Dari
penyelidikan itu, mereka mendapat kepastian, bahwa waktu Kong kian meninggla dunia di
Lok Yang, Khong tong Ngo Loo berada di dearah barat daya, sehingga pembunuh itu sudah
tentu bukan dilakukan oleh kelima tetua tersebut. Sebab dalam Khong tong pay, hanya Ngo
Loo yang sekiranya bisa melukakan Kong Kian, maka kecurigaan Siam Lim pay lantas saja
hilang.
Disamping itu, pada tembok rumah pengindapan di Lok Yang jg terdapat tulisan yg berbunyi
"membinasakan Kong Kian Taysoe dan bawah tembok ini." Belakangan Siauw lim pay tahu,
bahwa orang yg menggunakan nama Seng Koen adalah Cia Soen.
Sesudah lewat banyak tahun, tiba2 Boe Kie menyebutkan lagi kejadian itu, sehingga dapatlah
dimengerti jika orang2 Siauw Lim Pay menjadi kaget.
"Kong kian Taysoe telah dibunuh oleh bangsat Cia Soen dan kenyataan ini diketahui
diseluruh kalangan kang ouw," kata Cong Wie Hiap dengan gusar. "Dengan Khong tong pay,
kejadian itu tiada sangkut pautnya."
"Apakah kau menyaksikan dengan mata sendiri pada waktu Cia Cianpwee membinasakan
Kong kian Seng ceng?" tanya Boe Kie. "Apakah kau berada ditempat itu?"
Mendengar pertanyaan itu, Cong Wie lantas saja menduga, bahwa Boe Kie disuruh Boe Tong
pay untuk merenggangkan perhubungan antar Khong tong dan Siauw lim pay. Karena itu, ia
lantas saja berhati2.
"Waktu Kong tian Seng Ceng meninggal dunia, Lok yang Khong thong Ngo Loo berada di
Inlam, sebagai tamu Lioe Tayhiap dari Tiam Cong pay," jawabnya dengan sungguh2. "Cara
bagaimana bisa berada di tempat pembunuhan?"
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 752
"Maka itu," teriak Boe Kie, "Kalau benar waktu itu kau berada di In lam, cara bagaimana kau
bisa mengatakan dengan pasti, bahwa Kong kian Seng Ceng dibunuh Cia Cianpwee? Adalah
sebuat kenyataan yg tidak bisa dibantah lagi, bahwa Kong kian Taysu binasa karena pukulan
Cit siang koen. Cia Cianpwee bukan orang Khong tong pay. Mana boleh kau menuduh orang
secara serampangan?"
Cong Wie Hiap merasa dadanya seolah olah mau meledak. "Tutup mulut!" bentaknya.
"Sesudah membunuh Kong Kian taysoe, diatas tembok binatang Cia Soen menulis huruf2
seperti berikut. 'Seng Koen membinasakan Kong kian Taysoe' dibawah tembok ini huruf2 itu
ditulis dengan darah. Sesudah diketahui umum, bahwa dengan menggunakan nama gurunya,
Cia Soen sudah melakukan pembunuhan diberbagai tempat."
Boe Kie terkejut karena ia tak tahu bahwa sesudah membunuh Kong kian, ayah angkatnya
menulis kata2 itu ditembok. Tapi ia lantas saja mendongak dan tertawa terbahak bahak,
"perkataan itu bisa ditulis oleh siapapun jua," katanya.
"Siapa yg lihat bahwa huruf2 itu ditulis oleh Cia Cianpwee? Akupun bisa mengatakan bahwa
huruf2 itu ditulis oleh orang Khong tong pay. Tapi belajar Cit siang koan tidak semudah
menulis." Ia menengok ke arah Kong tie and berkata pula," Kong tie taysoe bukankah
soohengmu binasa karena pukulan Cit siang koen? Apakah tidak benar jika aku mengatakan,
bahwa Cit Siang koen serupa ilmu yang tidak pernah diturunkan oleh orang partai Kong tong
pay?"
Sebelum Kong tie menjawab seorang pendeta yg bertubuh besar tinggi dan mengenakan jubah
warna merah tiba2 melompat keluar dari barisan Siauw Lim Pay. Seraya mengetrok
sianthungnya (tongkat pertapaan) yg bersinar keemas2an dibumi, ia membentak, "Bocah
suruhan siapa kau? Apakah manusia serendah kau mau coba mengadu lidah dengan guruku?"
Boe Kie mengawasi dan segera mengenali, bahwa pendeta itu adalah salah seorang dari
delapan belas loo han yg bernama Goan Im. Dahulu, pada waktu Siauw Lim pay turut datang
di Boe Tong untuk mendesak orang tuanya, pendeta itulah yg sudah memberi kesaksian,
bahwa beberapa murid Siauw lim sie telah dibinasakan oleh mendiang ayahnya. Waktu itu,
dalam kedukaan yg sangat besar, ia memperhatikan muka setiap orang dan menyimpan didlm
otaknya. Sekarang begitu melihat Goan Im darahnya bergolak golak, paras mukanya merah
padam dan badannya gemetaran. Sekuat tenaga ia menindih kegusarannya yg sudah mendekat
kekalapan. "Boe Kie! Boe Kie!" serunya didalam hati. "Tugasmu di hari ini adalah
mendamaikan permusuhan diantara enam partai dan Beng Kauw. Kau tak boleh merusak
segala apa karena kepentingan pribadi. Sakit hati terhadap Siauw Lim pay dapat dibereskan
dihari kemudian."
Karena pertanyaannya tidak segera dijawab, Goan Im membentak pula. "Bocah! Jika kau kaki
tangan Mo Kauw, panjangkan lehermu untuk menerima kebinasaan! Tapi kalau kau tiada
sangkut pautnya dengan agama siluman itu, menyingkirlah dari gunung ini secepat mungkin.
Sebagai orang pertapaan, kami takkan mencelakai kau." Ia berkata begitu sebab melihat Boe
Kie tak mengenakan seragam Beng Kauw dan jg krena pemuda itu bergemetaran badannya yg
di tafsirkan olehnya sebagai rasa ketakutan.
"Bukankah kau Goan Im Taysoe?" tanya Boe Kie. "Dalam partaimu terdapat seorang yg
dikenal sebagai Goan Tin Taysoe. Cobalah minta keluar. Aku ingin ajukan beberapa
pertanyaan."
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 753
"Goan tin Soeheng tidak turut datang kesini" jawabnya. "Jika kau ingin bicara lekaslah. Kami
tak punya banyak waktu untuk mendengari segala obrolanmu. Siapakah gurumu?" Ia
menanya begitu karena turut menyaksikan tehuyungnya Cong Wie Hiap karena sampokan
Boe Kie. Ia tahu, bahwa guru pemuda itu bukan sembarangan orang. Kalau bukan memikir
begitu, ia tentu tak sudi rewel2 pada saat berhasilnya usaha keenam partai.
"Aku bukan mengikut Beng kauw dan jg bukan murid dari sesuatu partai di daerah
Tionggoan," kata Boe Kie. "Akan tetapi, aku mempunyai sangkut paut dengan Beng Kauw,
Boe Tong, Siauw Lim, Go Bie, Koen Loen dan Hwa san pay. Untuk bicara terus terang,
gerakan enam partai untuk membalas Beng Kauw adalah karena perbuatan seorang jahat.
Didalam itu terselip suatu salah mengerti yang sangat hebat. Biarpun masih berusia muda, aku
tahu seluk beluk persoalannya. Maka itu, dengan memberanikan hati aku minta kedua belah
pihak menghentikan pertempuran, menyelidiki soal ini sampai kedasar2nya, supaya siapa
yang salah, siapa yg benar menjadi terang dan kemudian membereskan permusuhan ini
seadil2nya."
Pernyataan Boe Kie itu disambut dengan gelak tertahan, ejekan dan jengekan. "Ha,ha,ha... He,
he,he,he.... Hi,hi,hi....." mereka tertawa terbahak2, dan ejekan2 berkumandang diseluruh
lapangan.
"Bocah itu tentunya sudah gila!"
"Otaknya miring! Dia rupanya mengganggap dirinya seperti Thio Cinjin dari Boe Tong pay
atau Kong Beon Seng ceng dari Siauw Lim Pay!"
"Dia mimpi memperoleh To Ling To dan menjadi yg termulia dalam Rimba Persilatan!"
"Ha ha ha! Dia anggap kita seperti anak kecil. Aduh! Aku tertawa sampai perutku sakit."
"Ho ho ho.... Hi hi hi....!"
Dalam Go Bie Pay hanya seorang, yaitu Cioe Cie Jiak, yg tidak membuka mulut. Dengan rasa
duka, ia mengerutkan alis. Semenjak bertemu dengan Boe Kie digurun pasir, ia merasa rapat
hati dengan pemuda itu. Mendengar ejek2an, ia turut merasa malu. Tapi waktu ia melirik,
pemuda itu berdiri tegak sambil mengangkat kepala. Sikapnya angker dan tenang.
Tiba2 Boe Kie berkata dengan suara nyaring. "Asal saha Goan Tin Taysoe dari Siauw Lim
pay mau munculkan diri dan bicara beberapa patah kata denganku segala tipu jahatnya, segera
akan bisa diketahui oleh kalian." Ia berkata sepatah demi sepatah dan meskipun suara tertawa
dan ejekan masih belum mereda, setiap perkatannya dpt didengar jelas sekali oleh setiap
orang yang dilapangan yg luas itu. Semua orang terkejut dan suara ramai lantas saja mereda.
Mereka tak nyana bahwa pemuda itu mempunyai Lweekang yang begitu tinggi.
"Bocah, kau sungguh licin!" bentak Goan Im. "Kau tahu, bahwa Goan tin Soeheng tidak
berada disini dan kau sengaja menyeretnya. Mengapa kau tidak mengambil Thio Coei San
dari Boetong untuk dijadiakan kesakitan?"
Ejekan menusuk itu disambut dengan segalak tertawa oleh orang banyak, sedang murid2 Boe
tong serentak saja berubah paras mukanya.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 754
"Goan Im, hati2 bila bicara!" bentak Kong tie.
Mengapa Goan Im mengejek Thio Coei San? Karena ia merasa sakit hati terhadap Thio Ngo
hiap. Ia menganggap Thio Ngo hiap yg sudah membutakan mata kanannya dengan senjata
rahasia dipinggir telaga, padahal perbuatan itu dilakukan oleh In So So.
Mendengar cacian terhadap mendiang ayahnya, tak kepalang gusarnya Boe Kie.
"Apa kau dapat menodai nama baiknya Thio Ngo Hiap?" bentaknya. "Kau... kau..."
Goan Im tertawa dingin. "Thio Coei San cari penyakit sendiri dan dibikin mabuk oleh
perempuan siluman," katanya. "Dia mendapat pembalasan setimpal karena paras cantik..."
Itulah melampai batas!
Sekuat tenaga Boe Kie menindih amarahnya. Berulang kali ia berkata didalam hati.
"Boe Kie! Boe Kie! Ingatlah tugasmu yg suci!" Tapi ia gagal (matanya berkunang kunang dan
ia kalap)
Dengan sekali melompat, tangan kirinya sudah mencengkram pinggang si pendeta yg lalu
diangkat keatas, sedang tangan kirinya merampas sian thung! (don't ask me kenapa pake
tangan kiri dua2nya... - red) Menghadapi Boe Kie, Goan Im seolah olah anak itik menghadapi
elang - sedikitpun ia tak bisa melawan.
Hampir berbareng, dua pendeta melompat dari barisan Siauw Lim Pay dan menyabet Boe Kie
dari kiri kanan dengan sin thung mereka. Itulah cara terbaik untuk menolong orang, serupa
siasat yg dikenal sebagai, "Menyerang Goei untuk menolong Toi". Dengan siasat itu, musuh
yang diserang harus menolong diri dan sebab musuh harus menolong diri, maka kawan yg
menghadapi bencana dengan sendirinya dapat ditolong. Kedua pendeta itu adalah Goan tin
dan Goan hiap.
Tapi Boe Kie lihai luar biasa. Begitu merasai kesiuran angin, dengan tangan kiri ia menenteng
Goan Im dan tangan kanan mencekal sin thung, ia melompat tinggi dan menotol sin thung
Goan tin dan Goan hiap dengan kedua ujung kakinya. Sungguh dahsyat totolan itu! Goan Tin
dan Goan Hiap serentak jatuh terjengkal! Untung juga tongkatnya tak menghantam kepala
sendiri.
Semua org mengeluarkan teriakan tertahan!
Dilain saat, bagaikan daun kering yg melayang, Boe Kie hinggap di muka bumi.
"Tee in ciong dari Boe tong pay!" seru beberapa orang (Tee in cion - Lompatan Tenaga
Awan)
Memang benar lompatan Boe Kie adalah Tee In Ciong yg tersohor dalam Rimba Persilatan.
Diwaktu kecil Boe Kie mengikuti ayah, Thay soehoe dan para pamannya.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 755
Sehingga biarpun belum pernah belajar ilmu silat Boe tong secara resmi, ia sudah banyak
mendengar dan melihat. Sesudah memiliki Kian koen tay lo ie sin kang, dengan mudah ia
mengolah segala rupa ilmu silat. Tadi, secara mendadak ia ingat lompatan Tee in ciong dan
waktu menjajalnya, ia berhasil secara wajar.
Pendekar2 Boe Tong, spt Jie Liao Cioe, Boh Seng Kok dan yang lain2, tentu saja mahir dalam
ilmu ringan badan itu. Mereka bisa melayang2 ditengah udara, bagaikan burung. Tapi
melakukan lompatan Tee in ciong sambil menenteng seorang dewasa yg bertubuh besar berat,
adalah diluar kemampuan mereka.
Sementara itu, sambil menahan napas orang2 Siauw Lim Pay mengawasi Goan Im yg berada
dalam tangan Boe Kie. Dengan sekali mengemplang, pemuda itu bisa menghancurkan kepala
si pendeta. Mereka tidak akan keburu menolong sebab Goan Im berada dalam jarak tujuh
delapan tombak. Jalan satu2nya yalah menimpuk dengan senjata rahasia. Tetapi jalan itupun
tak mungkin digunakan, sebab Boe Kie bisa menggunakan tubuh Goan Im sebagai tameng,
sehingga senjata rahasia akan berbalik mencelakai pendeta itu sendiri. Demikianlah,
meskipun didalam barisan Siauw Lim terdapat Kong tie dan Kong Seng yg berkepandaian
tinggi, mereka tidak berdaya.
Dengan mata menyala dan menggertak gigi Boe Kie menggangkat Sian Thung. Hati semua
murid Siauw Lim mencelos, beberapa diantaranya meramkan mata krena tak tega
menyaksikan kebinasaan Goan Im.
Diluar dugaan, tongkat yg sudah terangkat berhenti ditengah udara. Untuk beberapa saat, Boe
Kie mengawasi korbannya dengan paras muka yg sukar dilukiskan. Perlahan lahan
kegusarannya mereda dan perlahan lahan pula ia melepaskan Goan Im dari cekalannya.
Ternyata, pada detik yg sangat genting tiba2 pemuda itu dapat menguasai dirinya. "Begitu
lekas aku bunuh salah seorang dari rombongan enam partai itu, aku bermusuhan dengan
mereka semua dan aku tak dapa memainkan peranan sebagai pendamai lagi." Pikirnya. "Jika
aku gagal, permusuhan hebat ini tidak akan bisa dibereskan lagi."
Jilid 41_____________________
Dengan demikian, aku justru terjerumus ke dalam jebakan yang dipasang oleh binatang Seng
Koen. Sudahlah! Aku harus menelan semua hinaan. Hanya dengan begitu barulah aku bisa
membalas sakit hati kedua orang tuaku dan Gie-hoe.
Sesudah melepaskan Goan im, ia berkata dengan suara perlahan, Matamu bukan dibutakan
oleh Thio Ngo Hiap. Janganlah mendendam begitu hebat. Apalagi sesudah Thio Ngo Hiap
bunuh diri, semua sakit hati sebenarnya sudah harus habis. Taysoe adalah seorang pertapa
yang tentu tahu, bahwa dunia ini penuh dengan kekosongan. Perlu apa Taysoe begitu sakit
hati?
Sesudah lolos dari lubang jarum, Goan im berdiri terpaku dan mengawasi Boe Kie dengan
mata membelalak tanpa bisa mengeluarkan sepatah katapun. Melihat pemuda itu
mengangsurkan sian-thungnya seperti orang linglung ia menyambut dan sesaat kemudian ia
mengundurkan diri dengan menundukkan kepala.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 756
Melihat hebatnya Boe Kie, Cong Wie Hiap kaget bercampur heran. Tapi sebab ia sudah turun
ke dalam gelanggang tak dapat ia memperlihatkan kelemahannya. Orang she Can! teriaknya.
Siapa sebenarnya yang sudah menyuruh kau berbuat begini?
Aku bukan suruhan orang, jawabnya. Aku bertindak demi keadilan dengan harapan agar enam
partai dan Beng Kauw bisa berdamai.
Cong Wie Hiap mengeluarkan suara di hidung, Tak mungkin aku berdamai dengan Beng
Kauw, katanya dengan kaku. Bangsat tua she In itu hutang tiga pukulan Cit siang koen.
Sesudah aku menghajar dia, kita boleh bicara lagi. Seraya berkata begitu ia menggulung
tangan bajunya.
Cong Cianpwee tak henti-hentinya menyebut Cit siang koen, kata Boe Kie. Tapi menurut
penglihatan boanpwee, latihan Cianpwee dalam ilmu itu masih jauh dari cukup. Dalam tubuh
manusia terdapat Ngo heng. Jantung berarti Api, paru-paru berarti Emas, ginjal berarti Air,
nyali berarti Tanah dan hati berarti Kayuz. Disamping itu terdapat dua macam Khie (hawa),
yaitu Im dan Yang (negative dan positif) sehingga semuanya berjumlah tujuh unsur. Begitu
seseorang terburu-buru melatih diri dalam ilmu Cit siang koen maka ketujuh unsur itu akan
terluka semua. Makin tinggi latihannya makin hebat luka di dalam badannya. Sebelum ilmu
itu dapat melukai musuh, ilmu tersebut lebih dulu melukai diri sendiri. Untung juga latihan
Cianpwee masih belum tinggi sehingga luka Cianpwee masih dapat diobati. (Cit siang koen
berarti ilmu pukulan tujuh luka)
Cong Wie Hiap terkejut. Keterangan pemuda itu sesuai dengan apa yang tertulis di dalam
kitab Cit siang koen! Di dalam kitab itu diperingatkan keras bahwa seseorang yang mau
melatih Cit siang koen harus mempunyai Lweekang yang sangat tinggi harus mencapai di
mana Khie (hawa) yang dikerahkan bisa menerobos masuk ke dalam semua jalan darah yang
terdapat di dalam tubuh manusia. Siapa yang belum mencapai tingkat setinggi itu dilarang
mempelajarinya. Tapi Cong Wie Hiap tak menggubris. Begitu ia merasa tenaga dalamnya
sudah cukup kuat, ia segera melakukan latihan Cit siang koen. Latihan itu benar saja banyak
menambah tenaganya, karena belum merasakan bahaya, ia lupa daratan. Sekarang mendadak
ia mendengar perkataan Boe Kie dan lantas saja ia jadi kaget. Mengapa kau tahu? tanyanya
tanpa sadar.
Sebaliknya dari menjawab pertanyaan itu, Boe Kie berkata, Cong Cianpwee, bukankah kau
sering merasa sakit pada In boen hiat di pundakmu? In boen hiat berhubungan dengan paruparu.
Itu berarti paru-paru Cianpwee sudah terluka. Bukankah Ceng leng hiat Cianpwee di
lengan terasa gatal-gatal? Ceng leng hiat berhubungan langsung dengan jantung dan itu
berarti bahwa jantung Cianpwee telah terluka. Setiap hawa lembab dan turun hujan, betis
Cianpwee di bagian Ngo lie hiat terasa lemas. Bukankah begitu? Ngo lie hiat berhubungan
dengan hati dan aku berani mengatakan bahwa hati Cianpwee juga ikut terluka. Makin lama
Cianpwee berlatih, tanda-tanda itu akan makin terasa. Kalau Cianpwee berlatih terus enam
tujuh tahun lagi, maka sekujur tubuh Cianpwee akan menjadi lumpuh.
Cong Wie Hiap mendengar keterangan itu dengan keringat dingin turun menetes dari dahinya.
Boe Kie mengerti seluk beluk Cit siang koen sebab ia pernah mendapat teorinya dari Cia
Soen. Belakangan, sesudah mahir dalam ilmu ketabiban, ia mengerti juga bahaya-bahaya dari
ilmu pukulan itu, hingga demikian ia dapat menyebutkan tanda-tandanya secara tepat sekali.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 757
Dilain pihak, selama beberapa tahun Cong Wie Hiap pun sudah merasa bahwa ada sesuatu
yang kurang beres dalam tubuhnya. Tapi lantaran penyakit itu enteng rasanya dan juga seperti
lumrahnya manusia kebanyakan, ia takut menghadapi tabib maka sejauh ini ia belum pernah
berusaha mengobati ketidak beresan itu. Sekarang ia takut setengah mati dan parasnya
berubah pucat. Ia mengawasi Boe Kie dengan mata terbuka lebar dan beberapa saat barulah ia
bisa membuka mulut, Kau bagaimanakau tahu?
Pemuda itu tertawa tawar. Boanpwee mengenal ilmu ketabiban, sahutnya. Jika Cianpwee
percaya, sesudah urusan ini beres, boanpwee bersedia mengobati. Tapi bagi Cianpwee Cit
siang koen banyak bahayanya dan tiada gunanya. Sebaiknya Cianpwee tidak berlatih ilmu itu
lagi.
Si tua coba ngotot terus. Cit siang koen adalah ilmu terhebat dari Khong tong-pay sehingga
bagaimana bisa kau katakana bahwa ilmu itu banyak bahaya dan tiada gunanya? tanyanya.
Dahulu Ciang boen Soe cow kami, yaitu Bok Leng Coe telah mengguncang seluruh Rimba
Persilatan. Nama harumnya dikenal di empat penjuru dan ia berusia sampai sembilan puluh
satu tahun. Inilah bukti bahwa Cit siang koen tidak mencelakai orang yang mempelajarinya.
Bocah! Kau jangan bicara sembarangan!
Kalau begitu, bisalah dipastikan bahwa Lweekang Bok Leng Coe cianpwee sudah mencapai
taraf yang cukup, kata Boe Kie. Seseorang yang tenaga dalamnya cukup tentu saja boleh
berlatih ilmu tersebut. Ia bukan saja tidak akan mendapat bahaya malah akan memperoleh
keuntungan besar karena Cit siang koen dapat memperkuat isi perut manusia. Kalau
Cianpwee tidak percaya omonganku, terserahlah. Tapi boanpwee tetap berpendapat bahwa
Lweekang Cianpwee belum cukup tinggi untuk berlatih Cit siang koen.
Cong Wie Hiap adalah salah seorang tetua Khong tong-pay dan jago ternama dalam Rimba
Persilatan. Tapi sekarang, di hadapan tokoh-tokoh berbagai partai, ia didesak oleh seorang
pemuda yang tidak dikenal. Bukan saja terdesak, tapi ilmu terhebat partainya dikatakan
sebagai ilmu tak berguna. Dapatlah dimengerti kalau darahnya langsung mendidih.
Bocah! bentaknya dengan mata melotot. Kalau kau bilang Cit siang koen tidak berguna,
cobalah jajal!
Boe Kie kembali tertawatawar. Cit siang koen memang ilmu yang hebat, katanya. Aku tidak
mengatakan bahwa ilmu itu tak berguna. Maksudku hanya bahwa jika Lweekang seseorang
belum cukup tinggi, biarpun dia berlatih lama, latihan itu tiada gunanya.
Dengan berdiri di belakang para soecinya, Cioe Cie Jiak mengawasi pemuda itu. Di dalam
hati ia merasa geli. Paras muka Boe Kie masih agak kekanak-kanakan tapi dengan sikap
seperti orang tua yang berpengalaman, ia memberi nasehat pada salah seorang tetua dari
Khong tong-pay dan hal itu seolah-olah gurauan.
Murid-murid Khong tong-pay yang berusia muda merasa gusar dan ingin sekali menghajar
Boe Kie. Tapi karena melihat Cong Wie Hiap mendengarkan setiap perkataan pemuda itu
dengan penuh perhatian, mereka tidak berani bertindak sembrono.
Apakah kau berpendapat bahwa Lweekangku belum cukup? tanya Cong Wie Hiap.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 758
Cukup atau tak cukup, aku tak tahu, jawabnya. Tapi menurut penglihatanku, waktu berlatih
Cit siang koen, Cianpwee telah terluka sehingga sebaiknay latihan itu tidak diteruskan.
Jiako tak usah meladeni semua omong kosong! tiba-tiba terdengar suara bentakan seseorang
di belakangnya. Dia menghina Cit siang koen kita, biarlah dia rasakan pukulanku. Hampir
berbarengan, satu pukulan yang hebat menyambar Leng tay hiat di punggung Boe Kie. Leng
tay hiat adalah salah satu hiat penting yang membinasakan. Jangankan Cit siang koen,
pukulan yang biasa sekalipun bisa membinasakan jika kena tepat di bagian itu.
Dalam tekadnya untuk menaklukan keenam partai dengan Kioe yang Sin kang, biarpun tahu
sedang dibokong orang, Boe Kie tidak memutar badan dan membalas, ia berkata pula kepada
Cong Wie Hiap, Cong Cianpwee.
Mendadak terdengar kerincingan rantain disusul dengan bentakan, Tua bangka! Jangan
bokong orang! Itulah bentakan Siauw Ciauw yang segera meninju kepala si pembokong.
Orang itu menangkis dengan tangan kirinya sedang tinju kanannya sudah mampir tepat di
Leng tay hiat Boe Kie. Semua orang terkesiap tapi pemuda itu sendiri tidak bergeming. Ia
mengambil sikap acuh tak acuh bahkan tidak mengerahkan tenaga dalam untuk menolak
tenaga pukulan itu. Siauw Ciauw, katanya seraya tertawa. Kau tak usah khawatir. Pukulan Cit
siang koen itu sedikitpun tiada gunanya.
Muka si nona yang putih lantas saja bersemu merah. Dengan jengah ia berkata, Aku lupaaku
lupa kau sudah belajar. Ia tidak meneruskan perkataannya dan buru-buru meloncat mundur
sambil menyeret rantai.
Boe Kie memutar tubuh dan melihat si pembokong adalah seorang kakek yang batok
kepalanya besar dan tubuhnya kurus. Dia adalah tetua keempat dari Khong tong-pay namanya
Siang Keng Cie. Mukanya sudah berubah pucat dan ia berkata dengan suara tergugu. Kau
memiliki Kim kong Poet-hoay tee Sin-kang Apa kau murid Siauw lim sie?
Sambil tersenyum pemuda itu menjawab, Aku bukan murid Siauw lim sie tapi benar aku
pernah belajar ilmu di kuil Siauw lim sie.
Buk! Selagi ia bicara, tinju Siang Keng Cie mampir tepat di dadanya. Sepanjang pengetahuan
tetua Khong tong itu, Kim kong Poet hoay tee hanya dapat dipertahankan sambil menahan
nafas.
Boe Kie tertawa dan berkata, Kalau seseorang sudah melatih diri dalam Kim kong Poet hoay
tee sampai pada puncak kesempurnaan, ia tak akan bisa diserang walaupun ia sedang bicara.
Tanpa menggunakan Lweekang, tubuhnya tidak bisa kena segala pukulan. Jika kau tidak
percaya kau boleh memukul lagi.
Bagaikan kilat Siang Keng Cie mengirimkan empat tinju geledek. Pemuda itu menerima
dengan paras muka berseri-seri.
Siang Keng Cie dijuluki It-koen Toan gak (satu tinju mematahkan gunung). Meskipun julukan
itu terlalu mencolok tapi orang-orang yang berusia agak lanjut mengetahui bahwa tetua
Khong tong itu memang mempunyai pukulan dahsyat. Bahwa Boe Kie bisa menerima
keempat pukulan itu sambil tersenyum-senyum telah mengejutkan semua orang.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 759
Sesudah lama Koen loen dan Khong tong-pay tak begitu akur dan meskipun sekarang mereka
bersatu untuk membasmi Beng-kauw, tapi di dalam hati, banyak anggota kedua partai itu
masih mengambil sikap bermusuhan. Maka itu, dari barisan Koen loen-pay segera saja
terdengar beberapa ejekan.
Lihat, sungguh tinju It-koen Toan gak!
Apakah yang telah dipatahkan Sie koen (empat tinju).
Untung juga Siang Keng Cie berkulit hitam sehingga warna merah pada mukanya tak begitu
menyolok.
Dilain pihak, anggota-anggota Siauw lim-pay merasa heran dan banyak pertanyaan muncul
dalam hati mereka.
Pemuda itu mengatakan bahwa dia sudah pernah belajar ilmu Siauw lim sie. Siapa dia?
Kim kong Poet hoay tee tak pernah diturunkan kepada orang luar. Disamping itu, Tong kian
Taysoe dalam partai kita, tiada orang lain memiliki ilmu tersebut. Pemuda itu masih begitu
muda. Mana bisa dia mempunya ilmu yang harus dilatih selama empat puluh tahun.
Sungguh mengherankan. Siapa dia?
Siapa dia?....
Dilain saat, Cong Wie Hiap mengangkat tangannya dan berkata dengan suara menyeramkan,
Can heng, aku merasa sangat kagum akan Sin-kangmu. Apa boleh aku menerima pelajaran
darimu dalam tiga jurus? Ia menantang karena tahu bahwa tenaga Cit siang koen yang
dimilikinya lebih kuat banyak daripada Siang Keng Cie sehingga mungkin sekali ia akan
berhasil merobohkan pemuda itu.
Jika nanti Cianpwee sudah berhasil, boanpwee pasti akan menolak, jawabnya. Tapi sekarang,
bolehlah boanpwee menerima pukulan Cianpwee.
Dengan gusar Cong Wie Hiap mengerahkan Cin-khie sehingga tulang-tulangnya di dalam
tubuh berkerotokan. Ia maju selangkah dan menghantam dada Boe Kie sekuat tenaga.
Begitu tinju menyentuh dada, ia terkesiap sebab tersedot dengan semacam tenaga dan tak
mampu menarik kembali tangannya. Dilain saat, dari tinjunya masuk semacam hawa hangat
yang terus menerobos ke dalam isi perutnya. Waktu menarik kembali tangannya ia merasa
semangatnya terbangun dan sekujur badannya nyaman luar biasa. Ia tertegun sejenak dan lalu
mengirimkan tinju kedua ke Boe Kie. Kali ini pemuda itu mengerahkan sedikit Lweekang
sehingga ia terhuyung beberapa langkah.
Melihat paras muka kawannya yang sebentar pucat dan sebentar merah. Siang Keng Cie yang
berdiri di samping Boe Kie menduga bahwa kawan itu terluka berat. Maka itu waktu Cong
Wie Hiap mengirimkan tinju ketiga, iapun menghantam dari belakang sehingga dengan
bersamaan dua tinju mampir telak di tubuh Boe Kie, satu di dada satu di punggung.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 760
Semua orang melihat bahwa dua pukulan itu disertai dengan Lweekang yang sangat tinggi.
Tapi begitu menyentuh tubuh si pemuda, semua tenaga dalam amblas bagaikan batu yang
masuk ke dalam lautan.
Siang Keng Cie tahu bahwa dengan kedudukannya yang tinggi, dalam pembokongannya yang
pertama saja, ia sudah melakukan perbuatan tak pantas. Tapi bokongan pertama itu bisa
dimengerti dan dimaafkan. Orang bisa menganggap ia berbuat begitu sebab terlalu gusar
karena partainya dihina orang. Tapi pembokongan yang kedua merupakan perbuatan hina dan
yang tak bisa dibela dengan cara apapun juga.
Waktu memukul ia percaya bahwa Boe Kie akan binasa dengan pukulan itu. Kalau pemuda
itu dapat dibinasakan maka menurut jalan pemikirannya ia telah berjasa terhadap keenam
partai dalam menyingkirkan seorang pengacau. Mungkin orang akan mencela dia tapi dia bisa
menebus ketidak layakan itu dengan jasanya.
Betapa kagetnya karena bokongannya tidak berhasil, dapatlah dibayangkan sendiri.
Bagaimana rasanya badan Cianpwee? tanya Boe Kie kepada Cong Wie Hiap.
Si tua kelihatan terkejut. Sesaat kemudian ia mengangkat tangannya dan berkata dengan suara
jengah. Terima kasih atas budi Can-heng yang sudah membalas kejahatan dengan kebaikan,
sungguh-sungguh aku merasa malu dan berterima kasih tidak habisnya.
Pengakuan itu mengejutkan semua orang.
Ternyata waktu menerima tiga pukulan, Boe Kie telah mengirim Kioe-yang Cin-khie
disalurkan ke dalam tubuh si tua. Meskipun pengiriman hawa tulen itu hanya dilakukan dalam
waktu sedetik tapi karena Kioe-yang Cin-khie bertenaga dahsyat maka Cong Wie Hiap sudah
mendapat keuntungan yang tidak kecil. Jika dalam pukulan ketiga Siang Keng Cie tidak
mengadu tinju maka keuntungan yang didapat olehnya akan lebih besar lagi.
Pujian Cianpwee yang begitu tinggi tak dapat diterima olehku, kata pemuda itu dengan suara
merendah. Barusan Kie keng Pat meh (pembuluh darah) Cianpwee telah mendapat sedikit
bantuan dan sebaiknya Cianpwee mengaso sambil mengerahkan hawa. Dengan demikian
racun yang berkumpul dalam tubuh sebagai akibat latihan Cit siang koen akan dapat
disingkirkan dalam waktu dua atau tiga tahun.
Cong Wie Hiap yang tahu penyakitnya sendiri buru-buru menyoja dan berkata, Terima kasih,
banyak-banyak terima kasih.
Boe Kie berjongkok dan menyambung tulang Tong Boen Liang. Seraya menengok ke Siang
Keng Cie, ia berkata, Berikanlah koyo Hwee-yang Giok-liong kepadaku.
Siang Keng Cie segera menyerahkan apa yang dipintanya.
Cobalah Cianpwee minta Sam hong Po la wan dari Boe tong-pay dan bubuk Giok Cin-san
dari Hwa san-pay, kata Boe Kie pula.
Permintaan itu lantas dituruti.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 761
Dengan menggunakan rumput Co o koyo Hwee-yang Giok-liong dari partai Cianpwee, sangat
mujarab, kata pemuda itu.
Dalam Sam hong Po la wan dari Boe tong-pay terdapat Thiun tiok-hong, Hiong hong dan
Tang hong. Ditambah dengan Giok Cin-san maka dalam waktu dua bulan saja kesehatan
Tong Cianpwee akan pulih seperti biasa lagi. Seraya berkata begitu dengan cepat ia membalut
tulang-tulang Tong Boen Liang yang sudah disambung dan dalam sekejap pekerjaan itu sudah
selesai.
Perbuatan Boe Kie kian lama kian mengherankan. Kepandaiannya dalam menyambung tulang
tidak akan dapat ditandingi oleh tabib manapun juga. Disamping itu, iapun tahu obat-obat
istimewa yang dipunyai oleh setiap partai.
Dengan rasa malu Siang Keng Cie mendukung Tong Boen Liang dan mundur dari
gelanggang. Mendadak Tong Boen Liang berteriak, Orang she Can! Bahwa kau telah
menyambung tulangku, aku merasa sangat berterima kasih dan di kemudian hari nanti, aku
pasti akan membalas budimu. Tapi permusuhan antara Khong tong-pay dan Mo-kauw
sedalam lautan. Tak bisa kami sudahi karena budimu. Jika kau anggap melupakan budi, kau
boleh mematahkan lagi tulang kaki tanganku.
Mendengar pernyataan itu, hati semua orang timbul perasaan hormat terhadap Tong Boen
Liang yang bersifat lebih ksatria daripada Siang Keng Cie.
Cara bagaimanakah baru Cianpwee bisa merasa puas dan sudi menyudahi permusuhan ini?
tanya Boe Kie.
Cobalah kau perlihatkan ilmu silatmu, jawabnya. Jika Khong tong-pay merasa tak bisa
menandingi, barulah kami tak bisa berkata apa-apa lagi.
Dalam Khong tong-pay terdapat banyak sekali orang pandai sehingga biar bagaimanapun juga
boanpwee takkan bisa menandingi, sahut Boe Kie sambil tertawa. Tapi karena telah terlanjur,
biarlah boanpwee memperlihatkan kebodohannya. Seraya berkata begitu, matanya mengawasi
seluruh lapangan. Di sebelah timur terdapat pohon siong yang tingginya tiga tombak lebih dan
rindang daunnya. Perlahan-lahan ia mendekati pohon itu dan berkata dengan suara nyaring,
Boanpwee pernah belajar Cit siang koen dan kini boanpwee ingin memperlihatkan kebodohan
sendiri. Boanpwee mohon para Cianpwee supaya tidak menertawai. Semua orang merasa
heran. Dari mana bocah itu belajar Cit siang koen? tanyanya di dalam hati. Sesudah berdiam
sejenak, tiba-tiba Boe Kie menghafalkan sesuatu yang menyerupai sajak:
Hawa Ngo-heng dicampur Im-yang,
Merusak jantung, melukai paru-paru, hati dan usus,
Tenaga hilang, pikiran kalang kabut,
Semangat terbang!
Tak kepalang kagetnya kelima ketua Khong tong-pay! Mengapa? Karena apa yang dihafal
pemuda itu adalah bagian terakhir dari kitab Cit siang koen, suatu rahasia yang belum pernah
diturunkan ke orang luar. Dalam kagetnya, mereka tentu saja belum bisa menduga bahwa
pelajaran itu telah diturunkan oleh Cia Soen yang telah merampas kitab tersebut kepada Boe
Kie.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 762
Sementara itu, setelah mengerahkan tenaga dalam, bagaikan kilat Boe Kie meninju pokok
pohon.
Krreek!.... Sebatas pokok yang ditinju, pohon itu terbang dan dubrak! Roboh dalam jarak dua
tombak lebih! Di atas tanah hanya berdiri pohon yang tingginya kira-kira empat kaki.
Pukulan pukulan itu bukan Cit siang koen, kata Siang Keng Cie dengan suara tak puas.
Cit siang koen adalah semacam pukulan yang di dalam kekerasannya terdapat kelembekan
dan di dalam kelembekannya terdapat kekerasan. Pukulan Boe Kie itu biarpun dahsyat luar
biasa hanyalah pukulan yang menggunakan tenaga keras
Tapi waktu Siang Keng Cie menghampiri pangkal pohon yang masih berdiri dan
memeriksanya, ia terpaku dan mengawasi dengan mulut ternganga. Ia lihat bahwa urat-urat
pohon yang terpukul hancur semuanya! Itulah Cit siang koen yang sudah mencapai puncak
kesempurnaan!
Ternyata dalam pukulannya itu, Boe Kie telah menggunakan dua macam tenaga. Untuk
mencapai maksudnya, mereka harus memperlihatkan hasil dengan segera. Jika ia hanya
menggunakan Cit siang koen maka sesudah berselang sepuluh hari atau setengah bulan,
barulah pohon itu mati berdiri. Maka itu ia meningju dengan tenaga Cit siang koen yang
disertai dengan Yang-kang (tenaga keras) sehingga batangnya patah dan terbang.
Kehebatan Boe Kie disambut dengan sorak-sorai gegap-gempita.
Bagus! seru Tong Boen Liang. Itulah Cit siang koen yang tertinggi. Aku merasa takluk! Tapi
bolehkah aku bertanya, dari mana Can Siauw hiap belajar ilmu itu?
Boe Kie tidak menjawab. Ia hanya tersenyum.
Tiba-tiba si tua berteriak, Di mana adanya Kim mo Say-ong Cia Soen! Beritahukanlah!
Pemuda itu terkejut. Celaka! ia mengeluh di dalam hati. Dengan memperlihatkan Cit siang
koen, aku menyeret Gie-hoe. Jika aku bicara terus terang, peranan damai tidak dapat dipegang
lagi olehku.
Sesudah berpikir sejenak, ia bertanya dengan suara lantang, Apakah Cianpwee menganggap
kitab Cit siang koen dirampas oleh Kim mo Say-ong? Ha-ha! Cianpwee salah, salah besar!
Kitab itu dicuri oleh Hoen goan Pek lek chioe Seng Koen. Malam itu, ketika terjadi
pertempuran di kuil Ceng yang koen, gunung Khong tong san bukankah ada dua orang yang
kena pukulan Hoen goan kang? Katakanlah, boanpwee benar atau salah.
Ternyata pada waktu Cia Soen bertempur di Khong tong san dalam usahanya merampas kitab
Cit siang koen, Seng Koen yang ingin memperhebat kekacauan dalam Rimba Persilatan,
diam-diam memberi bantuan. Ia melukai Tong Boen Liang dan Siang Keng Cie dengan
pukulan Hoen goan kang. Waktu itu Cia Soen sendiri masih belum tahu. Belakangan, atas
petunjuk Kong kian Taysoe, barulah ia tahu adanya bantuan itu.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 763
Mengingat kejahatan Seng Koen, tanpa ragu lagi Boe Kie sudah menimpakan kesalahan
padanya. Apalagi, pada hakekatnya Boe Kie tidak berdusta seluruhnya sebab memang benar
Seng Koen sudah membokong kedua tetua Khong tong dengan maksud tidak baik.
Selama dua puluh tahun lebih Tong Boen Liang dan Siang Keng Cie dihinggapi perasaan
ragu. Mendengar keterangan Boe Kie, mereka saling melirik tapi tidak mengatakan apapun
juga.
Apakah Can Siauw hiap tahu di mana adanya Seng Koen sekarang? tanya Cong Wie Hiap.
Dengan menggunakan semua kepandaiannya Seng Koen mengadu domba enam partai besar
dan Beng-kauw, terang Boe Kie. Belakangan ia menjadi murid Siauw lin dan sebagai seorang
pertapa ia memakai nama Goan-tin. Di kuil Siauw lim sie, dia pernah mengajar ilmu silat
kepada boanpwee. Jika dusta, boanpwee rela menerima hukuman seberat-beratnya di akhirat
dan biarlah boanpwee tidak bisa lahir lagi di dunia.
Barisan Siauw lim-pay lantas saja gempar. Goan-tin adalah murid Kong kiang Seng Ceng dan
sesuai dengan peraturan yang sangat keras, kecuali di kuil ini, pendeta-pendeta Siauw lim
belum pernah keluar dari pintu kuil. Keterangan Boe Kie bahwa Goan-tin adalah Seng Koen
sedikit pun tidak dipercaya oleh mereka.
Tiba-tiba terdengar pujian kepada Sang Buddha dan seorang pendeta yang mengenakan jubah
pertapa warna abu-abu berjalan keluar dari barisan Siauw lim. Pendeta itu berparas angker
dan tangan kirinya mencengkram tasbih, tidak lain daripada Kong seng, salah seorang dari
ketiga pendeta suci. Can Sie-coe, bagaimana kau bernai menuduh murid Siauw lim sie secara
sembarangan? tanyanya. Kapan kau belajar silat di kuil kami? Di hadapan orang-orang gagah
di seluruh Rimba Persilatan, aku tak bisa membiarkan kau menodai nama harumnya Siauw
lim.
Boe Kie membungkuk seraya berkata, Taysoe, janganlah kau gusar. Jika Taysoe bisa
memanggil Goan-tin. Taysoe akan segera tahu duduk persoalannya.
Paras muka Kong seng lantas saja berubah menyeramkan. Can Sie-coe, sekali lagi kau
menyebut nama soetitku, katanya dengan suara kaku. Kau masih begitu muda, mengapa
hatimu begitu kejam?
Mengapa Taysoe mengatakan hatiku kejam? tanya Boe Kie. Aku minta Goan-tin Hweeshio
keluar hanya untuk menjelaskan persoalan ini di hadapan para orang gagah.
Goan-tin soetit telah berpulang ke alam baka, kata Kong seng dengan suara perlahan. Ia
mengorbankan jiwa untuk partai kami. Sesudah meninggal dunia, nama baiknya tak dapat.
Begitu mendengar perkataan Goan tin soetit sekarang sudah berpulang ke alam baka kepala
Boe Kie pusing dan paras mukanya berubah pucat. Perkataan Kong seng yang selanjutnya tak
dapat ditangkap lagi olehnya. Apa benar dia mati? tanyanya dengan suara terputus-putus.
Tidak tak mungkin.
Kong seng menunjuk sesosok tubuh yang tergeletak di sebelah barat dan berkata dengan suara
keras, Kau lihat sendiri.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 764
Boe Kie mendekati. Mayat itu mukanya melesak dan matanya terbuka lebar ternyata memang
mayat Goan-tin atau Hoen-goan Pek lek chioe Seng Koen. Ia membungkuk dan meraba dada
mayat yang dingin itu, suatu tanda bahwa Goan-tin sudah mati lama juga.
Boe Kie berduka campur girang. Ia tak menyangka bahwa musuh besar ayah angkatnya
binasa di tempat itu. Biarpun bukan ia sendiri yang membinasakannya, sakit hati sudah
terbalas. Darahnya bergolak-golak dan sambil mendongak, ia tertawa terbahak-bahak.
Bangsat! Oh, bangsat terkutuk! teriaknya. Selama hidup kau melakukan berbagai kejahatan
tapi kau mendapat juga bagianmu di hari ini! Suara tawanya yang dahsyat seolah-olah
menggetarkan seluruh lembah. Sesudah berteriak, ia menengok ke arah Kong seng dan
bertanya, Siapa yang membinasakan Goan-tin?
Kong seng tidka menyahut. Ia melirik pemuda itu dengan mata menyala dan mukanya
bersinar dingin bagaikan es.
Yang menjawab Boe Kie adalah In Thian Ceng, Dia telah bertempur dengan anakku, Ya Ong,
katanya. Dia mati, anakku terluka.
Boe Kie membungkuk. Di dalam hati ia berkata, Sesudah kena pukulan Han-peng Bian-ciang
dari Ceng-ek Hok ong, Goan-tin terluka berat. Karena itu paman berhasil membinasakannya.
Sungguh menyenangkan bahwa paman sudah berhasil membalas sakit hati ini. Ia
menghampiri In Ya Ong dan memegang nadinya. Hatinya lega sebab ia tahu bahwa luka sang
paman tidak berbahaya bagi jiwanya.
Makin lama Kong seng jadi makin gusar. Tiba-tiba ia berteriak, Bocah! Kemari kau untuk
menerima kebinasaan!
Boe Kie terkejut, ia menengok dan menegaskan, Apa?
Jelas-jelas kau tahu bahwa Goan-tin soetit sudah binasa tapi kau masih juga berusaha untuk
menimpakan segala dosa di atas pundaknya, kata Kong seng. Kau terlalu jahat, dan aku tidak
dapat mengampuni kau. Hari ini aku terpaksa membuka larangan membunuh. Pilihlah, kau
mati bunuh diri atau dibinasakan olehku.
Pemuda itu jadi bingung. Kebinasaan Goan-tin merupakan ganjaran setimpal bagi dirinya dan
kejadian ini sangat menggirangkan, pikirnya. Tapi dengan binasanya pendeta itu, aku tak
punya saksi lagi dan urusan jadi makin susah dipecahkan. Bagaimana baiknya?
Selagi ia mengasah otak, Kong seng sudah menerjang. Tangan kanannya menyambar ke leher
dengan jari-jari yang dipentang lurus.
Hati-hati! Itu Liong Jiauw chioe! seru In Thian Ceng. (Liong Jiauw chioe ilmu pukulan cakar
naga)
Dengan sekali berkelit Boe Kie menyelamatkan dirinya, tapi Kong seng adalah salah seorang
dari tiga pendeta suci Siauw lim sie dan Liong Jiauw chioe merupakan salah satu pukulan
terhebat dari Siauw lim-pay. Baru saja cengkraman pertama gagal, cengkraman kedua yang
lebih cepat dan lebih dahsyat sudah menyusul. Boe Kie melompat ke samping. Cengkraman
ketiga, keempat, kelima menyambar-nyambar bagaikan hujan dan angin dalam sekejap,
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 765
pendeta itu seolah-olah seekor naga yang terbang di angkasa sambil mementangkan cakarnya
sehingga semua gerakan Boe Kie di bawah kekuasaannya.
Mendadak berbarengan dengan mengapungnya tubuh Boe Kie terdengar suara brett! Di lain
saat barulah orang tahu bahwa tangan baju pemuda itu robek dan lengan kanannya tercakar
sehingga mengucurkan darah. Di antara sorak-sorai orang Siauw lim-pay terdengar teriakan
kaget dari seorang wanita, Boe Kie melirik dan melihat Siauw Ciauw tengah mengawasinya
dengan paras muka ketakutan. Thio Kongcoe, hati-hati! teriak si nona.
Sungguh baik nona kecil itu, piker Boe Kie sambil melompat ke belakang karena dengan
kecepatan luar biasa Kong seng sudah menubruk lagi.
Begitu cengkraman pertama gagal, cengkraman kedua menyusul dan Boe Kie kembali
melompat ke belakang. Selagi yang satu menubruk dan yang satu melompat, mereka tetap
berhadapan satu sama lain. Sesudah menubruk delapan sembilan kali, Kong seng masih juga
belum berhasil. Jarak antara mereka tetap tidak berubah, yaitu dua kaki lebih. Maka dengan
demikian, meskipun Boe Kie masih belum balas menyerang, tinggi rendahnya ilmu ringan
badan antara kedua lawan itu sudah bisa dilihat nyata.
Kita tahu bahwa Kong seng menubruk ke depan sedang Boe Kie melompat ke belakang.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa menubruk ke depan lebih mudah daripada melompat ke
belakang. Meskipun begitu Kong seng masih tidak bisa menyentuh badan pemuda itu.
Dengan demikian dapatlah ditarik kesimpulan bahwa dalam ilmu meringankan badan, pendeta
itu sudah kalah setingkat. Kalau mau, dengan mudah Boe Kie bisa menyingkir jauh-jauh dari
Kong seng.
Mengapa Boe Kie tetap mempertahankan jarak dua tiga kaki dari pendeta itu? Karena ia ingin
mempelajari rahasia pukulan Liong Jiauw chioe. Ia menyadari bahwa sesudah mengeluarkan
tiga puluh enam macam pukulan, si pendeta menyerang pula dengan pukulan ke delapan yaitu
Na na sit (Gerakan mencengkram) yang tadi sudah digunakan. Sesudah itu kedua tangan
Kogn seng menyambar dari atas ke bawah. Itulah Chio coe sit (Gerakan merebut mutiara),
pukulan kedua belas. Melihat itu, Boe Kie segera mengetahui bahwa Liong Jiauw chioe hanya
terdiri dari tiga puluh enam pukulan atau gerakan.
Selama hidup, Kong seng jarang sekali bertempur melawan musuh. Waktu mencapai usia
setengah tua, walaupun musuh beberapa kali ia pernah bertemu dengan lawan berat, tapi
begitu mengeluarkan Liong Jiauw chioe, pihak lawan segera keteteran. Sejauh itu, ia belum
pernah bertempur dengan lawan yang bisa bertahan lebih dari dua belas pukulan. Maka itu,
pukulan ketiga belas sampai ketiga puluh enam belum pernah digunakan untuk menghadapi
musuh. Sungguh tak disangka, sesudah mengeluarkan tiga puluh enam pukulan, ia masih juga
belum bisa merobohkan Boe Kie. Mau tak mau ia terpaksa mengulangi pukulan-pukulan yang
tadi sudah digunakan. Ilmu ringan badan bocah ini memang sangat hebat, pikirnya. Dengan
mengandalkan kegesitannya, ia berhasil menyelamatkan diri dari pukulan-pukulan. Tapi kalau
bertempur sungguhan, belum tentu ia bisa melayani dua belas pukulan Liong Jiauw chioe.
Sementara itu, Boe Kie sudah dapat menyelami kehebatan Liong Jiauw chioe. Memang Jiauw
hoat (Ilmu mencengkram) yang terdiri dari tiga puluh enam gerakan itu tidak ada cacatnya.
Akan tetapi, sesudah memiliki Kian koen Tay lo ie Sin-kang, dengan mengandalkan Sin-kang
tersebut, pemuda itu dapat memecahkan pukulan apapun juga. Sekarang juga ia bisa
menghancurkan Liong Jiauw chioe. Tapi ia ragu dan berkata dalam hati, Tidak sukar bagiku
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 766
mengambil jiwanya, tapi Siauw lim-pay mempunyai nama besar sedangkan Kong seng
Taysoe adalah salah seorang dari ketiga pendeta suci. Apabila dengan gegabah lalu aku
merobohkannya di hadapan orang banyak, di mana Siauw lim-pay mau menaruh muka? Tapi
bila tidak dirobohkan, dia pasti tak akan mau mundur. Ia jadi serba salah.
Tiba-tiba Kong seng membentak, Bocah! Kau kabur bukan Pie Boe!
Boe Kie menjawab, Mau Pie Boe. Dengan menggunakan kesempatan selagi pemuda itu
bicara, Kong seng mengirim dua pukulan berantai. Di luar dugaan, seraya melompat Boe Kie
terus bicara dengan suara tenang. juga boleh. Tapi bagaimana kalau aku menang? Suaranya
bukan saja tenang, tapi juga tak terputus. Kalau seseorang memeramkan kedua matanya, ia
tak akan menduga bahwa selama mengucapkan perkataan-perkataan itu, Boe Kie sudah
menyelamatkan diri dari tiga serangan Kong seng yang cepat dan dahsyat.
Ilmu ringan badanmu benar-benar hebat, puji si pendeta itu. Tapi kamu jangan harap bisa
menandingi aku dalam suatu pertempuran yang sungguh-sungguh.
Dalam Pie Boe, tak seorangpun bisa meramalkan siapa bakal menang, siapa bakal kalah, kata
Boe Kie. Usia boanpwee lebih muda daripada Taysoe. Tapi biarpun kalah ilmu, boanpwee
mungkin menang tenaga.
Kalau aku kalah, kau boleh bunuh aku! bentak Kong seng dengan gusar.
Hal ini tak akan berani boanpwee lakukan, kata pemuda itu. Apabila boanpwee kalah, Taysoe
boleh berbuat sesuka hati. Tapi jika secara kebetulan boanpwee menang sejurus atau setengah
jurus maka boanpwee hanya berharap supaya Siauw lim-pay mundur dari Kong Beng-teng.
Urusan Siauw lim-pay harus diputuskan oleh Soehengku, kata Kong seng. Aku hanya bicara
secara pribadi. Aku tak percaya Liong Jiauw chioe tak bisa membereskan kau.
Sebuah gagasan lewat di otak Boe Kie dan ia segera mengambil keputusan, Liong Jiauw chioe
dari Siauw lim-pay memang tiada cacatnya, katanya. Ilmu itu adalah Kim na Chioe hoat (Ilmu
mencengkram) yang tiada duanya dalam dunia. Hanya sayang latihan Taysoe belum
sempurna.
Baiklah! kata Kong seng dengan gusar. Jika kau dapat memecahkan Liong Jiauw chioe-ku,
aku akan segera pulang ke Siauw lim sie dan seumur hidup aku tidak akan keluar dari pintu
kuil lagi!
Itu boleh tidak usah! kata Boe Kie.
Selagi mereka bertanya jawab, sorak-sorai di seputar lapangan tak henti-hentinya. Semua
orang merasa kagum sebab ketika mulut mereka bicara, kaki dan tangan bekerja terus. Waktu
mengatakan ilmu ringan badanmu benar-benar hebat Kong seng mengirimkan dua serangan
beruntun dan selagi mengatakan tapi kau jangan harap bisa menandingi aku dalam suatu
pertempuran yang sungguh-sungguh ia sudah mengirimkan tiga serangan lain. Di antara
sorak-sorai yang riuh rendah, setiap perkataan mereka terdengar nyata sekali.
Mendadak sesudah berkata itu boleh tidak usah, tubuh Boe Kie mencelat ke atas, berputar
empat kali dan pada setiap putaran badannya mengapung makin tinggi dan kemudian
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 767
bagaikan daun kering ia melayang-layang ke bawah dan kedua kakinya hinggap di bumi
dalam jarak beberapa tombak jauhnya dari tempat semula.
Semua orang mengawasi dengan mata membelalak dan sesaat kemudian, tampik sorak gegapgempita
memecah angkasa. Belum pernah jago-jago itu melihat ilmu ringan badan yang
setinggi itu.
Hampir bersamaan dengan hinggapnya Boe Kie, Kong seng sudah berada di hadapannya. Apa
kita sekarang boleh mulai Pie Boe? tanyanya.
Baiklah. Taysoe boleh menyerang, jawab Boe Kie.
Apakah kau akan menggunakan lagi siasat kabur? tanya Kong seng pula.
Pemuda itu tersenyum, Jika boanpwee mundur setengah langkah saja, boanpwee sudah boleh
dihitung kalah, jawabnya.
Walaupun badannya tidak dapat bergerak, Yo Siauw, Leng Kiam, Cioe Tiam, Swee Poet Tek
dan yang lain-lain bisa melihat dan mendengar. Perkataan Boe Kie yang terakhir itu
mengejutkan mereka. Mereka berpengalaman luas, setiap pukulan Kong seng hebat luar biasa
dan untuk menyambut satu pukulan saja sudah bukan urusan gampang. Menurut pendapat
mereka, walaupun hebat tapi kalau mau mengharap menang, Boe Kie setidaknya harus
bertempur dalam seratus jurus. Selama pertempuran itu, mana bisa ia tidak mundur setengah
langkah?
Boleh tak usah begitu, kata Kong seng. Yang menang, biarlah menang secara adil. Yang
kalah, biarlah kalah dengan tidak merasa penasaran. Ia terdiam sejenak dan kemudian
membentak, Sambutlah! Tangan kirinya mengirimkan pukulan gertakan disusul dengan
sambaran tangan kanan yang meluncur ke arah Koat poen hiat di pundak Boe Kie. Itulah
pukulan Na in sit. (Gerakan menjambret awan)
Begitu tangan kiri Kong seng bergerak, Boe Kie sudah tahu pukulan apa yang bakal
dikeluarkan. Iapun segera membuat serangan gertakan dengan tangan kirinya dan tangan
kanannya menyambar ke Koat poen hiat di pundak Kong seng.
Kedua lawan itu menyerang dengan pukulan yang bersamaan. Tapi dalam persamaan itu ada
juga bedanya. Bedanya Boe Kie menyerang belakangan tapi tangannya sampai lebih dahulu.
Pada detik jari tangan Kong seng masih terpisah dua dim dari pundak Boe Kie, jari tangan
pemuda itu sudah mencengkram Koat poen hiat Kong seng yang segera saja merasa jalan
darahnya kesemutan dan tangan kanannya tidak bertenaga lagi, tapi Boe Kie segera menarik
kembali tangannya.
Untuk sejenak kemudian Kong seng jadi terpaku. Tiba-tiba kedua tangannya menyambar ke
Tay yang hiat kiri dan kanan dengan gerakan Chio coe sit. Kejadian tadi terulang lagi, Boe
Kie pun menyerang sepasang Tay yang hiat Kong seng dengan Chio coe sit dan seperti tadi
biarpun ia menyerang belakangan, kedua tangannya sampai lebih dulu. Tay yang hiat adalah
hiat besar yang bila terpukul segera mati. Dengan perlahan Boe Kie mengebut kedua Tay
yang hiat lawan dan kemudian dengan sekali berbalik tangan, ia menyentuh Hong hoe hiat di
belakang kepala Kong seng dengan gerakan Lo goat sit (Gerakan menjemput rembulan), yaitu
pukulan ketujuh belas dari Liong Jiauw chioe.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 768
Begitu Tay yang hiat-nya dikebut, hati Kong seng mencelos dan melihat gerakan Lo goat sit
itu ia kaget tak kepalang. Kau mencuri Liong Jiauw chioe Siauw lim-pay! teriaknya.
Boe Kie tersenyum, Semua ilmu silat dalam dunia ini diubah oleh manusia, katanya. Belum
tentu Liong Jiauw chioe hanya dimiliki oleh Siauw lim-pay.
Kong seng mengawasi pemuda itu dengan mata membelalak. Ia bingung bukan main. Dalam
ilmu Liong Jiauw chioe, kepandaiannya lebih tinggi daripada Kong boen dan Kong tie.
Bagaimana caranya pemuda itu bisa memiliki salah satu ilmu terhebat dari Siauw lim-pay?
Bukan saja memiliki, ia bahkan lebih unggul daripada dirinya sendiri. Bagaimana bisa begitu?
Untuk sejenak ia berdiri terpaku tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata.
Dengan hari berdebar-debar, ratusan orang mengawasi kedua lawan itu. Mereka merasa heran
karena baru saja dua gerakan, kedua lawan itu sudah berhenti. Kecuali beberapa tokoh yang
berkepandaian sangat tinggi, yang lain tak tahu siapa menang, siapa kalah. Tapi dengan
melihat sikap Boe Kie yang tenang-tenang saja dan alis Kong seng yang berkerut, mereka
menarik kesimpulan bahwa pendeta itulah yang jatuh di bawah angin.
Selama ratusan tahun, Liong Jiauw chioe sudah menjadi ilmu silat Siauw lim-pay yang tidak
terkalahkan. Jika Boe Kie menggunakan ilmu lain, tak gampang ia memperoleh kemenangan.
Mendadak Kong seng membentak keras sambil melompat dan kedua tangannya menyambar
bagaikan hujan dan angin. Dengan beruntun bagaikan kilat cepatnya ia menyerang dengan
delapan pukulan yaitu Po hong sit, To eng sit, Boe khim sit, Kouw sek sit, Pi kong sit, To hie
sit, Po cam sit dan Sioe koat sit. Boe Kie mengempos semangat dan menyambut dengan
delapan pukulan yang sama.
Delapan pukulan berantai yang dikirim Kong seng sedemikian cepatnya sehingga seolah-olah
merupakan satu pukulan tunggal yang berisi delapan perubahan. Tapi kalau Kong seng cepat,
Boe Kie lebih cepat. Apa yang paling menakjubkan adalah biarpun pemuda itu bergerak
belakangan, setiap pukulannya tiba lebih dulu sehingga setiap kali memukul Kong seng harus
mundur selangkah.
Dalam sekejap, sambil melangkah mundur untuk ketujuh kalinya, Kong seng mengirimkan Po
cam sit dan Sioe koat sit, yaitu pukulan ketiga puluh lima dan ketiga puluh enam. Dilihat dari
luar, Po cam sit dan Sioe koat sit banyak cacatnya, tapi sebenarnya kedua pukulan itu adalah
yang terhebat dalam Liong Jiauw chioe. Dalam cacatnya tersembunyi jebakan yang
membinasakan. Pada hakikatnya Liong Jiauw chioe adalah ilmu silat keras, akan tetapi dalam
kedua pukulan yang terakhir itu, di dalam kekerasan tersembunyi Im jioe. (Kelembekan)
Sambil membentak keras Boe Kie maju selangkah dan menyambut dengan Po cam sit dan
Sioe koat sit juga, tapi mendadak ia mengubah gerakannya menjadi gerakan Na in sit dan
tangannya menerobos masuk ke dalam garis pertahanan Kong seng.
Kong seng girang. Lihat kehebatanku, katanya dalam hati. Saat itu, lengan kanan Boe Kie
sudah masuk ke dalam garis pertahanan Kong seng dan ia tidak bisa segera mundur kembali.
Bagaikan kilat, si pendeta mengangkat kedua tangannya dan menghantam lengan pemuda itu.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 769
Kong seng adalah seorang taat yang punya perikemanusiaan. Melihat Boe Kie mahir dalam
ilmu Liong Jiauw chioe, ia kuatir pemuda itu mempunyai sangkut paut dengan Siauw lim sie.
Di samping itu, dalam gerakan-gerakan yang lalu, beberapa kali jalan darahnya sudah
tercengkram tapi Boe Kie sengaja melepaskan. Maka itu, dalam pukulan ini iapun tidak
turunkan tangan jahat. Ia hanya ingin mematahkan lengan pemuda itu.
Tapi di luar dugaan, begitu lekas kedua telapak tangannya menyentuh lengan Boe Kie, ia
merasakan dorongan semacam tenaga yang halus tapi dahsyat yang dengan mudah dapat
menolak tenaga pukulannya. Hampir bersamaan, kelima jari tangan pemuda itu sudah
menempel di dadanya di bagian Tan tiong hiat.
Kong seng runtuh semangatnya, ia merasa bahwa latihannya selama berpuluh tahun
sedikitpun tiada gunanya. Ia manggut-manggut dan berkata dengan suara perlahan, Can Siecoe
berkepandaian lebih tinggi daripada Loo-lap. Seraya berkata begitu, lima jari tangan
kirinya mencengkram lima jari tangan kanannya. Tapi sebelum ia keburu mengerahkan
Lweekang untuk mematahkan jari tangan sendiri, mendadak pergelangan tangan kirinya
kesemutan dan tenaganya habis. Ternyata jalan darahnya telah dikebut Boe Kie.
Dengan menggunakan Liong Jiauw chioe dari Siauw lim-pay, boanpwee telah mengalahkan
Taysoe, kata Boe Kie dengan suara nyaring. Kerugian apakah yang diderita oleh Siauw limpay?
Jika boanpwee tidak menggunakan Liong Jiauw chioe, ilmu dari Siauw lim-pay sendiri,
dalam dunia yang lebar ini tidak ada ilmu lain yang akan dapat menjatuhkan Taysoe.
Tadi karena gusar dan malu, Kong seng ingin mematahkan jari tangannya sendiri supaya
seumur hidup ia tidak bisa bersilat lagi. Sekarang, sesudah mendengar perkataan Boe Kie,
hatinya jadi lega. Dilain saat ia mengaku bahwa sepak terjang pemuda itu selalu mencoba
melindungi nama baik Siauw lim-pay. Memang benar, kalua Boe Kie tidak menggunakan
Liong Jiauw chioe maka nama baik Siauw lim sie akan jatuh di dalam tangannya dan ia akan
menjadi orang yang berdosa. Mengingat begitu, ia merasa berterima kasih dan terharu.
Sejenak kemudian dengan air mata berlinang ia merangkap kedua tangannya dan berkata, Can
Sie-coe mempunyai budi yang sangat tinggi, Loo-lap merasa berterima kasih dan takluk.
Buru-buru Boe Kie membalas hormat sambil membungkuk. Janganlah Taysoe memuji begitu
tinggi, katanya. Boanpwee berharap supaya Taysoe suka mengampuni segala kekurang ajaran
boanpwee.
Kong seng tersenyum. Waktu digunakan oleh Sie-coe, Liong Jiauw chioe dahsyat luar biasa,
katanya. Loo-lap belum pernah bermimpi bahwa ilmu silat itu sedemikian hebatnya. Jika di
lain hari nanti Sie-coe mempunyai waktu luang, Loo-lap harap Sie-coe suka mampir di kuil
kami, Loo-lap ingin menjadi tuan rumah dan meminta pengajaran dari Sie-coe.
Menurut kebiasaan di dalam Rimba Persilatan, kata-kata meminta pengajaran mengandung
maksud mengajukan tantangan. Tapi kali ini, perkataan itu jujur. Dengan sejujurnya Kong
seng ingin meminta pengajaran dari Boe Kie.
Cepat-cepat Boe Kie menyoja dan berkata dengan suara merendah, Tidak! Boanpwee tidak
berani menerima perkataan Taysoe.
Dalam Siauw lim-pay, Kong seng mempunyai kedudukan yang sangat tinggi. Biarpun karena
tak bisa memimpin, ia tidak memegang tugas penting tapi sebab berwatak mulia dan
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 770
berkepandaian tinggi, ia dihormati segenap pendeta Siauw lim sie. Sekarang, sesudah
pertandingan antara Kong seng dan Boe Kie berakhir, semua anggota Siauw lim-pay merasa
bhawa partai mereka tak bisa menantang pemuda itu lagi.
Dalam usaha membasmi Beng-kauw, Kong tie telah diangkat sebagai pemimpin. Maka
dapatlah dimengerti jika perkembangan yang tak diduga-duga itu sangat membingungkan
hatinya. Urusan membasmi Mo-kauw telah dirintangi dan dikacau oleh seorang pemuda yang
tak bernama. Bagaimana jika ditertawai oleh segenap orang gagah dalam Rimba Persilatan?
Ia ragu dan tak dapat mengambil keputusan. Dalam kebingungannya, ia melirik Sin soan-coe
(si Malaikat tukang hitung) Sian Ie Thong, Cian boen jin dari Hwa san-pay. Sian Ie Thong
dikenal sebagai seorang yang mempunyai banyak tipu daya dan dalam usaha membasmi
Beng-kauw ia memegang peranan sebagai Koen-soe (penasehat). Begitu dilirik Kong tie, ia
segera bertindak masuk ke tengah lapangan sambil menggoyang-goyangkan kipasnya.
Melihat yang maju seorang sastrawan tampan yang berusia empat puluh tahun lebih, Boe Kie
mendapat kesan yang baik. Ia menyoja dan berkata, Pelajaran apakah yang hendak diberikan
oleh Cianpwee?
Sebelum Sian Ie Thong menjawab, In Thian Ceng sudah mendahului, Dia bernama Sian Ie
Thong, Cian boen jin Hwa san-pay. Ilmu silat tidak tinggi tapi banyak akal bulusnya.
Mendengar Sian Ie Thong, Boe Kie kaget. Nama itu sepertinya tidak asing baginya. Tapi di
mana ia pernah mendengar nama itu?
Dalam jarak setombak lebih, Sian Ie Thong menghentikan langkahnya dan sambil menyoja ia
berkata, Can Siauw-hiap selamat bertemu!
Boe Kie membalas hormat. Siang Ji Ciang boen, selamat bertemu, sahutnya.
Can Siauw-hiap mempunyai Sin-kang yang sangat tinggi, kata Sian Ie Thong.
Kau sudah mengalahkan tetua dari Khong tong-pay dan bahkan Siauw lim Seng Ceng pun
jatuh di bawah angin. Aku sungguh merasa sangat kagum, tapi apakah aku boleh mengetahui,
Cianpwee manakah yang mempunyai seorang murid begitu gagah seperti Can Siauw-hiap?
Boe Kie yang sedang mengingat-ingat nama Sian Ie Thong, tidak menjawab. Ia pernah
mendengar nama itu, tapi di mana? Di mana?
Tiba-tiba Sian Ie Thong mendongak dan tertawa terbahak-bahak. Mengapa Can Siauw-hiap
sungkan memberitahukan nama gurumu? tanyanya dengan suara nyaring. Orang jaman dulu
sering berkata begini, Kian-hian soe-cee. (Melihat orang pandai teringat negeri Cee)
Mendengar Kian-hian soe-cee Boe Kie terkesiap dan lantas saja teringat Kian-sie Poet-kioe
(Melihat kebinasaan tetap sungkan menolong, yaitu gelaran Tiap kok Ie sian Ouw Ceng Goe)
Ia lantas saja ingat kejadian di Ouw tiap kok pada waktu lima tahun berselang. Waktu itu
Ouw Ceng Goe pernah memberitahukan bahwa Sian Ie Thong dari Hwa san-pay adalah
manusia yang sudah menyebabkan kebinasaan adik perempuannya. Di kala itu, ia masih kecil
tapi di dalam hati ia sudah memastikan bahwa Sian Ie Thong akan mendapatkan pembalasan
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 771
yang setimpal karena Tuhan adil. Saat itu, perkataan Ouw Ceng Goe seolah-olah terdengar
pula di kupingnya, Aku pernah menolong seseorang yang mendapat tujuh belas lubang luka
bacokan. Ia sebenarnya sudah mesti mati. Tiga hari tiga malam aku tidak tidur dan dengan
segenap kepandaian aku bisa menyembuhkannya. Belakangan aku mengangkat saudara
dengannya. Tak disangka ia akhirnya membinasakan adik perempuanku, adik kandungku.
Waktu berkata begitu, air mata Ouw Ceng Goe mengucur deras sehingga iapun sangat
berduka. Belakangan istri Ouw Ceng Goe yaitu Tok sian Ong Lan Kauw, meracuni Sian Ie
Thong dengan racun yang sangat hebat. Tapi manusia terkutuk itu ditolong oleh Ouw Ceng
Goe sendiri, kedua suami istri jadi bertengkar dan pertengkaran itu telah mengakibatkan
banyak penderitaan. Pada akhirnya, suami istri Ouw Ceng Goe binasa secara tidak wajar.
Biarpun bukan dibunuh oleh Sian Ie Thong, kebinasaan itu adalah karenanya.
Mengingat sampai di situ, Boe Kie mendekati. Dengan sinar mata berapi, ia menyapu muka
Sian Ie Thong. Ia juga ingat satu manusia lain yang bernama Sie Kong Wan, murid Sian Ie
Thong. Sesudah dilukai oleh Kim hoa Po po, jiwa Sie Kong Wan ditolong olehnya. Tak
disangka, manusia itu belakangan mau mencoba mengiris dagingnya! Paras muka Boe Kie
merah padam. Guru dan murid itu adalah manusia yang membalas kebaikan dengan
kejahatan. Sie Kong Wan sudah mampus, tapi Sian Ie Thong masih malang melintang di
dunia dengan berkedudukan tinggi. Manusia ini harus diberi hajaran keras, pikirnya.
Sesudah mengambil keputusan apa yang akan diperbuatnya, ia tersenyum dan berkata, Di
badanku tidak ada 17 luka dan akupun belum pernah mencelakai jiwa adik angkatku. Aku tak
punya rahasia apapun jua yang harus disembunyikan.
Sungguh tajam kata-kata itu!
Sian Ie Thong menggigil! Keringat dingin mengucur dari punggungnya.
Banyak tahun berselang, sesudah jiwanya ditolong oleh Ouw Ceng Goe, Sian Ie Thong
dicintai oleh Ouw Cen Yo, adik perempuan Ouw Ceng Goe. Nona Ouw menyerahkan
kehormatannya sehingga ia hamil. Tapi Sian Ie Thong yang ingin menduduki kursi Ciang
boen jin dari Hwa san-pay sudah menyia-nyiakan nona itu, ia kabur dan menikah dengan
putrid tunggal dari Ciang boen jin Hwa san-pay pada masa itu. Karena malu dan gusar, nona
Ouw bunuh diri, sehingga dua jiwa yaitu jiwa ibu dan anak menjadi korban. Karena urusan
memalukan itu, Ouw Ceng Goe tidak pernah memberitahukan kepada orang luar. Sian Ie
Thong sendiri tentu saja menutup mulut rapat-rapat. Siapa sangka, sesudah berselang belasan
tahun rahasianya dibuka Boe Kie. Bagaimana ia tidak kaget?
Saat itu juga dia mengambil keputusan untuk mengambil jiwa pemuda itu. Kalau Can Siauwhiap
tidak sudi memberitahukan nama gurumu, maka aku mengambil keberanian untuk
meminta pengajaran dengan menggunakan ilmu silat Hwa san-pay yang sangat cetek,
katanya. Sedang Kong seng ceng saja masih belum dapat menandingi Can Siauw-hiap maka
ilmu silatku tentu tidak masuk hitungan. Biarlah pertandingan ini dibatasi sampai salah satu
pihak ada yang kena sentuh. Aku mengharap dalam pertempuran Can Siauw-hiap suka
menaruh belas kasihan. Sehabis berkata begitu tangan kirinya menghantam pundak Boe Kie.
Ia tidak mau memberi kesempatan untuk pemuda itu bicara.
Boe Kie mengerti maksudnya. Sambil menangkis ia berkata, Ilmu silat Hwa san-pay sangat
tinggi dan tidak perlu meminta pelajaran dari orang luar. Yang menjadi soal adalah ilmu Sian
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 772
Ie Ciang boen sendiri yang sukar dicari duanya dalam dunia ini. Ilmu itu bernama ilmu
melupakan budi, ilmu membalas kebaikan dengan kejahatan.
Bagaikan kalap Sian Ie Thong menyerang untuk menutup mulut pemuda itu. Ia menyerang
dengan silat Eng coa Sang sie pek (Pertempuran mati hidup antara burung elang dan ular),
salah satu ilmu silat terhebat dari Hwa san-pay yang terdiri dari tujuh puluh dua jurus. Ia
menutup kipas dan mencekalnya dalam tangan kanan sehingga gagang kipas yang menonjol
keluar merupakan kepala ular yang digunakan untuk menotok dan menikam. Lima jari tangan
kirinya yang dipentang lebar seolah-olah cakar elang yang menyambar-nyambar untuk
mencoba mencengkram Boe Kie.
Eng coa Sang sie pek adalah ilmu simpanan dari Hwa san-pay. Pada seratus tahun yang
lampau, waktu berada di gunung Hok goe-san seorang pendekar Hwa san-pay yang bernama
In Pek Thian telah menyaksikan pertempuran hidup mati antara seekor elang dan seekor ular.
Ia mendapat ilham dan belakangan mengubah ilmu tersebut.
Elang berkelahi dengan ular sebenarnya bukan kejadian langka. Semenjak dulu banyak ahli
sudah mengubah ilmu-ilmu baru berdasarkan pertempuran antara binatang dan binatang. Tapi
Eng coa Sang sie pek agak beda dari yang lain. Perbedaannya adalah ilmu itu gerakan elang
dan ular dikeluarkan bersama-sama dengan kecepatan luar biasa. Terhadap orang biasa, ilmu
ini sangat membingungkan karena serangan menyambar dari kiri ke kanan dalam gerakan
yang berbeda-beda maka jika seseorang menjaga di bagian kiri, ia tak akan bisa menjaga di
bagian kanan.
Baru beberapa gebrakan Boe Kie sudah tahu, biarpun mahir dalam ilmu itu, tenaga Sian Ie
Thong masih jauh dari cukup. Sesudah lewat beberapa jurus, ia berkata, Sian Ie Ciang boen,
ada satu hal yang kurang dimengerti olehku dan aku ingin meminta penjelasan. Dulu kau
mendapat tujuh belas luka dan keadaanmu lebih baik mati daripada hidup. Ada orang yang
tanpa tidur tiga hari tiga malam sudah menolongmu dan mengobati kau hingga kau sembuh.
Ia mengangkat saudara denganmu dan memperlakukanmu seperti saudara kandungnya
sendiri. Tapi mengapa kau begitu jahat sehingga kau membinasakan adik perempuan orang
itu?
Sian Ie Thong gusar bukan kepalang dan berteriak, Ouw. Ia sebenarnya ingin mengatakan
Ouw swee Pat-to (omong kosong) dan berniat menjatuhkan tuduhan yang tidak-tidak terhadap
Boe Kie supaya pemuda itu gusar dan konsentrasi pikirannya terpecah sehingga dengan
mudah ia bisa melaksanakan niat jahatnya. Di luar dugaan, baru saja ia berkata Ouw,
semacam tenaga yang lembek dahsyat menindih dadanya yang lantas saja sesak sehingga ia
tak bisa meneruskan perkataannya. Mati-matian ia mengerahkan Lweekang untuk melawan
tenaga itu.
Jilid 42_________________
Sementara itu, Boe Kie sudah berkata pula dengan suara nyaring. Benar! Kau rupanya masih
ingat orang she Ouw itu. Mengapa kau tidak bicara terus? Sungguh mengenaskan matinya
nona Ouw. Apakah di dalam hatimu kau tidak pernah merasa malu?
Dengan napas mengap-mengap Sian Ie Thong menyerang bagaikan kalap. Boe Kie sengaja
mengendurkan tekanan tenaganya dan Sian Ie Thong lantas saja merasakan seakan-akan
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 773
dadanya lega. Ia menarik napas dan membentak. Kau ia tidak dapat bicara lagi sebab Boe Kie
mendadak menekan lagi dengan lweekangnya.
Pemuda itu mengeluarkan suara di hidung. Laki-laki berani berbuat harus berani menanggung
akibatnya, katanya dengan nada mengejek. Ya bilang ya, tidak bilang tidak. Mengapa kau tak
berani buka suara? Bukankah Tiap Kok Ie Sian Ouw Ceng Goe Sinshe binasa dalam
tanganmu, benarkah begitu? Jawab! Boe Kie sebenarnya tidak tahu cara bagaimana adik Ouw
Ceng Goe menemui ajalnya. Maka itu, ia tidak bisa mengatakan secara jelas. Tapi dalam
bingungnya, Sian Ie Thong menganggap pemuda itu sudah tahu rahasianya. Mukanya pucat
pasi tak sepatah katapun keluar dari mulutnya.
Orang-orang yang mengenal Sian Ie Thong tahu, bahwa dia sangat pandai bicara. Maka itu,
melihat dari paras mukanya, sikap dan terkancingnya mulut pemimpin Hwa San Pay itu, mau
tak mau dia percaya apa yang dikatakan Boe Kie. Bahwa pemuda itu sudah menindih jalan
pernapasan Sian Ie Thong dengan lweekang yang sangat tinggi, tidak diketahui oleh siapapun
jua kecuali mereka berdua. Yang paling malu adalah orang-orang Hwa San Pay. Pemimpin
mereka dicaci oleh seorang pemuda tanpa mampu membela diri. Dimana muka mereka harus
ditaruh? Tapi ada juga sejumlah orang yang berpendapat lain. Mereka mengenal Sian Ie
Thong sebagai manusia yang banyak akalnya. Mungkin sikapnya itu hanya satu siasat yang
berisi tipu untuk membalas sehebat-hebatnya.
Sementara itu, Boe Kie sudah memaki lagi. Menurut kebiasaan, orang-orang rimba persilatan
membalas budi dengan budi, kejahatan dengan kejahatan. Tiap Kok Ie Sian anggota Beng
Kauw. Kau adalah seorang yang berhutang budi terhadap Beng Kauw. Tapi lihatlah! Hari ini
kau mengajak orang-orang partaimu untuk menyerang Beng Kauw. Orang menolong jiwamu,
kau berbalik mencelakai adik orang itu. Manusia rendah! Kau lebih rendah dari pada
binatang! Mukamu tebal, begitu punya tebal hingga kau masih ada muka untuk menjadi Ciang
Bun Jin dari sebuah partai besar.
Boe Kie mencaci sesuka hati, tanpa dibalas. Kalau Ouw Shinshe masih hidup dan berada di
sini, ia pasti akan merasa puas, pikirnya.
Sesudah memaki beberapa lama lagi, ia berkata di dalam hati. Sekarang cukuplah. Hari ini
aku mengampuni jiwanya. Biarlah dilain hari aku berhitungan lagi dengan dia. Memikir
begitu, ia lantas saja menarik pulang tenaga telapak tangannya yang digunakan untuk
menekan Sian Ie Thong. Binatang! Hari ini aku menitipkan kepalamu di atas lehermu untuk
sementara waktu!
Hampir berbareng dada Sian Ie Thong lega. Bangsat kecil! Rasakan ini! teriaknya seraya
menotok Boe Kie dengan gagang kipas, sambil melompat ke samping.
Mendadak Boe Kie mengendus bebauan kepalanya tiba-tiba pusing, kakinya lemas dan ia
terhuyung-huyung. Ia merasa matanya berkunang-kunang dan dunia seolah-olah terbalik.
Bangsat kecil! caci Sian Ie Thong. Sekarang kau boleh belajar kenal dengan lihainya Eng Coa
Seng Sie Pek! ia melompat dan lima jari tangan kirinya sudah mencengkram Yan Ie Hiat, di
bawah ketiak Boe Kie. Tapi ia terkejut karena tangannya seolah-olah mencengkram ikan yang
licin dan ia tak bisa menggunakan lweekangnya.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 774
Melihat pimpinan mereka berada di atas angin, orang-orang Hwa San Pay bersorak-sorai dan
teriak-teriak.
Lihatlah lihainya Eng Coa Seng Sie Pek!
Sian Ie Ciang Bun, hajar!
Bangsat kecil! Akhirnya kau roboh juga!
Diantara tampik sorak, tiba-tiba Boe Kie tersenyum dan meniup muka Sian Ie Thong. Hampir
berbareng Sian Ie Thong mengendus bebauan wangi amis dan kepalanya puyeng. Hatinya
mencelos kagetnya seperti disambar geledek. Baru saja ia mau beteriak, Boe Kie sudah
mengebut kedua lututnya dengan tangan baju sehingga dia roboh berlutut dihadapan pemuda
itu.
Kejadian ini diluar dugaan semua orang. Terang-terang mereka lihat Boe Kie terluka berat
dan badannya bergoyang-goyang. Mengapa terjadi perubahan itu? Apakah pemuda itu
mempunyai ilmu siluman?
Sementara itu sesudah mengambil kipas dari tangan Sian Ie Thong. Boe Kie tertawa terbahakbahak.
Kalian lihatlah! teriaknya sambil mengacungkan kipas itu. Hwa San Pay menamakan
diri sebagai partai yang lurus bersih. Siapa nyana pmemimpin partai itu memiliki ilmu
penyebar racun? Dengan sebelah tangan ia membuka kipas itu yang di atasnya terdapat
lukisan puncak gunung Hwa San dengan beberapa baris sajak yang indah bunyinya dan indah
pula huruf-hurufnya. Tak seorangpun akan menduga, bahwa dalam kipas yang seindah ini
bersembunyi alat rahasia untuk melepaskan racun yang hebat, katanya seraya menghampiri
sebuah pohon bunga dan menotok batangnya dengan gagang kipas. Dalam sekejab semua
bunga layu dan rontok, sedang warna daunnya pun segera berubah kuning. Semua orang
kaget, di dalam hati mereka bertanya-tanya? Racun apa yang disimpan di kipas itu?
Dengan mendekam di muka bumi, Sian Ie Thong menjerit-jerit seperti babi dipotong. Ah!.....
ah,. Suaranya menyayat hati. Menurut pantas, biarpun dipotong sungguhan seorang yang
berkedudukan seperti dia harus bisa menahan sakit. Tak boleh ia menjerit-jerit di hadapan
banyak orang. Setiap jeritan berarti digaploknya muka orang-orang Hwa San Pay.
Lekas lekas bunuh aku! teriaknya. Lekas!... lekas!...
Aku bisa menghilangkan rasa sakitmu, kata Boe Kie. Tapi sebelum tahu racun apa yang
digunakan olehmu, aku tidak berdaya.
Racun Kim Cam Kouw Tok aduh! Bunuhlah aku lekas! ia sesambat.
Kata-kata Kim Cam Kouw Tok tidak mempengaruhi orang-orang muda, tapi orang-orang
yang lebih tua lantas berubah paras mukanya. Mereka yang mempunyai rasa keadilan lantas
mencaci.
Kim Cam Kouw Tok, keluaran propinsi Kwi Cioe, adalah salah satu racun terhebat di dunia.
Penderitaan orang yang kena racun itu tak mungkin dilukiskan, sekujur badannya seperti
digigit oleh berlaksa kutu beracun. Racun itu memuakkan orang-orang rimba persilatan yang
baik-baik. Karena sukar didapat, banyak orang hanya pernah mendengar namanya. Sekarang,
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 775
dengan menyaksikan penderitaan Sian Ie Thong, mereka baru tahu lihainya Kim Cam Kouw
Tok.
Apa kau tahu cara bagaimana racunmu berbalik makan tuan? Tanya Boe Kie.
Bunuh aku! Bunuhlah! Aku tak tahu, teriaknya sambil bergulingan.
Kau melepaskan racun itu kepadaku, tapi aku berhasil menolaknya dengan menggunakan
lweekang dan lalu balas menghantam kau, kata Boe Kie. Sekarang apa lagi yang mau
dikatakan olehmu?
Ya! Pembalasan! Pembalasan! jeritnya seraya mencengkram tenggorokannya untuk mencoba
bunuh diri. Tapi tenaganya habis. Sekuat tenaganya ia coba membenturkan kepala di tanah,
tapi ia gagal lagi. Disinilah lihainya Kim Cam Kouw Tok. Pancaindera si korban makin tajam,
tapi tenaganya habis, sehingga mau hidup tidak bisa, mau matipun tidak mungkin.
Darimana Sian Ie Thong mendapat racun itu?
Pada waktu mau menghembuskan napasnya yang penghabisan, karena cintanya yang tiada
terbatas, Ouw Ceng Yo telah memohon kepada Ouw Ceng Goe, supaya kakak itu suka
melindungi Sian Ie Thong. Karena terpaksa, sang kakak memberi janjinya. Isteri Ouw Ceng
Goe, Ouw Lan Kouw, gusar dan diam-diam meracuni Sian Ie Thong dengan Kim Cam Kouw
Tok. Belakangan, sebab sudah berjanji, Ouw Ceng Goe menolong juga manusia itu. Sian Ie
Thong ternyata licik luar biasa. Waktu berobat di rumah Tiap Kok Ie Sian, selagi orang
meleng, ia mencuri dua pasang ulat sutera emas yang lalu dipiara menurut peraturan dan
dibuat menjadi bubuk racun. Kemudian ia memasang alat rahasia di kipasnya untuk
menyimpan racun itu, yang bisa disembur keluar dengan bantuan tenaga dalamnya.
Tadi, karena ditindih dengan lweekang Boe Kie, ia tak bisa bergerak. Tapi begitu lekas
pemuda itu menarik pulang tekanannya, ia segera saja melepaskan racun. Untung besar Boe
Kiememiliki lweekang yang sangat kuat. Pada detik yang berbahaya, mereka menahan napas,
mengerahkan semua hawa tulen dan bahkan bisa menyembur balik racun itu ke badan Sian Ie
Thong. Kalau badannya kurang kuat, maka yang akan menjerit-jerit bukannya Sian Ie Thong,
tapi ia sendiri.
Sesudah mempelajari Tok Kang dari Ong Lan Kouw, Boe Kie tahu lihainya Kim Cam Kouw
Tok. Diam-diam ia mengalirkan hawa tulen di seluruh badannya dan setelah merasakan
sesuatu yang luar biasa, barulah hatinya lega. Melihat penderitaan Sian Ie Thong, di dalam
hatinya merasa kasihan.
Menolong, aku akan menolong, tapi dia harus lebih dahulu mengakui segala kedosaannya,
pikirnya. Maka itu ia lantas saja berkata, Aku tahu cara mengobati orang yang kena racun
Kim Cam Kouw Tok. Tapi sebelum ditolong, kau harus menjawab sejujurnya setiap
pertanyaanku. Jika kau berdusta aku takkan memperdulikan kau lagi. Kau akan menderita
tujuh hari tujuh malam, sehingga dagingmu rusak dan tulang-tulangmu kelihatan.
Walaupun terpaksa, otak Sian Ie Thong tetap tenang. dahulu Ong Lan Kouw pernah
mengatakan dagingku akan rusak dan tulang-tulangku kelihatan, sesudah aku menderita tujuh
hari tujuh malam, Katanya di dalam hati. Bagaimana bocah itu bisa tahu? Tapi ia tak percaya
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 776
Boe Kie mempunyai kepandaian yang menyamai kepandaian Ouw Ceng Goe.Kau takkan bisa
menolongku, katanya terputus-putus.
Boe Kietersenyum. Dengan gagang kipas, ia menotok Sian Ie Thong. Aku akan membuat
lubang di sini dan akan memasukkan obat ke dalam lobang, katanya.
benar! Kau benar! teriak Sian Ie Thong.
Nah! Kalau kau mau hidu, lekaslah ceritakan segala kedosaanmu, kata Boe Kie.
Sambil menggigit bibir, Sian Ie Thong mengawasi pemuda itu. Tidak! katanya dengan suara
gemetar.
Baiklah, kata Boe Kie seraya mengibas tangannya. Kau rebahkan di sini tujuh hari tujuh
malam.
Ya! Ya! aku cerita sesambat Sian Ie Thong. Tapi, mulutnya tetap terkancing. Biar
bagaimanapun jua, terutama mengingat kedudukannya sebagai Ciang Bun Jin dari sebuah
partai besar, ia merasa tak sanggup untuk menceritakan perbuatan-perbuatannya yang
terkutuk di hadapan ratusan tokoh rimba persilatan.
Tiba-tiba, berbareng dengan siulan nyaring, dua orang, satu jangkung dan satu kate, melompat
keluar dari barisan Hwa San Pay dan berdua di depan Boe Kie. Mereka berusia lima puluh
tahun lebih dan masing-masing mencekal sebatang golok.
Orang she Can, kata si kate, orang Hwa San Pay boleh dibunuh, tidak boleh dihina.
Perbuatanmu terhadap Ciang Bun Jin kami bukan perbuatan seorang gagah.
Boe Kie merangkap kedua tangannya dan bertanya: Bolehkah aku mendapat tahu she dan
nama besar kedua Cianpwee?
Derajatmu masih belum cukup untuk mengetahui nama kami berdua, kata si kate seraya
membungkuk untuk mendukung Sian Ie Thong.
Boe Kie mendorong si kate dan si kate terhuyung, hati-hati kau! katanya. Badannya penuh
racun dan kalau kena sedikit saja, kau akan menderita seperti dia.
Si kate terkejut dan berdiri terpaku.
Tolong!... Tolong aku! jerit Sian Ie Thong. Pek Goan, Pek Soeko! Hanya Pek Soeko yang
dibinasakan olehku dengan Kim Cam Kauw Tok! Tidak ada orang lain lagi Tidak ada..
Pek Goan dibinasakan olehmu? menegas si kate. Apa benar? Tapi mengapa kau mengatakan
bahwa ia mati dalam tangan orang-orang Beng Kauw?
Pek Soeko!... ampun jerit Sian Ie Thong sambil manggut-manggutkan kepalanya. Pek Soeko..
kau mati secara mengenaskan. Tapi siapa suruh kau memaksa aku untuk mengakui urusan
nona Ouw? Suhu pasti tak akan mengampuni aku, tiada jalan lain aku terpaksa.. Pek Suheng!
Ampun!.... ia mencengkram ternggorokannya, tapi tenaganya habis. Dengan napas tersengalsengal,
ia berkata pula. Sesudah mencelakai kau, jalan satu-satunya untukku adalah
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 777
menumplak kedosaan di atas pundak Beng Kauw. Tapi tapi.. aku sudah membakar banyak
uang-uangan untuk rohmu aku sudah membikin sembahyangan besar.. aku terus menunjang
penghidupan anak isterimu. Mengapa kau masih minta ganti jiwa ampun!...
Ketika itu langit cerah dan matahari memancarkan sinarnya yang gilang gemilang. Tapi
mendengar jerit-jeritan Sian Ie Thong, banyak orang menggigil seperti kedinginan. Roh Pek
Goan seolah-olah berada di tempat itu.
Pengakuan yang tak diduga-duga itu sudah keluar dari mulut Sian Ie Thong sebab dalam
penderitaannya, ia ingat penderitaan Pek Goan. Biarpun Ouw Ceng Yo mati, nona itu bukan
mati dalam tangannya, ia mati bunuh diri. Tapi Pek Goan binasa karena diracuni olehnya
sendiri. Maka itu ia merasa tak ada kedosaannya terhadap Nona Yo. Dalam penderitaannya
yang maha hebat itu di dalam otaknya hanya teringat Pek Goan dan roh Suheng itu seolaholah
berdiri di depannya untuk menagih utang.
Boe Kie tak mengenal Pek Goan. Tapi dari pengakuan Sian Ie Thong, ia tahu bahwa segala
kedosaan telah ditimpakan ke pundak Beng Kauw. Mungkin sekali turut sertanya Hwa San
Pay dalam gerakan membasmi Beng Kauw adalah untuk balas sakit hatinya Pek Goan.
Memikir begitu, ia lantas berkata dengan suara nyaring. Para Cianpwee dari Hwa San Pay,
dengarlah! Pek Goan Suhu bukan dicekali oleh orang Beng Kauw kalau sudah salah mereka
orang.
Tiba-tiba bagaikan kilat orang tua yang bertubuh jangkung mengangkat goloknya dan
membacok leher Sian Ie Thong. Tapi Boe Kie mendahului, dengan gagang kipas ia menotol
badan golok yang lantas saja terpental dan menancap di tanah.
Perlu apa kau camput tangan? bentak si jangkung dengan gusar. Dia pengkhianat partai.
Siapapun juga boleh membinasakannya.
Aku sudah berjanji untuk mengobati dia, kata Boe Kie. Perkataan yang sudah diucapkan tidak
bisa diabaikan dengan begitu saja. Urusan dalam partai bisa dibereskan sesudah kalian pulang
ke Hwa San.
Soetee, perkataan dia ada benarnya juga, kata si kate sambil menendang punggung Sian Ie
Thong. Tendangan yang sangat keras itu bukan saja mampir tepat di Toa Toei Hiat, tapi juga
telah melontarkan tubuh Sian Ie Thong yang kemudian ambruk di depan barisan Hwa San
Pay. Pukulan pada Toa Toei Hiat sakit bukan main, tapi Sian Ie Thong sudah tidak bisa
berteriak lagi. Ia berguling-guling sambil menahan sakit, tapi tak seorangpun berani
menolong, sebab mereka takut ketularan racun.
Kami berdua adalah paman guru Sian Ie Thong, kata si kate kepada Bu Ki. Bahwa kau sudah
membikin terang satu perkara besar dalam partai kami, sehingga sakit hatinya Pek Goan
Soetit bisa terbalas, aku merasa sangat berterima kasih, sehabis berkata begitu, ia menyoja
sambil membungkuk. Si jangkung buru-buru ikut menyoja.
Mendadak si kate mengibas goloknya dan berkata, tapi, sebab kau sudah merusak nama
harumnya Hwa San Pay, maka tak ada jalan lain bagi kami berdua daripada mengadu jiwa
dengan kau.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 778
Yang bersih tetap bersih, yang kotor tinggal kotor. Kalau dalam sebuah partai muncul
seorang jahat, nama partai tersebut tidak rusak karena adanya orang jahat itu. Mengapa kalian
berpandangan begitu sempit?
Bagaimana pendapatmu? Apakah kejadian itu tidak menodai nama Hwa San Pay? Tanya si
jangkung.
Tidak, tentu saja tidak, jawabnya.
Soeko, kata si jangkung. Bocah itu mengatakan tidak menodai partai kita. Kurasa lebih baik
kita bikin habis urusan ini.
Si jangkung adalah seorang jujur terhadap Boe Kie, ia agak jeri.
Tidak! Tidak! bentak si kate. lebih dahulu singkirkan hinaan dari luar, kemudian barulah
menyapu bersih pintu kita. Kalau hari ini Hwa San Pay tidak berhasil menjatuhkan bocah itu,
kita tidak bisa berdiri lagi dalam rimba persilatan.
Baiklah, kata si jangkung. Eh, bocah! Kami berdua mau mengerubuti kau. Jika kaur rasa tidak
cukup adil, paling benar siang-siang kau mengaku kalah.
Si kate mengerutkan alisnya dan membentak, Soetee!...
Si jangkung girang tak kepalang, Kalau kami mengerubuti kau, kau pasti tak bisa hidup lagi,
teriaknya.
Katanya, kami berdua mempunyai ilmu golok yang dinamakan Liang Gie To Hoat. Kau pasti
kalah. Aku harap kau tidak menyesal.
Aku hanya mengharap kedua cianpwee suka menaruh belas kasihan.
Golok tidak mengenal belas kasihan, kata si jangkung. Begitu bertempur golok kami tak mau
main sungkan-sungkan lagi. Kulihat kau seorang yang baik. Aku tidak sampai hati jika pasti
membacok kau.
Soetee, jangan rewel! bentak si kate.
Aku hanya minta supaya ia berhati-hati, kata si jangkung. Liang Gie To Hoat kita lain dari
yang lain.
tutup mulut! bentak si kate. Ia berpaling kepada Boe Kie dan berteriak. sambutlah! Hampir
berbareng, goloknya menyambar.
Boe Kie mengangkat kipas Sian Ie Thong dan mendorong belakang golok.
Tidak bisa! Teriak si jangkung. Kalau begini, aku lebih suka tidak bertempur.
Mengapa? tanya Boe Kie.
Kipas itu ada racunnya, bisa-bisa kita celaka semua, jawabnya.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 779
Benar, kata Boe Kie. Benda yang begini beracun tidak boleh dibiarkan lama-lama di dunia. Ia
menjepit kipas itu dengan telunjuk dan jari tengah menimpuk ke bawah. Blas! kipas amblas
ke dalam tanah dan apa yang terlihat hanyalah lubang kecil. Sin kang sehebat itu tak akan
dapat dilakukan oleh siapapun jua yang berada di lapangan itu. Tanpa merasa semua orang
bersorak-sorai.
Sambil menjepit golok di bawah ketiaknya si jangkung menepuk tangan. Ambillah senjata,
katanya.
Boe Kie berwatak sederhana dan ia sebenarnya tak ingin menonjol-nonjolkan kebenarannya
di hadapan orang. Tapi keadaan sekarang sangat luar biasa. Jika ia tak memperlihatkan Sin
Kang dan menaklukkan semua orang, ia takkan bisa mencapai tujuannya untuk menghentikan
permusuhan. Senjata apa yang cianpwee anggap pantas digunakan olehku? tanyanya.
Si jangkung menepuk pundak Boe Kie dua kali. Bocah, kau mempunyai sifat yang menarik,
katanya sambil tertawa, Kau boleh menggunakan senjata apapun jua, perlu apa kau tanya aku.
Boe Kie tahu, bahwa tepukan itu tak bermaksud jahat, tapi orang yang menonton kaget bukan
main, sebab kalau si jangkung menggunakan tenaga dalam, pemuda itu bisa terluka berat.
Mereka tak tahu, bahwa Boe Kie sudah melindungi sekujur tubuhnya dengan Sin Kang,
sehingga andaikata si jangkung berlaku curang, ia takkan berhasil.
Karena pemuda itu tak lantas menjawab, kakek itu berkata pula. Apakah kau akan turut
perkataanku, jika aku menyebut senjata.
Ya, jawabnya sambil tersenyum.
Bocah, kau memiliki ilmu silat yang sangat tinggi dan kau tentu mahir dalam delapan belas
senjata, kata si jangkung. Tapi sangat keterlaluan jika kau meladeni kami berdua dengan
tangan kosong.
Tangan kosong juga boleh, kata Boe Kie.
Si jangkung menyapu seluruh lapangan matanya. Ia ingin cari senjata yang aneh. Tiba-tiba ia
lihat beberapa buah batu besar di sudut sebelah kiri, berat setiap batu kira-kira dua ratus atau
tiga ratus kati. Aku bersedia untuk mengalah terhadapmu dan kau boleh menggunakan senjata
yang sangat berat itu, katanya seraya menuding beberapa batu itu. Sehabis berkata begitu, ia
mendongak dan tertawa terbahak-bahak. Ia hanya berguyon. Batu-batu itu bukan saja sangat
berat dan takkan bisa diangkat oleh manusia biasa, tapi juga tak ada pegangannya, tidak
bergagang seperti senjata biasa, sehingga sangat mustahil bisa digunakan sebagai senjata.
Tapi di luar dugaan sambil tersenyum Boe Kie berkata, Senjata itu agak luar biasa,
Loocianpwee kelihatannya ingin menjajal kepandaianku. Seraya berkata begitu, ia
menghampiri batu itu.
Si jangkung menggoyang-goyangkan tangannya, Aku hanya main-main! teriaknya. Ambillah
pedang untuk melayani kami!
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 780
Pemuda itu tak menjawab dan berjalan terus. Sekali menggerakkan tangan kirinya, ia
menyangga sebuah batu yang paling besar dan sesudah memutar badan, ia berseru. Jie Wie,
ayolah! Ia melompat tinggi dan dilain saat sudah berhadapan dengan kedua kakek itu.
Semua orang mengawasi dengan mulut ternganga. Mereka begitu kaget sehingga mereka lupa
untuk menepuk tangan.
Hebat! Sungguh hebat, kata si jangkung seraya mengurut jenggotnya.
Si kate tahu bahwa hari ini mereka bertemu dengan lawan terberat. Apa nama besar mereka
berdua akan dapat dipertahankan masih merupakan satu pertanyaan. Sesudah menarik napas
dalam-dalam, ia maju, sambutlah! katanya seraya membacok dengan golok yang bersinar
putih.
Soeko, apa benar-benar kita berkelahi? tanya si jangkung.
Kau kira main-main? si kate balas menanya. Bacokannya yang pertama dengan mudah sudah
dikelit Boe Kie.
Mendengar jawaban soekonya, si jangkung segera menyabet dengan golok Ceng Kong To
yang bersinar hijau.
Bagus! seru Boe Kie sambil memapaki dengan batunya.
Trang! Letupan api berhamburan. Hampir berbaring, Boe Kie mendorong batu ke depan.
Soen Soei Toei Couw! teriak si jangkung. Bocah, senjata batu juga ada jurus-jurusnya? (Soen
Soei Toei couw dengan mengikuti aliran air mendorong perahu)
Soetee, Hoen Toen It Po! bentak si kate seraya membuat setengah lingkaran dengan goloknya
dan membabat Boe Kie.
Tay it Seng Beng. Liang Gie Hop Tek menyambung si jangkung sambil mengirim beberapa
serangan.
Jit Goat Hoei Beng, menyambut si kate. Dengan saling sahut menyebutkan namanya pukulan,
mereka menyerang.
Sambil mengerahkan Kioe Yang Sin Kang. Boe Kie memutar-mutar batu itu seperti sebutir
peluru. Tenaga serangan Liang Gie To Hoat sangat besar, tapi walaupun tenaga pemuda itu
lebih besar lagi. Dengan melompat kian kemari, ia menyambut setiap serangan dean tiap
bacokan menghantam batu sehingga letupan api berhamburan tak henti-hentinya.
Sesudah bertempur beberapa lama, mendadak Boe Kie melontarkan batu itu ke tengah-tengah
udara dan kedua tangannya menyambar leher si kate dan si jangkung. Sesudah mencengkram
jalan darah kedua kakek itu sehingga mereka tak bisa bergerak lagi, ia melompat ke belakang.
Di lain saat batu yang beratnya kira-kira tiga ratus kati itu meluncur ke bawah, ke arah kepala
kedua jago Hwa San Pay.
Semua orang terkesiap.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 781
Pada detik berbahaya, Boe Kie melompat maju dan menepuk batu itu yang lantas saja
terpental dan jatuh amblas di dalam tanah. Ia tertawa dan sambil menepuk pundak kedua
kakek itu, ia berkata, Jie Wie Loo Cianpwee jangan bingung, Boanpwee hanay main-main.
Paras muka si kate pucat bagaikan kertas. Sudahlah! katanya dengan suara parau.
Tapi si jangkung menggelengkan kepalanya. Tidak, ini tidak masuk hitungan. Katanya.
Mengapa tidak masuk hitungan? tanya Boe Kie. Kau mengalahkan kami dengan
mengandalkan tenagamu yang besar, jawabnya. Kau bukan menjatuhkan kami dengan
menggunakan ilmu silat.
Kalau begitu kita boleh bertanding pula. Kata Boe Kie.
Boleh, kata si jangkung, tapi kita harus menggunakan satu cara baru. Kalau kau menang
karena tenagamu yang besar, biarpun kalah, kami kalah dengan penasaran. Bukankah
demikian?
Pemuda itu mengangguk, benar, katanya.
Tiba-tiba SC berteriak, Malu! Benar-benar malu! Kakek jenggotan yang main padan berbalik
mengatakan orang lain curang. (Red: SC? what is she doing here?)
Si jangkung tertawa terbahak-bahak. Bocah, katanya. Orang sering kata: yang rugi ialah yang
untung. Garam yang ditelan olehku lebih banyak daripada beras yang ditelan olehmu.
Jembatan yang dilewati olehku lebih panjang daripada jalanan yang pernah dilalui olehmu.
Bocah, tahu apa kau! Ia menengok kepada Boe Kie dan berkata pula, Kalau kau tidak setuju,
kita boleh tidak usah bertanding lagi. Dalam pertandingan tadi, kau tak kalah dan kamipun tak
menang. Seri saja! Tigapuluh tahun kemudian, kita boleh berjumpa kembali.
Mendengar perkataan Soeteenya yang makin lama jadi makin gila, si kate buru-buru
membentak. Orang she Can! Kami mengaku kalah, kau boleh berbuat sesuka hati terhadap
kami.
Boanpwee sama sekali tidak mengandung niat kurang baik, kata Boe Kie. Dengan
memberanikan hati boanpwee hanya ingin mendamaikan permusuhan antara partai cianpwee
dengan Beng Kauw.
Tak bisa! teriak si jangkung. Aku belum ajukan usulku. Mengapa kau lantas mundur?
Si kate mengerutkan alisnya, tapi tidak mengatakan apa-apa. Ia tahu, bahwa biarpun gialgilaan,
dengan mengandalkan ketebalan mukanya dan lidahnya, soetee itu sering membuat
musuh menjadi pusing dan mengubah kekalahan menjadi kemenangan. Hari ini, dihadapan
tokoh-tokoh rimba persilatan, cara-cara itu memang tidak bagus. Tapi jika ia dapat
menjatuhkan Boe Kie, maka kemenangan itu sekiranya dapat juga digunakan untuk menebus
dosa.
Bagaimana usul cianpwee? tanya Boe Kie.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 782
Ilmu golok yang terlihai dari Hwa San Pay dinamakan Hoan Liang Gie To Hoat, jawabnya.
Lihainya To Hoat itu sudah dirasai olehmu. Tapi kau tak tahu, bahwa Koen Loen Pay
mempunyai ilmu pedang yang dinamakan Ceng Liang Gie Kiam Hoat. Kelihaian ilmu ini
dikatakan berendeng dengan To Hoat dari Hwa San Pay. Masing-masing mempunyai
keunggulan sendiri-sendiri. Manakala dua golok dan dua pedang dipersatukan menjadi satu,
maka im (negatip) akan mendapat imbangan dari yang (positip) dan air akan membantu api.
Hai!.... berkata sampai di sini, ia menggoyangkan kepalanya dan kemudian menambah
dengan perlahan. Hebat! Terlalu hebat!... kau tak akan bisa melawan.
Mendengar begitu, Boe Kie lantas saja menengok ke barisan Koen Loen Pay dan berkata,
Apakah cianpwee dari Koen Loen Pay sudi memberi pelajaran kepadaku?
Dalam Koen Loen Pay kecuali Thie Khim Sian Seng suami isteri, tak ada lain orang yang bisa
bekerja sama dengan kami berdua, kata si jangkung. Kutak tahu apakah Ho Ciang Boen
bernyali cukup besar atau tidak.
Seorang yang ingin menonton keramaian jadi girang sekali. Dalam omongannya yang gilagilaan,
si jangkung ternyata bukan manusia tolol.
Ho Thay Ciong dan Pan Siok Ham mengawasi si jangkung. Mereka tak kenal dua kakek itu.
Sebagai paman guru Sian Ie Thong, kedua orang tua itu mempunyai kedudukan yang sangat
tinggi dan sudah tentu jarang berkelana dalam dunia Kang Ouw See Hek yang jauh, meka
tidaklah heran jika mereka belum pernah bertemu dengan kedua kakek itu.
Ho Thay Ciong dan Pan Siok Ham sangat bersangsi. Mereka tahu, bahwa kedua kakek itu
mau menyeret mereka ke dalam gelanggan. Kalau menang, muka si jangkung dan si kate akan
terang kembali. Tapi kalau kalah Huh! Tak mungkin. Mana bisa Liang Gie Kim Hoat dari
Koen Loen Pay kalah dari pemuda yang tak dikenal itu?
Melihat suami isteri Ho Thay Ciong tidak lantas bergerak, si jangkung lantas saja berteriak.
Oooh! Suami isteri Ho dari Koen Loen Pay tidak berani bertempur dengan kau. Kau tak usah
heran. Biarpun boleh juga, Ceng Liang Gie Kam Hoat masih banyak cacatnya. Dibandingkan
dengan ilmu golok kami Hoan Liang Gie To Hoat masih lebih unggul setingkat dua tingkat.
Pan Siok Ham gusat tak kepalang. Dengan sekali melompat, ia sudah berada di tengah
gelanggang. Siapa she dan nama tuan yang besar? tanyanya seraya menuding si jangkung.
Akupun she Ho, jawabnya. Ho Hoe jin silahkan.
Perkataan itu disambut dengan gelak tertawa ejek sejumlah penonton.
Pan Siok Ham dikenal sebagai tay Siang Ciang Boen Jin dari Koen Loen Pay. Selama
puluhan tahun di daerah yang luasnya beberapa ratus li persegi ia berkuasa bagaikan ratu.
Maka itu, mana bisa ia menerima ejekan di hadapan orang banyak.
srt! bagaikan kilat ia menikam sijangkung.
Di detik ini masih bertangan kosong, di lain detik pedangnya sudah menyambar dan ujung
pedang hanya terpisah setengah kaki dari pundak lawan.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 783
Si jangkung terkesiap dan menyampok dengan goloknya. Trang! pada saat terakhir berhasil
memapaki bacokan jago betina itu. Pan Siok Ham menyerang dengan pukulan Kim ciam
Touw Ciat (jarum emas melewati merah bahaya) sedangkan si jangkung menyambut dengan
Ban Ciat Pot Hok (laksana merah bahaya tidak datang lagi) Kedua pukulan itu yang satu Ceng
yang lain hoan merupakan ilmu silat Liang Gie yang indah luar biasa. Kalau tadi dalam
menghadapi Kiu Yang Sin Kang, si kakek tidak berdaya sekarang ia memperlihatkan
kepandaiannya yang sangat tinggi, sebab pada hakekatnya, ia memang merupakan seorang
ahli silat dari kelas utama.
Sesudah gebrakan pertama, masing-masing mundur setindak. Mereka terkejut dan merasa
kagum. Mereka berlainan partai, berlainan ilmu dan belum pernah bertemu muka. Tapi
sesudah gebrakan itu, masing-masing yakin bahwa jika Liang Gie To Hoat bekerja sama,
maka kerja sama itu akan menciptakan serupa ilmu silat yang tiada bandingannya dalam
dunia. Ketika itu, Pan Siok Ham merasa seperti juga seorang yang selama hidupnya hidup
kesepian, tiba-tiba bertemu dengan sahabat akrab. Ia menengok kepada suaminya dan berkata,
eh, kemana kau!
Ho Thay Ciong adalah seorang suami yang selalu menurut perintah sang isteri. Tapi di
hadapan orang banyak ia merasa jengah juga dan berusaha untuk menolong muka dengan
memperlihatkan keangkerannya sebagai seorang Ciang Boen Jin. Sambil mengeluarkan suara
di hidung, perlahan-lahan ia menghampiri sang isteri dengan didahului oleh empat kacung.
Satu membawa pedang, satu menyangga khim besi dan dua orang memegang hudtim
(kebutan) Begitu tiba di tengah gelanggang, keempat kacung itu membungkuk dan mundur,
akan kemudian berdiri di belakang Ho Thay Ciong.
Pan Siok Ham melirik suaminya dan berkata, kita berempat coba main-main dengan bocah itu
supaya dia mengenal lihainya ilmu silat Hwa San dan Koen Loen. Ia menengok dan
mendadak mengeluarkan seruan tertahan. Sambil mengawasi Boe Kie dengan mata
membelalak, ia berkata, kau.
Sebagaimana diketahui, pada empat tahun berselang, ia pernah bertemu dengan Boe Kie.
Walaupun sekarang dari kanak-kanak Boe Kie sudah menjadi seorang pemuda, badannya
sudah berubah dan di atas bibirnya sudah tumbuh sedikit kumis, ia masih mengenali pemuda
itu.
Apa tak baik jika kita melupakan kejadian yang dulu? kata Boe Kie. Aku Can A Goe.
Pan Siok Ham mengerti maksud pemuda yang tidak mau memperkenalkan namanya yang
sejati. Ia mengerti, bahwa jika ia membuka rahasia, Boe Kie pun akan melucuti kedoknya
akan mengumumkan cara bagaimana ia dan suaminya sudah membalas kebaikan dengan
kejahatan. Maka itu, seraya mengangkat pedang, ia berkata, Can Siauw Hiap telah mendapat
kemajuan pesat sekali. Dengan jalan ini, aku memberi selamat, aku ingin minta
pengajaranmu.
Boe Kie tersenyum. Sudah lama kudengar Kiam Hoat kalian berdua yang sangat lihai,
katanya. Boanpwee hanya mengharap cianpwee suka menaruh belas kasihan.
Sementara itu, Ho Thay Ciong sudah mengambil pedang yang dipegang kacungnya. Senjata
apa yang ingin digunakan Can siauw Hiap? tanyanya.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 784
Melihat Ho Thay Ciong, Boe Kie lantas saja ingat kejadian-kejadian pada empat tahun
berselang. Ia ingat Kim Koan dan Cin Koan yang bisa mengisap racun dan yang kemudian
mati sebab tiada makanan. Hal ini sangat disayangkanolehnya. Iapun ingat, bahwa Ho Thay
Ciong dan isterinya pernah naik ke Boe tong untuk mendesak kedua orang tuanya, sehingga
ayah dan ibu itu mati bunuh diri. Ia ingat pula, bahwa ia pernah dipaksa minum arak beracun,
dipukul sampai babak belur dan dilemparkan ke batu gunung. Kalau tidak ditolong Yo Siauw,
jiwanya pasti sudah melayang.
Mengingat itu darah Boe Kie meluap. Ho Thay Ciong, Ho Thay Ciong! katanya di dalam hati.
Hari itu kau menghajar aku sepuas hati, hari ini meskipun tidak mengambil jiwamu, aku akan
memberi pelajaran setimpal kepadamu.
Ketika itu kedua pemimpin Koen Loen dan kedua ratus Hwa San Pay sudah berdiri di empat
sudut sambil mencekal senjata mereka yang berkeredepan. Sekonyong-konyong Boe Kie
bersiul dan bagaikan sebatang pit badannya meluncur ke atas, akan kemudian, dengan tibatiba
mengubah arah ke jurusan sebuah pohon bwee. Dengan sekali menggerakkan tangan, ia
sudah mematahkan sebatang ranting yang penuh bunga dan sesudah itu, barulah badannya
melayang kembali ke bumi.
Ilmu ringan badan Boe Kie sudah dilihat orang. Tapi gerakannya dalam memetik ranting
bwee itu indah luar biasa, sehingga semua orang menggeleng-gelengkan kepala, bahkan
kagumnya.
Sementara itu, Boe Kie sudah bertindak ke tengah gelanggang dan sambil mengangkat ranting
pohon itu. Ia berkata, biarlah dengan menggunakan ini, boanpwee menerima pelajaran dari
Hwa San Koen Loen.
Semua orang kaget. Cara bagaimana pemuda itu melawan keempat ahli silat dengan
menggunakan ranting pohon yang dihias dengan kurang lebih sepuluh kuntum bunga?
Biarpun memiliki lweekang yang sangat tinggi, cabang kayu itu takkan bisa melawan golok
dan pedang.
Pan Siok Ham tertawa dingin, Bagus, katanya. Bocah! Kau sedikitpun tidak memandang
sebelah mata kepada ilmu silat Hwa San dan Koen Loen.
Boe Kie tersenyum dan menjawab, Boanpwee pernah dengar cerita seorang Sian Hoe
(mendiang ayah) bahwa seorang cianpwee dari Koen Loen Pay yaitu, Ho Ciok To Sian Seng,
mempunyai kepandaian luar biasa dalam ilmu memetik khim, bersilat dengan pedang dan
main catur, sehingga beliau dikenal sebagai Koen Loen Sam Seng. Hanya sayang kita terlahir
terlalu lambat dan tak mendapat kesempatan untuk bertemu dengan orang tua itu.
Semua orang mengerti maksud pemuda itu, dengan memuju Ho Ciok Too, Boe Kie
menghargai Koen Loen Pay yang mempunyai leluhur jempolan, tapi ia memang tak
memandang sebelah mata kepada Cian Boen Jin yang sekarang bersama isterinya.
Sekonyong-konyong dalam barisan Koen Loen Pay terdengar bentakan menggeledek. Anak
haram! Betapa tingginya kepandaianmu sehingga kau begitu kurang ajar terhadap guruku?
cacian itu disusul dengan melompatny seorang pria bewokan yang mengenakan jubah imam
warna kuning. Berbareng lompatan itu, pedangnya menikam punggung Boe Kie, biarpun
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 785
sebelum menyerang ia mancaci tapi sebab gerakannya cepat luar biasa, maka serangan itu
tiada bedanya seperti bokongan.
Pada detik ujung pedang hampir menyentuh punggungnya, tanpa memutar badan, kaki kiri
Boe Kie menyambar ke belakang dan dengan gerakan yang tak dapat dilihat orang, kakinya
sudah menginjak pedang itu di atas tanah. Dengan menggunakan seantero tenaganya, si imam
membetot pedang itu, tapi sedikitpun tidak bergeming.
Perlahan-lahan Boe Kie menengok dan ia segera mengenali, bahwa penyerang itu bukan lain
daripada See Hoa Coe yang pernah ditemui di tengah lautan. Imam itu yang sangat
berangasan pernah mengeluarkan perkataan kurang ajar terhadap mendiang ibunya In So So.
Mengingat itu Boe Kie berduka dan lalu bertanya, Apakah kau See Hoa Coe Tootiang?
See Hoa Coe tidak menyahut. Dengan muka kemerah-merahan, ia terus membetot pedangnya
dengan sekuat tenaga.
Tiba-tiba sesudah menotol badan pedang dengan tumit sepatu. Boe Kie mengangkat kakinya.
Sebab tidak mendug, si imam terhuyung setindak, tapi berkat kepandaiannya yang tinggi,
dengan mengerahkan lweekang, ia segera dapat mempertahankan diri. Tapi, baru saja
menggunakan Cian Kin Toei (ilmu memberatkan badan supaya bisa berdiri tetap) semacam
tenaga yang datang dari badan pedang mendorongnya. Tenaga itu adalah begitu hebat, hingga
tanpa berdaya ia jatuh duduk. Hampir berbareng, terdengar suara tang! dan pedang patah dan
ia hanya mencekal gagangnya saja.
Bukan main malunya See Hoa Coe, Sang Soe Nio (isteri guru) mengawasinya mencorong
dengan sorot mata yang gusar dan ia tahu bahwa ia akan mendapat hukuman. Dengan bingung
dan ketakutan, buru-buru ia berbangkit, anak haram!... bentaknya.
Sebenarnya Boe Kie sudah merasa cukup, tapi begitu mendengar cacian anak haram yang
mencaci juga kedua orang tuanya, darahnya lantas saja meluap. Bagaikan kilat, ia mengibas
ranting bwee dan tiga hiat di dada See Hoa Coe sudah tertotok. Tapi dengan berlagak pilon ia
segera berkata kepada empat lawannya, para cianpwee boleh lantas mulai!
Minggir kau! bentak Pan Siok Ham.
Apa belum cukup?
Baik, jawab See Hoa Coe, tapi badannya tak bergerak.
Pan Siok Ham jadi makin gusar, aku suruh kau minggir, apa kau tak dengar! teriaknya.
Baik soe nio baik jawabnya terputus-putus. Tapi ia tetap berdiri tegak.
Tak kepalang marahnya si jago betina. Dia sungguh tak mengerti, mengapa murid itu sungguh
kurang ajar. Ia belum tahu, bahwa beberapa jalan darah See Hoa Coe sudah ditotok Boe Kie.
Dengan mata mendelik, ia mendorong keras murid yang dianggapnya bandel itu.
Badan si imam terdorong beberapa kaki, tapi badan dan kaki tangannya tetap tidak berubah.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 786
Sekarang barulah Pan Siok Ham berdua suami tahu sebab musababnya. Mereka heran
bercampur kagum. Mereka tak mengerti, bagaimana Boe Kie bisa menotok jalan darah tanpa
diketahui mereka. Buru-buru Ho Thay Ciong menotok beberapa hiat di pinggang muridnya
untuk membuka jalan darah yang tertutup. Diluar dugaan, See Hoa Coe masih tetap tidak bisa
bergerak.
Sambil menunjuk tubuh PH yang bersandar pada YS, Boe Kie berkata, Beberapa tahun yang
lalu, nona kecil itu sudah pernah ditutup jalan darahnya dan mereka dipaksa untuk minum
arak beracun, sedang aku sendiri tidak berdaya untuk membuka hiat to yang tertotok.
Sekarang muridmu pun mendapat pengalaman yang sama. Kau tak usah heran, ilmu Tiam
Hiat kita berdua memang berlainan.
Melihat berubahnya paras muka para hadirin, Pan Siok Ham merasa jengah dan untuk
menutup rasa malunya, tanpa mengeluarkan sepatah kata, ia segera menikam alis Boe Kie.
Hampir berbareng, pedang Ho Thay Ciong menyambar punggung pemuda itu, dan kedua
kakek Hwa San Pay-pun lantas mulai menyerang.
Dengan sekali melompat Boe Kie menyelamatkan diri dari empat senjata. Ho Thay Ciong
segera mengirim tikaman ke kedua pinggang Boe Kie untuk memaksa pemuda itu menangkis
dengan ranting bwee. Sambil mementil golok si kate dengan telunjuk kiri, Boe Kie menotol
badan pedang Ho Thay Ciong memutar senjatanya dan memapas cabang yang kecil itu. Ia
berpendapat, bahwa biarpun lawan memiliki kepandaian tinggi, ranting itu takkan bisa
melawan tajam dan kerasnya pedang. Diluar dugaan, Boe Kie pun memutar rantingnya dan
memukul badan pedang. Tiba-tiba Ho Thay Ciong merasa dorongan dari semacam tenaga
lembek sehingga pedangnya terpental dan menghantam golok si jangkung.
Aha, Ho Thay Ciong! seru kakek itu. Mengapa kau membantu lawan?
Paras muka Ho Ciang Boen berubah merah, tapi ia tentu saja tidak mau mengaku bahwa
pedangnya telah dipukul terpental oleh pemuda itu.
Omong kosong! bentaknya seraya menikam Boe Kie.
Pertempuran lantas berubah dengan hebatnya.
Bagaikan hujan gerimis, Ho Thay Ciong mengirim tikaman-tikaman berantai, sedang
isterinya yang bergerak di belakang Boe Kie berusaha menutup jalan mundur pemuda itu.
Dari kedua samping kedua kakek Hwa San Pay mencecer dengan pukulan-pukulan terhebat
dari Liang Gie To Hoat.
Kedua macam ilmu silat itu yang satu ceng yang lain hoan berasal dari pat kwa dan pulang ke
pat kwa. Dengan lain perkataan, karena sumbernya sama maka meskipun jurus-jurusnya
berlainan pada hakekatnya kedua ilmu silat itu bersatu padu. Makin lama keempat tokoh
makin saling mengerti dan kerja sama juga jadi makin erat.
Sebelum bergebrak, Boe Kie pun tahu, bahwa keempat lawannya tak boleh dibuat gegabah. Ia
hanya tidak menduga, bahwa kerja sama antara Hoan Liang Gie To Hoat dan Ceng Liang Gie
Kim Hoat bisa sedemikian hebat dan berkat bantuan antara yang dan Im kerjasama itu
dikatakan tiada cacatnya. Tak ada bagian yang lemah, baik dalam serangan maupun dalam
pembelaannya. Kalau menggunakan senjata biasa, ia masih bisa mendapat bantuan dari
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 787
senjata itu. Apa mau secara temberang, ia memilih ranting bwee dan sekarang ia menghadapi
bahaya besar.
Sesudah bertempur lagi beberapa lama, si kakek kate mendadak menyerang kaki Boe Kie
dengan menggulingkan badan di tanah. Boe Kie berkelit ke samping, ia dipaki Pan Siok Ham,
kena! bentak jago betina itu dan paha Boe Kie sudah tertikam!
Baru saja ia mementil senjata lawan, pedang Ho Thay Ciong sudah menyambar dan golok
kedua kakek itu membabat kakinya. Dilain detik, Pan Siok Ham sudah lantas saja menikam
pula dengan serentak. Keadaan Boe Kie terdesak.
Dalam bahaya, mendadak ia mendapat serupa ingatan. Laksana kilat ia melompat dan
bersembunyi di belakang See Hoa Coe. Pan Siok Ham menikam dengan tujuan
membinasakan dan bukan hanya untuk menjajal kepandaian. Ujung pedang yang menyambar
dengan disertai lweekang, hampir amblas di badan muridnya. Untung juga ia keburu menarik
pulang senjatanya, tapi See Hoa Coe sudah berteriak dan mengeluarkan keringat dingin.
Boe Kie jengkel dan bingung. Sesudah bertempur beberapa lama, ia masih juga belum bisa
menangkap intisari daripada kedua ilmu silat itu. Sebelum dapat menyelam isinya, ia tak akan
bisa memecahkannya. Maka itu, jalan satu-satunya ialah berkelit kian kemari dengan
menggunakan See Hoa Coe sebagai tameng. Sambil menggunakan siasat main petak ini,
pemuda itu mengeluh, Boe Kie! Boe Kie! Kau terlalu memandang enteng kepada orang gagah
di kolong langit. Sekarang kau menghadapi bencana. Jika bisa keluar dengan selamat, kau
harus ingat baik-baik pelajaran yang pahit ini. Benar juga kata orang, di luar langit masih ada
langit, di atas manusia masih ada manusia.
Pan Siok Ham merasa dadanya seperti mau meledak. Kalau tidak dihadang See Hoa Coe,
beberapa kali ia bisa menikam pemuda itu. Kalau menuruti napsu, ia ingin membuat putus
badan si imam, tapi dengan adanya kecintaan antara guru dan murid, ia tentu saja tidak tega
turunkan tangan jahat.
Ho Hoe jin! teriak si jangkung. Kalau kau tidak mau turun tangan terhadap orangmu, biarlah
aku yang turun tangan.
Sesudahmu! bentaknya dengan gusar.
Si jangkung lantas saja mengangkat goloknya dan menyabet pinggang See Hoa Coe.
Boe Kie terkejut. Jika kakek itu benar-benar membunuhi imam, maka bukan saja ia sendiri
terancam kebinasaan, tapi dalam persoalan ini juga akan timbul sengketa baru. Maka itu,
dengan menggunakan sinkang, ia mengebut dengan tangan bajunya dan golok si jangkung
terpental.
Hampir berbareng si kate membacok. Boe Kie berkelit ke kanan, tapi ia tidak mengubah arah
goloknya yang terus menyambar ke pundak See Hoa Coe. Ia membuat gerakannya
sedemikian rupa, sehingga seolah-olah tidak keburu mengubah arah atau menarik pulang
senjatanya. Tapi di mulut ia berteriak, See Hoa Coe Tooheng, hati-hati!
Dengan berbuat begitu, si kate coba menyebar bibit penyakit kepada Boe Kie. Ia mengerti,
bahwa jika ia membinasakan See Hoa Coe, Ia akan bermusuhan dengan Koen Loen Pay. Tapi
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 788
dengan pura-pura tidak keburu menarik pulang senjata, ia bisa memindahkan kedosaan ke atas
pundak Boe Kie.
Boe Kie memutar badan dan mendorong dada si kate dengan telapak tangannya. Napas kakek
itu menyesak. Buru-buru ia menyambut dengan tangan kiri, tapi goloknya menyambar terus.
Untung sungguh, sebelum golok mampir di pundak See Hoa Coe, kedua tangan itu kebentrok
dan si kate terhuyung ke belakang, sehingga goloknya pun membacok angin.
Sesudah jiwanya ditolong dua kali, si imam merasa sangat berterima kasih kepada Boe Kie
dan berbalik membenci kedua kakek itu. Kalau bisa hidup terus, aku pasti akan berhitungan
dengan bangsat kate dan jangkung itu. Katanya di dalam hati.
Dilain pihak, melihat pemuda itu melindungi muridnya. Ho Thay Ciong dan Pan Siok Ham
merasa girang. Mereka bergirang sebab dalam usahanya melindungi See Hoa Coe, Boe Kie
jadi lebih sukar untuk membela diri. Mereka sedikitpun tidak merasa berterima kasih terhadap
lawan yang sudah menolong muridnya dan mereka menyerang makin hebat.
Melihat begitu, tokoh-tokoh Siauw Lim, Boe Tong, dan Go Bie menggeleng-gelengkan
kepala dan di dalam hati kecil, mereka merasa malu. Kalau pemuda itu binasa, sedikit banyak
mereka turut berdosa.
Kedua kakek Hwa San Pay terus menyerang dengan hebatnya, sebentar membabat Boe Kie,
sebentar membacok See Hoa Coe. Makin lama Boe Kie makin terdesak. Tak apa jika aku
sendiri yang binasa, pikirnya. Tapi sangat tidak pantas kalau aku menyeret juga imam ini.
Memikir begitu, sambil menghantam si jangkung ia mengibas ranting bwee dan dengan
kibasan itu, ia membuka jalan darah See Hoa Coe.
Sesaat itu, si kate membabat kaki See Hoa Coe dan Boe Kie menendang pergelangan
tangannya. Dengan cepat kakek itu menarik pulang tangannya. Mendadak si imam yang
sudah merdeka mengirim tinju yang tepat mampir di batang hidung si kate, yang lantas saja
mengucurkan darah. Kepandaian jago Hwa San Pay itu banyak lebih tinggi daripada si imam.
Tapi sebab diserang sedari tidak diduga-duga, ia tidak keburu berkelit lagi.
Kejadian yang lucu itu disambut dengan gelak tertawa.
See Hoa Coe, mundur kau! bentak Pan Siok Ham sambil menahan tertawa.
Baiklah, jawabnya, Bangsat jangkung itu masih hutang satu tinju, tiba-tiba si kate menyapu
kaki See Hoa Coe, membacok dan menyikut. Duk! sikut kirinya mampir di dada si imam.
Tiga gerakan berantai itu adalah salah satu jurus terlihai dari Hwa San Pay. Tubuh See Hoa
Coe bergoyang-goyang dan tanpa tercegah lagi, ia muntah darah.
Bagaikan kilat, Ho Thay Ciong menempelkan telapak tangan kirinya di pinggang si murid dan
dengan sekali mendorong, tubuh yang tinggi besar itu sudah terpental beberapa tombak
jauhnya. Sungguh indah pukulan itu! Katanya, seraya mendongak si kate dan sret! pedangnya
menikam Boe Kie merupakan bukti bahwa Ciang Boen Jin Koen Loen Pay memang bukan
sembarang orang.
Sesudah penghalang menyingkir, keempat jago itu menyerang makin hebat. Dua golok dan
pedang berkelabat-kelebat bagaikan titiran dan Boe Kie seolah-olah dikurung dengan sinar
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 789
senjata. Dengan tenaga dalam yang sangat kuat, ia tidak merasa lelah. Tapi serangan-serangan
itu dengan perubahan-perubahannya yang aneh-aneh dengan sesungguhnya terlampau hebat.
Ia mengerti bahwa dalam dua ratus atau tiga jurus lagi, ia akan binasa.
KIOE YANG SIN KANG yang dimiliki Boe Kie didapat dari Kioe Yang Cin Kang gubahan
Tat Mo Couw Soe dari India, sedang KIAN KOEN TAY LO IE berasal dari Iran. Kedua ilmu
ini boleh dikatakan puncaknya kepandaian manusia. Dilain pihak, kedua ilmu silat Liang Gie
itu digubah dari macam-macam ilmu Tiongkok asli yang dicampur dengan kedudukankedudukan
Pat Kwa dari Boe Ong. Jika seseorang sudah melatih diri sampai pada tingkat
tertinggi dari ilmu tersebu maka ia akan banyak lebih lihai daripada orang yang mempunyai
KIAN KOEN TAY LO IE Sin Kan. Tapi sebab Kitab Yan Keng (kitab tentang Pat Kwa)
sangat sukar dipelajari, maka keempat jago itu baru mengenal kulitnya saja. Kalau bukan
begitu, siang-siang Boe Kie sudah binasa.
Sambil bertempur, pemuda itu terus mengasah otak. Kalau mau dengan menggunakan ilmu
pengenteng badan dengan mudah ia bisa meloloskan diri dari kepungan. Keempat tokoh itu
tak akan mampu mengejarnya. Akan tetapi jika ia lari, tujuannya yaitu mendamaikan
permusuhan antara enam partai dan Beng Kauw akan gagal sama sekali. Sesudah memikirkan
bolak-balik, ia mengambil keputusan untuk bertahan terus dan baru menyerang sesudah
keempat lawannya lelah. Tapi diluar dugaan, keempat orang tua itu memiliki tenaga dalam
yang sangat kuat dan aneh sampai kapan baru menjadi letih.
Biarpun sudah berada di atas angin, di dalam hati keempat jago itu merasa sangat tidak enak.
Mereka merasa malu pada diri sendiri. Dengan mengingat kedudukan dan nama mereka,
jangankan empat lawan satu, sedang satu lawan satupun sudah sangat hilang muka. Lebih
daripada itu, sesudah bertempur tiga empat ratus jurus, mereka belum juga bisa merobohkan
Boe Kie. Untung juga, pemuda itu sudah lebih dahulu menjatuhkan pendeta suci Kong Seng.
Sehingga kalau malu, malu beramai-ramai.
Makin lama Boe Kie makin terdesak, tapi tak gampang-gampang ia bisa dilukai. Pada detikdetik
yang berbahaya ia selalu dapat menyelamatkan diri dengan berkelit atau menangkis
dengan ranting bwee yang disertai sin kang.
Dilain pihak, keempat tokoh itu mempunyai pengalaman luas dan kenyang menghadapi lawan
berat. Makin lama bertempur, mereka makin tidak berani berlaku sembrono. Seraya
mengempos semangat, mereka mendesak setingkat demi setingkat.
Para tetua keempat partai mengikuti jalan pertandingan dengan penuh perhatian dan sabansaban
memberi penjelasan serta petunjuk kepada murid-murid mereka yang berdiri di sekitar
lapangan.
Lihatlah kamu semua, kata BCS kepada murid-muridnya. Ilmu silat pemuda itu sangat luar
biasa. Tapi keempat pemimpin dari Koen Loen Pay dan Hwa San Pay sudah menjepitnya,
sehingga ia tidak bisa bergerak lagi. Ilmu silat dari Tiong Goan tak akan bisa ditandingi oleh
segalma ilmu siluman dari See Hek. Liang Gie berubah menjadi Soe siang dan Soe siang
berubah menjadi Pat Kwa. Dalam ilmu silat itu terdapat 8 kali delapan 64 kie pian (perubahan
yang luar biasa) dan kali empat puluh empat teng pian (perubahan yang sudah tetap) enam
puluh empat dikali dengan enam puluh empat sehingga sama sekali ada empat ribu sembilan
puluh enam perubahan. Diantara macam-macam ilmu silat di kolong langit, ilmu silat Liang
Gie lah yang mempunyai banyak perubahan.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 790
Sedari Boe Kie turun ke gelanggang. Cioe Coe Jiak sangat berkhawatir akan keselamatannya.
Karena sangat disayang oleh sang guru, nona itu sudah diberi pelajaran kitab Ya keng.
Sekarang dengan mengggunakan kesempatan baik, ia segera berkata dengan suara nyaring.
Soe hoe, menurut pendapat teecoe, biarpun jurus-juruanya sangat beraneka warna, intisari dari
Cong Han Siang Gie ialah Thay Kek menjadi Im Yang Liang Gie. Yang terdiri dair Thay
Yang dan Siauw Im. Inilah yang dinamakan Siauw Yang dan Thay Im. Inilah yang
dinamakan Soe Sian. Kalau tidak salah meskipun pukulan-pukulan keempat cianpwee itu
hebat luar biasa, tetapi yang paling lihai adalah po hoatnya (tindakannya). Karena ia
menggunakan bicara dengan menggunakan tenaga dalam tanpa merasa semua orang
menengok kepadanya.
Meskipun sedang bertempur mati-matian, kuping dan mata Boe Kie tetap berwaspada
terhadap keadaan di luar gelanggang dan setiap perkataan nona Cioe didengar tegas olehnya.
mengapa ia bicara begitu keras? tanyanya di dalam hati. Apakah ia sengaja ingin memberi
petunjuk kepadaku?
Penglihatanmu sedikitpun tak salah, kata BC. Aku merasa girang, bahwa kau bisa menangkap
intisari dari ilmu silat para cianpwee.
Ya, kata pula si nona pada diri sendiri. Kian di selatan, koen di utara, loodi di timur, kan di
barat, cin di timur laut, twie di tenggara, soen di barat daya, gin di barat laut. Dari cin sampai
Kian dinamakan soen (menurut) dari soen sampai koen dinamakan gek (melawan). Sesudah
berdiam sejenak, ia berkata lagi dengan suara lebih keras. Soehoe, tak salah, tepat seperti
yang diajar olehmu, Ceng Liang Gie Kiam Hoat dari Koen Loen Pay adalah Soen yang
meliputi kedudukan dari Cin sampai pada Kian. Hoan Liang Gie To Hoat dari Hwa San Pay
ialah Gek yang meliputi kedudukan dari Soen sampai papa Koen. Soehoe, bukankah begitu?
Jilid 43___________________
Mendengar perkataan muridnya, Biat-coat jadi girang sekali. Ia mengangguk beberapa kali
dan berkata. Anak, kau tidak menyia-nyiakan capai lelahku. Nenek itu adalah manusia yang
paling jarang memuji orang. Perkataannya itu adalah pujian tertinggi yang dapat diberikan
olehnya.
Dalam girangnya, Biat-coat sedikitpun tidak memperhatikan suara Cie Jiak yang sebenarnya
terlampau nyaring. Tapi banyak orang sudah melihat keluarbiasaan itu.
Melihat banyak mata ditujukan kepadanya, Cie Jiak lantas saja pura-pura tergirang-girang dan
berkata sambil menepuk-nepuk tangan. Soehoe, benar, Soe-siang ciang dari Go bie pay kita,
dalam bundarnya terdapat persegi, Im dan Yang saling bantu membantu. Yang bundar yang
berada di luar, adalah Yang. Yang persegi, yang di tengah-tengah, ialah Im. Yang bundar,
yang bergerak dinamakan Thian (langit). Yang persegi, yang diam (tenang), dinamakan Tee
(bumi). Dengan demikian, dalam ilmu silat kita itu terdapat Langit, Bumi, Im, Yang, persegi,
bundar, bergerak dan diam. Menurut pendapatku, Soesiang ciang lebih unggul setingkat
daripada Ceng hoan Liang gie.
Biat coat yang memang selalu merasa bangga akan kelihayannya Soe siang ciang jadi makin
girang, Tak salah apa yang dikatakan olehmu katanya selalu bersenyum. Akan tetapi,
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 791
kelihayan ilmu silat itu tergantung atas kepandaian dan tenaga dalam diri orang yang
menggunakannya.
Diwaktu kecil, Boe Kie sering mendengar ceramah-ceramah mengenai pelajaran kedudukan
Pat-kwa, karena Ya-keng adalah kitab yang terutama dipelajari oleh murid2 Boe tong dan
lweekang Boe tong pay juga berdasarkan kitab itu.
Mendengar perkataan nona Cioe mengenai Soe siang ciang, Soen dan Gok, ia terkejut. Ia
segera memperhatikan po hoat (tindakan) dan jurus2 keempat lawannya dan benar saja, semua
itu berdasarkan perubahan2 dari Soe siang Pat kwa. Sekarang ia mengerti, mengapa Kian
koen Tay lo ie tidak bisa bergerak.
Pada hakekatnya, kalau sama-sama sudah mencapai puncak kesempurnaan, ilmu silat See hek
tidak akan bisa menandingi ilmu dari Tiong goan. Bahwa Boe Kie masih terus bisa
mempertahankan diri adalah karena ia sudah memiliki ilmu See hek sampai pada tingkat yang
tertinggi, sedang keempat lawannya baru mengenal kulit-kulit dari ilmu silat Tionggoan itu.
(See hek Daerah barat).
Dalam sekejap ia sudah dapat memikir beberapa cara untuk merobohkan lawannya itu. Tapi ia
masih bersangsi. Kalau kini aku menjatuhkan mereka, Biat coat akan mendusin dan
menggusari nona Cioe, pikirnya. Nenek itu sangat kejam. Ia dapat melakukan perbuatan
apapun jua.
Maka ia tak lantas mengubah cara bersilatnya. Tapi sekarang, berbeda daripada tadi, ia bisa
melayani dengan tenang sambil memperhatikan jurus-jurus lawan. Makin lama ia makin tahu
seluk-beluk Ceng-hoan Liang gie.
Sementara itu, melihat keadaan Boe Kie tak berubah, Cie Jiak jadi makin bingung.
Dalam repotnya melayani musuh, ia tentu tak bisa lantas menangkap ilmu silat yang sangat
tinggi itu, pikirnya. Melihat Boe Kie makin terdesak, ia jadi nekat.
Sambil menghunus pedang, ia melompat masuk ke dalam gelanggang. Soe wie Cianpwee!
serunya. Jika kalian tidak bisa merobohkan bocah itu, biarlah aku yang mencoba-coba.
Ho Thay Ciong jadi gusar. Jangan rewel! Minggir kau! bentaknya.
Alis Pan Siok Ham berdiri. Pernah apa kau dengan bocah itu? tanyanya dengan suara keras.
Kau mau melindungi dia? Koen loen pay tak boleh dibuat permainan.
Karena topengnya dilucuti, paras muka Cie Jiak lantas saja berubah merah.
Cie Jiak balik! bentak Biat-coat.
Koen-loen-pay tidak boleh dibuat permainan. Apa kau tidak mendengar?
Boe Kie merasa sangat berterima kasih. Dia merasa, bahwa mereka terus berlagak terdesak, si
nona pasti akan mencari lain daya upaya untuk membantu dirinya. Kalau hal itu dilihat oleh
Biat-coat, Cie Jiak bisa celaka. Maka itu, ia lantas tertawa terbahak-bahak. Aku adalah
pecundang dari Go-bie-pay, katanya. Aku pernah ditawan Biat-coat Soethay, memang benar
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 792
Go-bie-pay lebih unggul daripada Koen-loen pay. Seraya berkata begitu, ia maju dan tidak ke
kiri. Kini tangan kanannya yang memegang ranting bwee membabat ke bawah.
Kesiuran angin yang dahsyat itu, lantas saja menghantam punggung si kate. Pukulan dan
tindakan Boe Kie dilakukan dengan tenaga dan waktu yang tepat, sehingga tanpa merasa,
golok si kate menyambar ke arah Pan Siok Ham. Pemuda itu ternyata memukul dengan Kian
koen Tay-lo-ie Sin-kang dan bertindak menurut kedudukan Pat kwa. Dalam kagetnya, si jago
pedang betina menangkis dengan pedangnya. Trang!, tangkisannya berhasil, tapi golok si
jangkung sudah menyusul.
Untuk menolong istrinya, Ho Thay Ciong melompat dan menangkis golok si jangkung.
Boe Kie menepuk dengan telapak tangannya dan golok si kate membacok kempungan Ho
Thay Ciong. Pan Siok Ham gusar. Dengan beruntun ia mengirim tiga serangan berantai,
sehingga si kate repot. Hei! Jangan kena diakali si bangsat kecil itu! teriaknya.
Kini Ho Thay Ciong mendusin. Seraya menikam Boe Kie. Dengan Tay-lo-ie Sin kang,
pemuda itu menyambut pedang Ho Thay Ciong yang lantas saja berubah arah dan menyambar
pundak si jangkung.
Si jangkung berteriak-teriak bahna gusarnya. Dengan sekuat tenaga ia membacok kepala Ho
Thay Ciong.
Si kate buru-buru berteriak, Soetee, jangan kalap! Itu semua perbuatan si bocak. Celaka! Pada
detik itu, pedang Pan Siok Ham berkelebat di pundaknya.
Dalam sekejap kedua kakek Hwa san pay sudah terluka enteng, digores pedang kawan sendiri.
Gerakan-gerakan kedua golok dan kedua pedang jadi kalang kabut. Bacokan, babatan,
papasan, tikaman yang ditujukan ke tubuh Boe Kie selalu berubah arah dan menghantam
kawannya sendiri.
Kini semua orang bisa lihat, bahwa itu semua perbuatan Boe Kie. Tapi ia tak tahu, ilmu apa
yang digunakan pemuda itu. Yang tahu hanyalah Yo Siauw seorang. Tapi iapun hampir tidak
percaya, bahwa seorang manusia bisa memiliki Kian koen Tay-lo-ie Sin-kang sampai pada
taraf yang begitu tinggi.
Untuk melawan, Pan Siok Ham memberi isyarat dengan teriakan. Mutar ke Boe-bong wie!...
Tapi itu semua tak menolong sebab Kian-koen Tay-lo ie Sin-kang sudah menguasai mereka
dari delapan penjuru. Mati-matian ia coba memberontak. Tapi semua sia-sia saja setiap
gerakan atau bacokan pasti menikam kawannya sendiri.
Soeko, apa tak baik kau mengurangi sedikit tenagamu? teriak si jangkung sambil menangkis
golok kakak seperguruannya.
Aku bacok bangsat kecil itu, bukan kau? kata si kate.
Soeko, hati-hati! teriak si jangkung. Bacokan ini mungkin akan berbalik Benar saja goloknya
menyambar sang kakak.
Tiba-tiba dengan paras muka menyeramkan, Pan Siok Ham melemparkan pedangnya. Ini
benar, pikir si kate yang lantas saja turut membuang senjatanya dan kemudian menendang
Boe Kie. Mendadak pedang Ho Thay Cong menyambar mukanya dan sebab telah tak
bersenjata, buru2 ia menundukkan kepala. Lepaskan senjata! teriak Pan Siok Ham.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 793
Mendengar perintah sang isteri, Ho Ciang-boen segera melontarkan pedangnya jauh2. Sambil
membuang goloknya, si jangkung menjambret leher Boe Kie. Ia merasa telapak tangannya
menyentuh benda keras dan ia segera mencengkeram. Sedetik kemudian ia terkesiap, sebab
yang dicengkeramnya bukan lain daripada gagang goloknya sendiri yang dipulangkan oleh
Boe Kie dengan menggunakan Kian-koen Tay-lo-ie Sin Kang.
Aku tak mau menggunakan senjata! teriak si jangkung seraya melemparkan lagi goloknya.
Boe Kie miringkan badan dan menangkap pula senjata itu yang sekali lagi dipulangkan ke
tangan lawan. Kejadian itu terulang beberapa kali. Dalam kaget dan kagumnya si jangkung
tertawa terbahak-bahak. Bangsat bau, kau benar-benar mempunyai ilmu siluman! teriaknya.
Sementara itu, si kate dan suami isteri Ho sudah menyerang dengan tangan kosong. Ilmu silat
tangan kosong dari Hwa san dan Koen loen tidak kalah hebatnya dari ilmu silat dengan
memakai senjata. Tapi pemuda itu licin bagaikan ikan di air. Pada detik-detik berbahaya, ia
selalu bisa menyelamatkan diri, akan kemudian balas menyerang. Sampai di situ, keempat
jago mengerti bahwa mereka tak akan bisa mendapat kemenangan.
Bangsat bau! Awas senjata rahasia! teriak si jangkung. Ia mendehem dan menyembur Boe
Kie dengan riaknya. Boe Kie berkelit dan dengan menggunakan kesempatan itu, si jangkung
melontarkan goloknya. Tiba-tiba ia berteriak, Celaka! Maaf! Apa yang sudah terjadi? Dengan
tangan kiri Boe Kie mengibas riak itu yang berbalik dan mampir di dahi Pan Siok Ham.
Si ratu Koen loen jadi kalap. Sekarang ia nekad. Ia mengambil keputusan untuk mati
bersama-sama Boe Kie. Sambil mementang sepuluh jarinya dan berdiri di belakang Boe Kie
untuk mencegat jalan mundur pemuda itu. Melihat kesempatan baik, Ho Thay Ciong juga
menubruk. Ia merasa pasti kali ini bocah bau itu tak akan bisa meloloskan diri.
Seraya bersiul nyaring, badan Boe Kie mendadak melesat ke atas dan begitu berada di tengah
udara, ia mengerahkan Kian koen Tay lo Ie Sin kang dan mengibas kedua tangannya dengan
gesit dan cekatan. Sesudah itu ia lantas memutar badan dan dengan gerakan yang sangat indah
tubuhnya melayang ke muka bumi dan hinggap pada jarak kurang lebih setombak dari tempat
semula.
Hasil perbuatan Boe Kie sangat menakjubkan!
Ho Thay Ciong memeluk pinggang isterinya, Pan Siok Ham mencengkeram pundak sang
suami, sedang si kate dan si jangkung juga saling peluk erat-erat. Sesudah berkutat sejenak,
keempat jago itu sama-sama roboh.
Dilain detik suami isteri Ho mendusin dan dengan paras muka kemerah-merahan mereka
melompat bangun.
Mampus kau! teriak si jangkung. Celaka! sial!...
Lepas! seru si kate.
Dengan malu bercampur gusar, kedua kakek itu pun berbangkit.
Bangsat bau! teriak si jangkung. Ini bukan pieboe. Kau menggunakan ilmu siluman. Kau
bukan enghiong.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 794
Si kate mengerti, bahwa pertempuran tak guna dilangsungkan lagi. Makin lama mereka akan
menderita makin hebat. Sambil mengangkat kedua tangannya ia berkata, Sin kang tuan tinggi
luar biasa, aku si tua belum pernah melihat kepandaian yang semacam itu. Hwa san pay
menyerah kalah.
Maaf, jawab Boe Kie sambil membalas hormat. Boanpwe menang sebab kebetulan. Kalau
tadi para Cianpwee tak menaruh belas kasihan, siang-siang Boanpwee sudah binasa di bawah
golok dan pedang Ceng-hoan Liang gie. Dengan berkata begitu Boe Kie bicara sejujurnya.
Kalau tak dibantu Cie Jiak, ia memang bakal celaka.
Si jangkung girang. Bagus! Kau tahu, bahwa kau menang sebab kebetulan, katanya.
Apakah aku boleh tahu she dan nama Jie wie Cianpwee yang mulia? tanya Boe Kie. Kalau
belakang hari kita bertemu pula, boanpwee bisa memanggil dengan panggilan yang benar.
Si jangkung tertawa lebar dan menjawab. Soeko ku ialah Wie.
Tutup mulut! bentak si kate. Ia menengok kepada Boe Kie dan berkata pula. Sebagai jenderal
yang keok kami merasa sangat malu. Tuan tak perlu tahu nama kami yang hina dina. Sesudah
berkata begitu, ia masuk ke dalam barisan Hwa san pay. Si jangkung tertawa nyaring. Dalam
peperangan, menang atau kalah adalah kejadian lumrah, katanya. Bagiku tak menjadi soal. Ia
menjemput dua batang golok yang menggeletak di tanah dan kemudian balik ke barisannya
sendiri.
Sementara itu Boe Kie sudah menghampiri Sian Ie Thong dan menotok jalan darahnya.
Sesudah pertempuran selesai, aku sekarang mau mengobati kau, katanya. Aku menotok jalan
darahmu untuk mencegah naiknya racun ke jantung. Di detik itu, mendadak ia merasai
kesiuran angin dingin di belakangnya dan rasa perih di punggungnya. Ia terkesiap, kakinya
menotol bumi dan badannya melesat ke atas.
Cres cress disusul dengan teriakan menyayat hati.
Di tengah udara ia memutar badan dan ia mendapat kenyataan dua batang pedang suami isteri
Ho Thay Ciong sudah amblas di dada Sian Ie Thong!
Sebagai orang yang mempunyai kedudukan dan kepandaian tinggi dan sebagai orang yang
selalu bangga akan kepandaiannya, Ho Thay Ciong dan Pak Siok Ham merasa penasaran,
bahwa mereka telah roboh dalam tangannya seorang pemuda yang tak dikenal dalam rimba
persilatan. maka itu, tanpa memperdulikan pantas atau tidak pantas selagi Boe Kie
membungkuk untuk menotok jalan darah Sian Ie Thong, ia membokong dengan pukulan yang
dinamakn Boe seng Boe sek (tak ada suaranya, tak ada warnanya).
Boe seng Boe sek adalah salah satu pukulan terhebat dari Koen loen pay. Pukulan itu harus
didalami oleh dua orang yang tenaga dalamnya kira-kira bersama. Dua tenaga yang keluar
dari pukulan itu saling bertentangan, sehingga sebagai akibatnya, suara yang bisa terdengar
dalam menyambarnya senjata menjadi hilang. Itulah sebabnya mengapa jurus ini dinamakan
Boe seng Boe sek.
Diluar dugaan, sesudah memiliki Kioe yang Sin kang, panca indera Boe Kie lebih tajam dan
gerakannya cepat luar biasa. Tapi meskipun begitu, bajunya robek dan kulitnya kena juga
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 795
digores pedang. Karena suami isteri Ho tidak keburu menarik pulang senjata mereka, maka
yang menjadi korban adalah Sian Ie Thong.
Semua orang menjadi gempar.
Sebab sudah ketelanjur, bagaikan kalap kedua pemimpin Koen loen pay itu segera menerjang
Boe Kie. Sesudah mendapat malu besar mereka mengambil keputusan untuk mengadu jiwa.
Pedang mereka menyambar-nyambar dan setiap serangan adalah serangan untuk binasa
bersama-sama musuh.
Tiba2 Boe Kie mendapat serupa ingatan. Ia berjongkok dan menjemput sedikit tanah yang
sesudah dicampur dengan keringat pada telapak tangannya, lalu dibuat menjadi dua butir pel.
Di lain saat Ho Thay Ciong dan Pan Siok Ham menyerang dari kiri kanan. Boe Kie melompat
ke samping mayat Sian Ie Thong dan berlagak mengambil sesuatu dari saku mayat. Kemudian
ia memutar badan dan menghantam kedua lawan itu dengan telapak tangan, dengan
menggunakan tujuh bagian tenaga. Dengan berbareng suami-isteri Ho merasai tekanan hebat
pada dada mereka dan napas mereka menyesak. Cepat-cepat mereka membuka mulut untuk
menyedot hawa segar. Tiba-tiba Boe Kie mengayun kedua tangannya dan kedua pel tanah itu
masuk ke dalam tenggorokan Ho Thay Ciong dan Pan Siok Ham. Mereka batu-batuk, tapi
kedua yo-wan sudah masuk ke dalam perut.
Paras muka kedua suami isteri itu lantas saja berubah pucat. Mereka melihat Boe Kie
mengambil sesuatu dari saku Sian Ie Thong. Apalagi kalau bukan racun?
Mengingat penderitaan Sian Ie Thong, bulu roma mereka bangun semua. Pan Siok Ham sudah
lantas merasa pusing dan badannya bergoyang-goyang.
Di dalam sakunya Sian Ie Thong selalu membawa-bawa ulat sutera emas yang dibungkus
dengan lilin, kata Boe Kie dengan suara tawar. Kalian masing-masing sudah menelan sebutir
lilin, kalau Jie wie cianpwee bisa memuntahkannya sebelum lilin melumer di dalam perut,
mungkin sekali jiwa kalian masih bisa ditolong.
Sambil mengerahkan lweekang, Ho Thay Ciong dan isterinya segera berusaha untuk
memuntahkan yo-wan itu. Dengan tenaga dalamnya yang sangat kuat, beberapa saat
kemudian mereka berhasil mengeluarkan tanah itu yang sudah tercampur dengan cair kantong
nasi.
Si kakek jangkung dari Hwa san pay lantas saja mendekati dan setelah melihat apa yang
keluar dari perut, ia tertawa dan berkata, Aduh! Itulah tai ulat sutera emas. Ulat itu mengeram
dalam perutmu dan berak.
Kaget dan gusarnya ratu Koen loen pay sukar dilukiskan. Dengan sekuat tenaga ia
menghantam si jangkung yang iseng mulut. Kakek nakal itu melompat balik ke barisannya
dan seraya menuding Pan Siok Ham, ia berteriak, Perempuan galak! Kau sudah membunuh
Ciang bun jin dari partai kami dan Hwa san pay pasti tak akan menyudahi perbuatanmu itu.
Suami isteri Ho terperanjat. Meskipun berdosa besar, Sian Ie Thong adalah seorang Ciang bun
jin. Mereka mengerti bahwa kesalahan tangan itu akan berekor panjang dan hebat, tapi dalam
menghadapi kebinasaan segera, mereka tak sempat menghiraukan lagi bahaya di belakang
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 796
hari. Mereka tahu bahwa di dalam dunia hanyalah Boe Kie yang bisa menolong mereka. Tapi
mengingat perbuatan mereka dahulu hari, apakah pemuda itu sudi mengangsurkan tangan?
Boe Kie tertawa tawar dan berkata dengan suara tawar pula. Jie wie tak usah takut, walaupun
Kim-can sudah berada dalam perut enam jam kemudian barulah racunnya mengamuk.
Sesudah membereskan urusan besar ini, boanpwee pasti akan menolong. Boanpwee hanya
berharap Ho Hoejin jangan memaksa aku minum arak beracun.
Biarpun disindir, kedua suami isteri itu menjadi bingung. Tapi mereka merasa malu hati untuk
mengucapkan terima kasih dan sambil menundukkan kepala, mereka lalu kembali ke barisan
sendiri.
Cobalah Jie wie minta empat butir Giok tong Hek seng tan dari Khong tong pay, kata Boe
Kie. Obat itu bisa menahan naiknya racun ke jantung.
Ho Thay Ciong mengangguk dan segera memerintahkan salah seorang muridnya minta pel itu
dari pemimpin Khong tong pay.
Dalam hati Boe Kie tertawa geli. Giok tong Hek sek tan memang obat pemunah racun, tapi
obat itu mengakibatkan sakit perut selama dua jam. Sesudah menelannya, perut suami isteri
Ho sakit bukan main. Mereka makin ketakutan dan menduga racun sudah mulai mengamuk.
Mereka tak pernah mimpi bahwa mereka dikelabui oleh pemuda itu.
Sementara itu Biat coat Soethay berkata kepada Song Wan Kiauw. Song Thay hiap, antara
enam partai hanya ketinggalan dua partaimu dan partai kami. Partai kami kebanyakan terdiri
dari kaum wanita. Maka itu Song Tayhiap lah yang harus bertindak.
Siauw too sudah dikalahkan oleh In Kouwcoe, jawab Wan Kiauw. Kiam-hoat Soethay tinggi
luar biasa dan Soethay pasti bisa menakluki bocah itu.
Biat-coat tersenyum tawar dan seraya menghunus Ie thian kiam, ia bertindak masuk ke dalam
gelanggang.
Se-konyong2 Jie hiap Jie Lian Cioe keluar dari barisan Boe tong pay. Sedari tadi dengan rasa
kagum dan heran ia memperhatikan ilmu silat Boe Kie. Walaupun lihay belum tentu Biat-coat
Soethay bisa melawan empat jago dari Hwa san dan Koen-loen, pikirnya. Kalau ia kalah Boe
tong pay jua kalah, maka usaha enam partai akan gagal sama sekali. Biarlah aku yang menjadi
lebih dulu. Memikir begitu ia segera menyusul Biat-coat dan berkata. Soethay, biarlah kami
berlima saudara yang lebih dulu mengadu ilmu dengan pemuda itu. Paling belakang barulah
Soethay maju dan aku merasa pasti Soethay akan memperoleh kemenangan.
Maksud Jie Lian Cioe cukup terang. Boe tong pay dikenal sebagai partai yang mengutamakan
latihan lweekang. Kalau ilmu pendekar Boe tong dengan bergiliran melayani pemuda itu,
maka andai kata mereka tak mendapat kemenangan, pemuda itu pasti akan lelah sekali.
Sesudah dia lelah, Biat coat maju untuk merobohkannya.
Si nenek mengerti maksud Jie Lian Cioe. Ia mendongkol dan berkata dalam hati. Siapa sudi
menerima budi Boe tong pay? Dengan cara begitu biarpun menang, kemenangan itu bukanlah
kemenangan gemilang! Ia sombong memandang rendah kepada semua manusia. Meskipun
sudah menyaksikan kelihayan Boe Kie, di dalam hati ia merasa bahwa jago dari lain-lain
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 797
partai adalah manusia-manusia tolol. Ia tak percaya bahwa ia tak bisa merobohkan pemuda
itu.
Maka itu seraya mengibaskan tangan jubah ia berkata, Jie Jie hiap balik saja! Sesudah
dihunus, Ie thian kiam tak bisa dimasukkan lagi ke dalam sarungnya sebelum bertempur.
Baiklah, kata Jie Lian Cioe yang segera kembali ke barisannya.
Sambil melintangkan pedang mustika di dadanya, Biat coat menghampiri Boe Kie. Ie thian
kiam dibenci dan ditakuti Beng kauw. Anggota Beng kauw yang binasa karena pedang itu
sukar dihitung jumlahnya. Sekarang, melihat si nenek maju dengan pedang terhunus, mereka
semua berkuatir tercampur gusar dan beramai-ramai mereka mencaci Biat coat.
Si nenek tertawa dingin, Jangan rewel kalian! bentaknya. Kalian tunggulah! Sesudah
membereskan bocah itu, aku akan segera membereskan kalian semua.
In Thian Ceng tahu Ie thian kiam sukar dilawan. Can Siauw hiap, senjata apa yang ingin
digunakan olehmu? tanyanya.
Aku tak punya senjata, jawabnya. Bagaimana pikiran Loo ya coe? Di dalam hati ia memang
merasa jeri terhadap pedang mustika itu.
Perlahan-lahan sang kakek menghunus pedang yang tergantung di pinggangnya. Terimalah
Pek hong kiam ini, katanya. Meskipun tidak bisa menandingi Ie thian kiam dari bangsat
perempuan itu, pedang ini senjata yang jarang terdapat dalam dunia Kangouw. Seraya berkata
begitu, ia menyentil badan pedang yang lantas saja membengkok karena lemas seperti ikat
pinggang. Satu suara uunng ! yang nyaring bersih lantas saja terdengar dan badan pedang
pulih kembali seperti sedia kala. (Pek hong kiam Pedang bianglala putih).
Dengan sikap menghormat Boe Kie menyambuti pedang itu. Terima kasih, katanya sambil
membungkuk.
Pedang itu sudah mengikuti aku selama puluhan tahun dan sudah membunuh banyak sekali
manusia rendah, kata In Thian Ceng. Kalau hari ini dia bisa membunuh bangsat perempuan
itu, biarpun mati loohoe merasa puas.
Boanpwee akan perbuat apa yang boanpwee bisa, kata Boe Kie.
Sambil menundukkan ujung pedang ke muka bumi dan memegan gagang pedang Pek hong
kiam dengan kedua tangan, pemuda itu berkata kepada Biat coat. Kiam hoat boanpwee sudah
pasti bukan tandingan Soethay dan sebenar-benarnya boanpwee tidak berani melawan
Cianpwee. Cianpwee pernah menaruh belas kasihan kepada para anggota Swie kim kie,
mengapa sekarang Cianpwee tidak bisa menaruh belas kasihan kepada boanpwee?
Alis si nenek lantas saja turun. Kawanan setan Swie kim kie ditolong olehmu, katanya dengan
suara menyeramkan. Biat coat Soethay belum pernah mengampuni orang. Sesudah menang
baru kau boleh membuka bacot.
Para anggota Lima Bendera Beng kauw, yang sangat membenci nenek itu, lantas saja
berteriak-teriak.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 798
Bangsat tua! Kalau kau benar-benar jagoan coba kau bertanding dengan tangan kosong
melawan Can Siauwhiap.
Kiam hoatmu cetek sekali. Yang diandalkan olehmu hanyalah pedang Ie thian kiam.
Apa kau rasa kau bisa menang?
Dan sebagainya.
Biat coat tidak memperdulikan cacian dan ejekan itu. Hayo mulai! katanya dengan nyaring.
Boe Kie sebenarnya belum pernah belajar ilmu pedang. Mendengar undangan si nenek ia
bersangsi. Tiba-tiba ia ingat Liang gie Kiam-hoat dari Ho Thay Ciong yang lihay dan indah.
Ia segera mengangkat pedang dan membabat. Siauw Pek Toan in dari Hwa san pay! seru Biat
coat dengan heran (Siauw pek Toan in memapas tembok memotong awan).
Bagaikan kilat si nenek menikam dari samping. Dalam gebrakan pertama itu, tanpa
menangkis serangan, ia balas menyerang. Dengan lweekang yang hebat, ujung Ie thian kiam
menyambar pusar pemuda itu.
Boe Kie berkelit ke samping, tapi sebelum ia berdiri tegak pedang Biat coat sudah meluncur
di tenggorokannya. Boe Kie terkesiap. Dengan bingung ia menggulingkan diri di tanah. Tapi
sebelum ia melompat bangun, angin dingin sudah menyambar-nyambar di lehernya. Celaka!
ia mengeluh, ujung kakinya menotol tanah dan badannya melesat ke atas. Ia berhasil
menyelamatkan jiwa dari satu kedudukan yang hampir tidak mungkin dilakukan oleh seorang
manusia. Baru saja hadirin mau bersorak, si nenek sudah melompat dan pedangnya diangkat
untuk memapaki tubuh pemuda itu.
Detik itu tubuh Boe Kie sedang melayang turun ke bawah. Karena berada di tengah udara, ia
tidak bisa berkelit lagi. Ie thian kiam menyambar! Hati Boe Kie mencelos. Satu diantara dua:
kalau bukan kedua kakinya, badannya akan terbabat kutung!
Pada saat yang sangat berbahaya, Kian koen Tay lo ie memberi reaksi yang wajar. Tanpa
memikir lagi, ia menyentuh ujung Ie thian kiam dengan ujung Pek hong kiam. Trang! Pek
hong kiam melengkung dan membal. Dan dengan menggunakan tenaga membal itu, badan
Boe Kie sekali lagi melesat ke atas!
Biat coat benar-benar tidak mengenal kasihan. Ia melompat dan membabat tiga kali beruntun.
Badan Boe Kie sudah melayang ke bawah. Ia tidak bisa berbuat lain daripada menangkis
Trang. Pek-hong kiam kutung dua! Dengan hati mencelos ia menepuk ubun-ubun (embunembunan)
segera membabat pergelangan tangannya. Sebab babatan itu cepat luar biasa, ia
tidak keburu menarik pulang tangannya. Dalam keadaan demikian, ia hanya bisa menolong
diri dengan satu jalan. Dengan kecepatan yang hampir tiada taranya, ia menyentil badan Ie
thian kiam dan berbareng dengan meminjam tenaga sentilan itu, tubuhnya terbang ke tempat
yang lebih selamat.
Lengan Biat coat kesemutan, telapak tangannya seperti juga terbeset dan Ie thian kiam hampir
terlepas dari tangannya! Ia terkesiap. Ia menengok dan Boe Kie dengan tangan mencekal
peang buntung, berarti dalam jarak dua tombak lebih.
Itulah gebrakan-gebrakan yang sungguh jarang terlihat dalam Rimba Persilatan!
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 799
Dalam sekejap mata itu, Biat coat menyerang delapan kali setiap jurus, jurus membinasakan.
Delapan kali Boe Kie memunahkan serangan itu, delapan kali ia melolos dari lubang jarum.
Baik serangan, maupun pembelaan diri, sama-sama mencapai puncak kehebatan, puncak
keindahan. Semua orang menahan napas. Mereka hampir tak percaya, bahwa apa yang dilihat
mereka adalah suatu kenyataan.
Sesudah lewat sekian lama barulah terdengar sorak sorai gegap gempita.
Bagaikan patung Boe Kie berdiri tersu sambil memegang pedang buntung. Ia merasa sudah
jatuh di bawah angin. Ia tak tahu, bahwa Ie thian kiam disentil, lengan si nenek kesemutan
dan kalau ia menyerang terus, ia sudah mendapat kemenangan. Memang Boe Kie kurang
pengalaman.
Walaupun beradat tinggi, Biat coat sekarang mengakui kelihayan pemuda itu. Tukar
senjatamu dan mari kita bertempur lagi, katanya.
Dengan rasa menyesal Boe Kie mengawasi pedang buntung itu. Di dalam hati ia berkata,
Gwakong menghadiahkan pedang mustika ini kepadaku dan aku sudah merusakkannya.
Sungguh tak enak senjata apalagi yang bisa melawan Ie thian kiam?
Selagi bersangsi, tiba-tiba Cioe-Tian berteriak. Aku punya sebuah golok mustika. Kau
ambillah!
Ie thian kiam terlalu hebat, sahut Boe Kie. Boanpwee kuatir senjata Cianpwee akan menjadi
rusak.
Biar dirusak, kata Cioe-Tian. Kalau kau kalah, kami semua mati. Perlu apa golok mustika itu?
Boe Kie anggap perkataanitu memang tak salah, maka tanpa berkata apa-apa lagi ia
menghampiri Cioe Tian untuk mengambil goloknya.
Thio Kongcoe, kau harus menyerang, tak boleh hanya membela diri, bisik Yo Siauw ketika
Boe Kie lewat di depannya.
Mendengar panggilan Thio Kongcoe Boe Kie kaget, tapi ia segera mengetahui mengapa Yo
Siauw menggunakan istilah itu. Yo Poet Hwie sudah mengenali dirinya dan memberitahukan
kepada ayahandanya. Terima kasih atas petunjuk Cianpwee, jawabnya.
Waktu lewat di samping Wie It Siauw, Ceng ek Hok ong juga berbisik, Gunakanlah ilmu
peringan badan terus menerus.
Boe Kie girang. Terima kasih jawabnya.
Kong beng Soe cia Yo Siauw adalah ahli-ahli silat kelas utama dan mereka belum tentu kalah
dari Biat coat Soethay. Hanya sayang, sebelum bertempur mereka dibokong Goan tin
sehingga badan mereka menajdi lumpuh. Tapi kecerdasan otak dan ketajaman mata mereka
tidak pernah sama sekali berubah dan bisik-bisikan itu memang siasat tepat untuk menghadapi
Biat coat.
Berat golok mustika itu yang sudah dipegang Boe Kie kira-kira empat puluh kati. Warnanya
hitam, bentuknay aneh dan tidak usah dikatakan lagi, senjata itu barang pusaka yang sudah
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 800
berusia tua sekali. Di dalam hati ia masih merasa menyesal, bahwa pedang kakeknya sudah
rusak dalam tangannya. Tapi pedang itu sudah dihadiahkan kepadanya. Golok ini masih
menjadi milik Cioe Tian yang meminjamkannya. Golok mustika ini tidak boleh dirusak,
pikirnya.
Ia maju mendekati lawan dan sesudah menarik napas dalam-dalam, ia berkata. Soethay,
boanpwee mulai! Bagaikan asap, badannya melayang ke belakang Biat coat dan mengirim
bacokan pertama. Sebelum si nenek itu memutar badan, ia sudah melompat ke samping dan
mengirim bacokan kedua. Badannya lantas berkelebat-kelebat, goloknya menyambarnyambar
tak henti-hentinya.
Yang sekarang digunakan Boe Kie adalah ilmu ringan badan tercepat yang pernah dikenal
dalam Rimba Persilatan. Ilmu ringan badan itu adalah hasil dari pengerahan Kioen yan Sin
kang dan Kian koen Tay lo ie Sin kang. Ilmu ringan badan Ceng ek masih kalah jauh.
Sesudah lari beberapa puluh putaran, Kioe yang Sin kang mengamuk makin hebat dalam
tubuhnya dan ia sekarang seolah-olah terbang di atas bumi.
Melihat begitu, murid2 Go bie pay jadi bingung. Mereka tahu guru mereka bakal kalah.
Sekonyong-konyong Teng Bin Koen berteriak. Hari ini tujuan kita adalah membasmi Mo
kauw. Kita datang bukan untuk pie bu. Saudara-saudara, mari kita gempur bocah itu! Ia
menghunus senjata dan melompat ke dalam gelanggang. Seluruh murid Go bie lantas saja
mengikuti dan segera mengambil kedudukan di delapan penjuru. Cioe Cie Jiak berdiri di
sudut barat daya. Cioe soe moay, kau turut serta atau tidak terserah kepadamu, ejek
perempuan she Teng itu.
Cie Jiak gusar bercampur malu. Perlu apa kau berkata begitu? tanyanya.
Mendadak Boe Kie melompat ke hadapan Teng Bin Koen yang segera menikam. Dengan
sekali menggerakkan tangan kirinya pemuda itu sudah merampas pedang lawan yang lalu
ditimpukkan kepada Biat coat. Si nenek membabat dan memutuskan pedang itu, tapi
tangannya kesemutan sebab Boe Kie menimpuk dengan lweekang yang hebat.
Pemuda itu bekerja cepat. Badannya berkelebat-kelebat, tangannya menyambar-nyambar
merampas pedang-pedang para murid Go bie yang dengan beruntun-runtun ditimpukkan
kepada Biat coat. Murid-murid Go bie rata-rata berkepandaian tinggi, tapi berhadapan dengan
Boe Kie, mereka tidak berdaya.
Puluhan pedang terbang menyambar Biat coat bagaikan hujan gerimis. Dengan paras muka
pucat pasi si nenek memutar Ie thian kiam dan memutuskan pedang2 itu. Tak lama kemudian
sebab pegal lengan kanannya tak bisa digunakan lagi dan ia lalu memutar senjata dengan
tangan kiri. Semua barisan mundur ke belakang karena potongan2 pedang menyambar kian
kemari.
Tak lama kemudian, semua murid Go bie kecuali Cioe Cie Jiak seorang sudah bertangan
kosong.
Boe Kie ingin membalas budi si nona, tapi dengan demikian perbedaan itu jadi sangat
menyolok. Cie Jiak tahu hal ini bakal berekor. Ia melompat untuk menyerang, tapi pemuda itu
selalu menyingkirkan diri.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 801
Cioe soemoay, benar saja ia memperlakukan kau secara istimewa sekali ejek Teng Bin Koen.
Paras muka nona Cioe lantas saja berubah merah. Dengan jengah ia berdiri terpaku.
Cioe soemoay, Soehoe sedang diserang musuh, mengapa kau berdiri seperti patung? kata pula
perempuan she Teng itu. Mungkin sekali di dalam hati kau mengharap bocah itu mendapat
kemenangan.
Biarpun sedang kebingungan, setiap perbuatan Teng Bin Koen didengar tegas oleh si nenek.
Tiba-tiba dalam otaknya berkelebat satu ingatan, Cie Jiak! bentaknya. Apa benar kau mau
menghina guru? Seraya membentak, ia menikam dada si nona!
Hati nona Cioe mencelos. Tentu saja ia tidak berani menangkis. Soehoe!... teriaknya. Ia tidak
dapat meneruskan perkataannya sebab hampir menyentuh dada!
Boe Kie tak tahu, dalam tikaman itu Biat Coat hanya mau menjajah. Pada detik terakhir, si
nenek menarik pulang senjatanya. Karena tak bisa menebak jalan pikiran orang yang juga
sebab sudah menyaksikan kekejaman Biat coat terhadap Kie Siauw Hoe, tanpa memikir
panjang lagi ia melompat, memeluk pinggang Cie Jiak dan melompat ke tempat yang lebih
selamat.
Kedudukan Biat coat segera berubah dari pihak yang diserang, ia sekarang bisa menyerang. Ia
segera menikam punggung Boe Kie. Sebab lagi menolong orang, gerakan Boe Kie agak
terlambat dan terpaksa ia menangkis dengan goloknya. Tang! golok mustika itu putus. Biat
coat mengudak dan menikam pula. Boe Kie menimpuk dengan golok buntung, kali ini dengan
menggunakan seantero lweekang. Hampir berbareng dada si nenek menyesak karena tekanan
angin timpukan. Ia tidak berani menyambut dengan pedangnya dan secepat kilat ia
membanting diri di tanah. Tapi biarpun begitu, ratusan lembar rambutnya terpapas putus!
Melihat kesempatan baik, tanpa melepaskan Cie Jiak, Boe Kie melompat dan menghantam
dengan telapak tangannya. Karena darahnya meluap, ia menghantam dengan sepenuh tenaga.
Sambil berlutut Biat coat coba membabat pergelangan tangan Boe Kie. Pemuda itu segera
mengubah gerakan tangannya, dari menepuk jadi mencengkeram dan tahu tahu tangannya
sudah mencekal Ie thian kiam!
Cengkeraman itu yang dilakukan dengan Sin kang Kian koen Tay lo ie tingkat ketujuh, tak
dapat dilawan oleh Biat coat.
Walaupun sudah menang, Boe Kie tidak berani berlaku sembrono. Seraya menudingkan ujung
Ie thian kiam ke tenggorokan si nenek, perlahan2 ia mundur dua tindak.
Lepaskan aku! teriak Cie Jiak sambil memberontak.
Ah! Ya! katanya. Dengan paras muka merah, ia melepaskan nona Cioe. Ia mengendus
bebauan wangi yang sangat halus dan waktu melepaskan, beberapa lembar rambut si nona
menyentuh pipinya. Tanpa terasa ia melirik. Muka Cie Jiak bersemu dadu. Meskipun
parasnya mengunjukkan perasaan takut, sinar matanya memperlihatkan rasa bahagia.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 802
Perlahan-lahan Biat coat berbangkit. Tanpa mengeluarkan sepatah kata, ia mengawasi Boe
Kie. Mukanya sangat menyeramkan.
Seraya mengangsurkan gagang pedang, Boe Kie berkata, Cioe Kauw-nio, tolong serahkan
pedang ini kepada gurumu.
Cie Jiak berdiri bengong. Macam2 pikiran berkelabat dalam otaknya. Sesudah terjadi apa
yang sudah terjadi, ia merasa pasti dirinya akan dipandang sebagai pengkhianat partai,
seorang yang menghina guru sendiri. Apakah ia benar-benar harus berkhianat kepada gurunya
sendiri? Boe Kie memperlakukannya secara baik sekali. Tapi, biar bagaimanapun juga, ia
seorang anggota Mo kauw, anggota dari agama siluman.
Sekonyong-konyong kupingnya mendengar bentakan gurunya, Cie Jiak, bunuh dia!
Tahun itu, sesudah mengajak Cie Jiak pulang ke Boe tong san, Thio Sam Hong lalu
menyerahkan muridnya, yaitu Cie Jiak kepada Biat coat Soethay sebab di dalam kuil Siauw
Lim Sie tak pernah bernaung murid wanita. Nona Cioe berbakat baik. Dengan mengingat
dirinya seorang yatim piatu, ia belajar giat-giat dan kemajuannya pesat sekali. Biat coat sangat
menyayangnya dan selama delapan tahun, belum pernah ia berpisahan dengan gurunya itu. Di
mata Cie Jiak, Biat coat bagaikan seorang ratu. Perkataannya merupakan undang-undang yang
tak pernah dibantah.
Kini mendengar bentakan sang guru yang angker dan berpengaruh, tanpa merasa dalam
bingungnya ia mengangkat Ie thian kiam dan menikan dada Boe Kie.
Karena tak menduga bakal diserang, pemuda itu tidak berwaspada. Tiba-tiba pedang
menyambar. Ia terkesiap tapi sudah tidak keburu menangkis atau berkelit lagi. Untung juga
waktu menikam tangan Cie Jiak bergemetaran, sehingga ujung pedang mencong ke samping
dan amblas di dada sebelah kanan.
Dengan berteriak, si nona menarik pulang Ie thian kiam. Pedang berlepotan darah dan darah
mengucur dari dada Boe Kie. Hal itu mengejutkan semua orang. Keadaan berobah kalut, di
empat penjuru terdengar teriakan.
Boe Kie mendekap dada dengan tangannya. Tubuhnya bergoyang-goyang sedaun paras
mukanya mengunjuk perasaan gegetun, menyesal dan heran seakan ia mau bertanya. Apa
sungguh-sungguh kau mau mengambil jiwaku?
Cie Jiak sendiri mengawasi hasil perbuatannya dengan mata membelalak dan mulut
ternganga. Dengan suara parau ia berkata, Aku Di dalam hati ia ingin menubruk Boe Kie, tapi
ia tidak berani. Sesaat kemudian, sambil menutup muka dengan kedua tangannya, ia memutar
badan dan lari balik ke barisannya.
Peristiwa itu tak pernah diduga oleh siapapun jua.
Dengan paras muka pucat pasi, Siauw Ciauw memapah Boe Kie. Thio Kongcoe kau katanya
terputus-putus. Luka pemuda itu amat berat, tapi untung, sebab moncong ujung pedang tidak
melanggar jantung.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 803
Dengan mengawasi Siauw Ciauw, Boe Kie berkata, Mengapa kau menikam aku. Ia tidak bisa
meneruskan perkataannya, napasnya tersengal sengal dan seraya membungkuk ia batuk-batuk.
Matanya berkunang-kunang, kepalanya pusing, sehingga ia tak dapat membedakan Siauw
Ciauw dari Cie Jiak. Darah mengucur terus dan pakaian si nona turut basah.
Sesaat kemudian, sesudah teriakan mereda, lapangan yang penuh manusia itu berubah sunyi
senyap. Tak seorangpun baik anggota 6 partai, maupun anggota Beng kauw atau Peh bie
kauw mengeluarkan sepatah katapun. Apa yang tadi dilakukan oleh pemuda itu kelihayannya
dalam menjatuhkan sejumlah tokoh ternama dan cara caranya yang mengunjuk perasaan
kemanusiaan sudah membangkitkan rasa kagum dan hormat dalam hatinya semua orang.
Maka itu, baik kawan maupun lawan berduka atas kejadian itu. Di dalam hati, mereka
mengharapkan keselamatannya.
Dengan dipeluk Siauw Ciauw, perlahan-lahan Boe Kie duduk di tanah. Siapa yang punya obat
luka yang paling manjur? seru si nona.
Kong seng segera mendekati dan mengeluarkan sebungkus obat bubuk dari sakunya. Giok
leng san kami sangat mutajab, katanya seraya membuka baju Boe Kie. Luka itu beberapa dim
dalamnya. Ia segera memborehi bubuk obat di lubang luka, tapi sebab darah mengucur, obat
itu tidak bisa menempel dan turun ke bawah tersiram darah. Kong seng jadi bingung. Hai!
Bagaimana baiknya?... bagaimana baiknya? katanya.
Yang paling bingung adalah suami isteri Ho Thay Ciong. Mereka menganggap bahwa mereka
telah menelan ulat sutera emas. Kalau pemuda itu mati, jiwanya pun takkan tertolong. Dengan
hati berdebar-debar Ho Ciong boen berjongkok di samping Boe Kie dan bertanya, Bagaimana
mengobati orang kena Kiam cam Kouw tok bagaimana? Hayo, lekas terangkan!
Pergi! bentak Siauw Ciauw sambil menangis. Kalau Thio Kongcoe mati, kita mampus
bersama-sama!
Di waktu biasa, mana mau Ho Thay Ciong dibentak-bentak oleh seorang wanita macam
Siauw Ciauw. Tapi keadaan kini bukan keadaan biasa. Tanpa memperdulikan si nona, ia
bertanya lagi. Bagaimana mengobati Kiam cam Kouw tok? Hayo! Bagaimana?
Kong seng meluap darahnya, Thie-khim Sian seng! bentaknya, Jika kau tak minggir, loolap
takkan berlaku sungkan2 lagi terhadapmu.
Tiba-tiba Boe Kie membuka matanya dan mengawasi semua orang yang berdiri di sekitarnya.
Kemudian, ia mengangkat tangan kirinya dan menotok tujuh delapan hiat di seputar luka.
Sesaat kemudian, mengalirnya darah jadi terlebih perlahan, Kong-seng girang. Buru-buru
pendeta suci itu memborehi Giok leng san di dada yang terluka. Siauw Ciauw segera merobek
tangan bajunya yang lalu digunakan untuk membalut luka. Muka Boe Kie pucat seperti kertas.
Ia terlalu banyak mengeluarkan darah.
Per-lahan2 otak Boe Kie menjadi terang lagi. Ia segera mengerahkan tenaga dalam dan lantas
saja merasa bahwa hawa tak bisa jalan di dada sebelah kanan. Dalam keadaan setengah mati,
tekadnya tetap tak berubah. Sebegitu lama masih bernapas, aku takkan mengizinkan enam
partai membasmi semua anggota Beng-kauw, katanya di dalam hati. Sambil meramkan kedua
matanya, mengerahkan Cin-khie yang lalu dialirkan beberapa kali di seputar dada bagian kiri.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 804
Sesudah itu, perlahan-lahan ia berbangkit dan berdiri. Dengan matanya, ia menyapu seluruh
lapangan dan berkata dengan suara perlahan. Kalau dalam Go bie dan Boe tong pay masih ada
orang yang tidak setuju dengan permintaanku, ia boleh segera keluar untuk bertanding.
Perkataan itu disambut dengan rasa heran juga kagum yang sukar dilukiskan. Semua orang
lihat, bahwa pemuda itu terluka berat. Tapi, baru saja darahnya berhenti mengalir, ia sudah
bisa berdiri dan menantang pula. Apa ia manusia? Manusia biasa tak akan bisa berbuat begitu.
Go bie pay sudah kalah, kata Biat coat dengan suara dingin. Jika kau tidak mati, di belakang
hari kita bisa perhitungkan lagi. Kini hanya ketinggalan Boe tong pay. Kalah menang harus
diputuskan oleh Boe tong pay.
Maksud Biat coat Soethay dimengerti oleh tokoh-tokoh semua partai.
Dalam usaha untuk mengepung Kong beng teng, jago2 Siauw lim, Khong tong, Koen loen,
Hwa san dan Go bie sudah dirobohkan Boe Kie. Hanya Boe tong pay yang belum bergebrak
dengan pemuda itu.
Tapi sekarang Boe Kie terluka berat. Jangankan pendekar Boe tong, sedang seorang biasapun
sudah cukup untuk menjatuhkannya. Mungkin sekali, tanpa bertempur, Boe Kie akan mati
sendiri. Setiap pendekar Boe tong bisa segera membinasakannya dan sesudah ia binasa,
keenam partai bisa mewujudkan keputusan untuk membunuh semua anggota Beng kauw.
Tapi Boe tong pay sangat mengutamakan Hiap sie. Menyerang seorang yang terluka berat
memang bukan perbuatan bagus, sehingga mungkin sekali kelima pendekar Boe tong merasa
keberatan untuk turun tangan. Tapi kalau Boe tong pay berpeluk tangan, apakah keenam
partai harus pulang dengan tangan hampa, dengan kegagalan? Membasmi Beng kauw adalah
usaha besar yang sudah menggetarkan seluruh Rimba Persilatan. Kalau mereka gagal, apakah
mereka masih ada muka untuk tampil lagi dalam kalangan Kang ouw? Serba susah maju
salah, mundur salah. (Hiap gie kesatriaan)
Maksud perkataan Biat coat ialah dipertahankan atau tidaknya kehormatan keenam partai
terserah atas keputusan Boe tong pay.
Jalan mana yang akan ditempuh partai itu?
Song Wan Kiauw, Jie Lian Cioe, Thio Siong Kie, In Lie Heng dan Boh Seng Kok saling
mengawasi. Mereka tak bisa segera mengambil keputusan. Tiba-tiba Song Ceng Soe, putera
Song Wan Kiauw, berkata, Thia-thia, Soe wie Siok-siok, biarlah anak saja yang membereskan
dia.
Tak bisa, kata Jie Lian Cioe. Kau turun tangan tiada bedanya dengan kami yang turun tangan.
Menurut pendapat Siauw tee, kepentingan umum adalah lebih penting daripada kepentingan
pribadi dari pada soal nama kita, kata Thio Siong Kee.
Nama adalah sesuatu yang berada di luar badan manusia, Boh Seng Kok menjawab. Biar
bagaimanapun jua siauw tee merasa berat untuk mencelakai seorang manusia yang sudah
terluka berat.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 805
Keempat pendekar mengawasi Song Wan Kiauw. Sebagai kakak seperguruan yang paling tua,
ialah yang harus mengambil keputusan terakhir.
Song Tay hiap melirik In Lie Heng. Adiknya itu tak mengeluarkan sepatah kata, tapi mukanya
mengunjukkan sinar kegusaran. Ia mengerti, bahwa si adik ingat nasib tunangannya, Kie
Siauw Hoe yang telah dinodai Yo Siauw dan akhirnya binasa karena gara-gara perbuatan
Kong ben Soe cia itu. Ia tahu bahwa si adik menaruh dendam yang sangat mendalam. Jika
sakit hati itu tidak terbalas, jika Beng kauw tidak dimusnahkan rasa penasaran In Lie Heng
takkan hilang. Maka itu, ia lantas saja berkata dengan suara perlahan. Mo kauw kedosaannya.
Memerangi yang jahat adalah kewajiban orang-orang sebangsa kita. Dalam dunia ini tiada
yang sempurna. Orang tak bisa mendapat semuanya. Kita harus memilih yang paling penting,
Ceng Soe, dan berarti hati-hatilah.
Baiklah! kata si anak seraya membungkuk dan lalu menghampiri Boe Kie. Can Siauwhiap,
katanya dengan suara nyaring, jika kau bukan anggota Beng kauw, kau boleh segera turun
gunung dan mengobati lukamu. Usaha enam partai untuk menumpas kejahatan tiada sangkut
pautnya denganmu.
Dengan satu tangan memegang dada, Boe Kie menjawab, Dalam usaha menolong sesama
manusia, sebegitu lama ia masih bernyawa, seorang lelaki harus berjuang terus. Terima kasih
atas maksud Song-heng yang sangat baik. Tapi aku sudah mengambil keputusan untuk hidup
atau mati bersama-sama Beng kauw!
Para anggota Beng kauw dan Peh bie kauw merasa sangat terharu. Banyak di antaranya
berteriak-teriak, mencegah Boe Kie berkelahi terus. Dengan tindakan limbung In Thian Ceng
maju mendekati. Orang she Song, katanya, biarlah loohoe yang meladeni kau. Tapi baru ia
mengerahkan lweekang, kedua lututnya lemas dan ia kembali roboh di tanah.
Ceng Soe mengawasi Boe Kie. Canheng, kalau begitu demi kepentingan umum, aku terpaksa
berbuat kedosaan terhadapmu, katanya.
Siauw Ciauw melompat dan menghadang di depan Boe Kie. Lebih dahulu kau harus
membunuh aku! teriaknya.
Siauw Ciauw, kau tak usah kuatir, kata Boe Kie dengan suara perlahan. Kepandaian pemuda
itu biasa saja. Untuk melayani dia tenagaku masih lebih daripada cukup.
Thio Kongcoe, tapi kau kau terluka berat! kata si nona.
Boe Kie tersenyum. Tak usah takut, katanya.
Mendengar perkataan itu, Ceng Soe naik darah. Bagus! bentaknya, Kepandaianku memang
biasa saja. Aku minta pelajaran darimu yang mempunyai tenaga lebih daripada cukup.
Siauw Ciauw, mengapa kau begitu baik terhadapku? tanya Boe Kie dengan suara terharu.
Si nona tahu, bahwa ia tak dapat berbuat apa-apa lagi untuk mencegah pertempuran.
Aku tak bisa hidup sendirian, katanya dengan suara duka dan putus harapan.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 806
Dengan sorot mata menyinta, Boe Kie mengawasi nona itu. Dalam menghadapi kebinasaan, ia
dapat terhibur karena ia tahu, bahwa di dalam dunia sedikitnya ada seorang yang menyintanya
setulus hati.
Minggir kau! bentak Ceng Soe dengan mata melotot.
Mengapa kau begitu kasar terhadap seorang wanita? tanya Boe Kie.
Tapi Ceng Soe tidak meladeni teguran itu. Ia bahkan mendorong pundak Siauw Ciauw,
sehingga si nona terhuyung beberapa tindak. Di antara lelaki dan perempuan siluman, mana
ada manusia baik? katanya dengan kaku. Bangun kau! Sambutlah seranganku!
Boe Kie menghela napas. Ayahmu adalah seorang kesatria, katanya, Mengapa kau begitu
kasar! Untuk melayani kau, tak perlu aku bangun berdiri. Di mulut ia berkata begitu, tapi
sebenar-benarnya ia tak kuat berdiri lagi.
Keadaan Boe Kie yang sudah payah dapat dilihat orang banyak, antaranya oleh Song Ceng
Soe sendiri. Ceng Soe, kau totok saja jalan darahnya supaya ia tidak bisa bergerak, teriak Jie
Lian Coe. Tak usah membinasakan dia.
Baiklah, jawabnya seraya menotok pundak Boe Kie dengan jari tangan kanannya.
Boe Kie tidak bergerak, tapi pada detik jari tangan lawan hampir menyentuh Kian tin hiat ia
mengibas dengan tangannya dan Ceng Soe menotok angin. Sebab kejadian itu di luar dugaan,
Ceng Soe sempoyongan, hampir-hampir menubruk Boe Kie.
Sesudah kagetnya hilang, ia menendang dada Boe Kie dengan menggunakan tujuh bagian
tenaga. Jie Lian Coe telah memesan supaya ia tidak berlaku kejam, tapi mengapa ia mengirim
tendangan yang berat itu? Apa lantaran Boe Kie mengatakan kepandaiannya biasa saja?
Bukan, sebab musababnya terletak di lain bagian. Ceng Soe membenci Boe Kie dan ia
membenci karena soal cinta.
Begitu melihat wajah Cioe Cie Jiak, begitu ia jatuh cinta. Tak henti-hentinya ia melirik atau
mengawasi si nona. Sebagai puteranya seorang pendekar Boe tong, ia merasa tak pantas
mengincar si nona terus menerus, tapi ia tak bisa melawan hatinya. Setiap gerakan, setiap
senyuman, setiap kerutan alis Cie Jiak tidak terlepas dari matanya. Apa celaka, Cie Jiak
mengunjuk rasa cintanya kepada Boe Kie. Sorot mata nona itu selalu diperhatikan Ceng Soe.
Atas perintah Biat coat, Cie Jiak menikam Boe Kie. Tapi sesudah menikam, si nona
memperlihatkan rasa duka dan menyesal yang tiada terbatas.
Song Ceng Soe mengerti, bahwa sesudah terjadi penikaman itu, tak perduli Boe Kie mati atau
hidup, si nona tentu takkan melupakan perbuatannya itu. Iapun tahu, apabila ia membunuh
pemuda itu, Cie Jiak pasti merasa sangat sakit hati, akan membencinya. Tapi oleh sebab
dibakar rasa jelus dan rasa iri hati, ia sungkan melepaskan kesempatan untuk membinasakan
seorang yang tak berdosa yang menjadi saingannya. Ceng Soe sebenarnya pemuda boen boe
song coan (pandai ilmu surat dan ilmu silat), salah seorang terpandai di antara murid-murid
turunan yang ketiga dari Boe tong pay dan pada hakekatnya ia seorang baik. Akan tetapi,
begitu terbentur dengan soal cinta, ia tak bisa membedakan lagi apa yang benar, apa yang
salah.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 807
Melihat tendangan itu, semua orang terkejut. Untuk menyelamatkan jiwa Boe Kie mesti
melompat atau menangkis. Pada saat ujung kaki mampir di dadanya, ia angkat tangan kiri dan
mengibas. Di luar dugaan, kibasan itu sudah menolak tenaga dari tendangan kaki Ceng Soe
lewat dalam jarak tiga dim dari badannya. Karena ia menendang dengan bernafsu, Ceng Soe
tidak menarik pulang kakinya dan lalu melompat sambil menendang ke belakang, menendang
punggung Boe Kie dengan tumit kaki kiri. Tendangan itu hebat dan tidak mengira, tapi untuk
kedua kalinya Boe Kie berhasil menyelamatkan jiwanya dengan hanya mengibaskan lima jari
tangannya.
Melihat begitu, semua orang terheran-heran.
Ceng Soe, dia sudah tak punya tenaga dalam lagi, seru sang ayah. Itulah ilmu Sie nio po cian
kin (Sie nio po cian kian Empat tahil menghantam seribu kati)
Song Wan Kiauw memang lihay dan berpengalaman. Ia bisa lihat bahwa Boe Kie sudah habis
tenaganya dan ilmu yang digunakannya, biarpun dinamakan Kian koen Tay lo ie pada
hakekatnya tidak berbeda dengan Sin nio po koan kin, atau ilmu Meminjam tenaga untuk
memukul tenaga dari Rimba Persilatan Tiong-goan.
Mendengar petunjuk ayahnya, Ceng Soe tersadar dan ia segera mengubah cara bersilatnya.
Kedua tangannya bergerak seperti orang menari-nari dan pukul-pukulannya kelihatan aneh,
seperti disertai dengan lweekang, seperti juga tidak disertai lweekang. Itulah Bian ciang (ilmu
pukul kipas), salah satu ilmu silat terlihay dari Boe tong pay.
Ilmu Meminjam tenaga untuk memukul tenaga merupakan dasar dari ilmu silat Boe tong pay.
Untuk menggunakan Sie nio po cian kin, pihak lawan harus menggunakan tenaga yang besar,
tenaga ribuan kati, supaya tenaga itu bisa dipinjam. Tapi sekarang Song Ceng Soe
menggunakan Bian ciang, maka tenaganya keluar di antara ada dan tidak ada. Dengan
demikian, Boe Kie tak akan bisa meminjam tenaga itu.
Tapi tiada yang tahu, bahwa dalam Kian koen Tay lo ie, Boe Kie sudah mencapai tingkat
tertinggi, yaitu sudah berlatih sampai pada tingkat ketujuh. Jangankan pukulan Bian ciang
yang masih berbentuk, sedang benda yang tak ada bentuknya pun, seperti hawa racun atau
suara aneh, masih dapat dipunahkan olehnya. Begitu diserang, ia meramkan kedua matanya
dan tersenyum, sedang lima jari tangan kirinya bergerak-gerak seperti sedang memetik khim.
Dalam sekejap, Bian ciang yang terdiri dari tigapuluh enam jurus sudah punah semuanya.
Song Ceng Soe tercengang. Dalam bingungnya ia menyapu seluruh lapangan dengan matanya
dan secara kebetulan matanya kebentrok dengan mata Cioe Cie Jiak. Tiba-tiba saja darahnya
meluap. Ia bergusar dan berduka karena paras muka si nona mengunjuk rasa kuatir. Ia tahu,
bahwa Cie Jiak bukan memikiri keselamatannya.
Dalam marahnya, ia lantas saja menarik napas dalam dalam, tangan kirinya menghantam pipi
kanan Boe Kie, telunjuk tangan kanannya menotok Pot hoe hiat di bagian pundak. Jurus itu
dinamakan Hoa kay Peng tee (Kembang mekar). Namanya bagus, hebatnya bukan main. Dua
pukulan tadi disusul dengan dua pukulan lagi, tangan kanan menggaplok pipi kiri, telunjuk
tangan kiri menotok Hong hoe hiat. Dengan demikian, jurus Hoa kay Peng tee berisi empat
pukulan yang turun bagaikan hujan angin, dengan kecepatan kilat.
Semua orang terkesiap, banyak diantaranya mengeluarkan seruan tertahan.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 808
Tiba-tiba terdengar suara Plaak! Plaak! yang sangat nyaring. Tangan kiri Song Ceng Soe
menggaplok pipi kirinya, tangan kanan menggaplok pipi kanan dan berbareng satu telunjuk
menotok Pok hoe hiat, lain telunjuk menotok Hong hoe hiatnya sendiri. Ternyata, dengan
menggunakan Kian koen Tay lo ie yang paling tinggi, Boe Kie sudah berhasil memindah
keempat pukulan itu ke tubuh si pemukul.
Jilid 44__________________
Jika Song Ceng Soe tidak menyerang begitu cepat, sesudha menotok Pot Hoe Hiatnya sendiri,
ia tak akan bisa mengirim dua pukulan yang berikutnya. Tapi karena empat pukulan itu
dikirim secara berantai dengan kecepatan luar biasa, maka biarpun Pok Hoe Hiat nya sudah
tertotok, ia masih bisa mengirim dua serangan lagi, sebab lengannya belum kesemutan.
Sesudah keempat pukulan itu dikirim, barulah kaki tangannya lemas dan ia roboh
terjengkang. Beberapa kali ia coba bangun, tapi tidak berhasil.
Song Wan Kiauw menghampiri dengan berlari lari. Dengan mengurut beberapa kali ia
membuka jalan darah puteranya yg tertotok. Kedua pipi Ceng Soe bengkak dan bertepa lima
tarak jari. Lukanya enteng, tapi karena adatnya yg tinggi, maka bagi Ceng Soe, kekalahan itu
merupakan penderitaan yg lebih hebat dari pada kebinasaan. Song Wan Kiauw mengenal adat
puteranya. Tanpa mengeluarkan sepatah kata ia menuntung anaknya dan kembali kebarisan
Boe tong.
Tepuk tangan dan sorak sorai menggetarkan seluruh lapangan. Semua org merasa kagum,
kagum sekali.
Tiba2 Boe Kie muntah darah, sambil memegang dada ia batuk2.
Semua orang mengawasi kejadian itu dengan hati berdebar2. Mereka berkuatir akan
keselamatan jiwanya pemuda gagah itu. Sebagian memperhatikan Boe Kie, sebagian pula
mengawasi orang2 Boe Tong. Apa yg akan diperbuat mereka? Mengaku kalah kan?
Mengajukan lain jago kah?
Sesaat kemudian Wong Wan Kiauw berkata dengan suara nyaring. "Hari ini Boe tong pay
sudah menunaikan kewajiban. Mungkin sekali bintnag Mo Kauw masih terang. Secara tidak
diduga duga muncul pemuda luar biasa ini. Kalau kita mendesak terus, apa bedanya antara
partai lurus bersih dan Mo Kauw?"
"Aku setuju dengan pendapat Taoko," menyambung Jie Lian Cioe. Sekarang kita pulang dan
minta petunjuk Soehoe. Sesudah pemuda itu sembuh, kita boleh bertempur lagi. Ia berbicara
dengan suara nyaring dan bersemangat. Dengan kata2 itu ia menekankan bahwa hari ini Boe
tong pay mengalah, ia tak percaya bahwa partainya tidak bisa melawan pemuda itu.
Thio Seng Kee dan Boe Seng Kong mengangguk, sebagai tanda mereka menyetujui pendapat
Lian Cioe.
Sekonyong konyong In Lie Heng menghunus pedang dan dengan mata menyala ia
menghampiri diri Boe Kie. "Orang she Can!" bentaknya. "Dengan kau, aku tak punya
permusuhan apapun jua. Jika sekarang aku mencelakai kau, In Lie Heng bukan seorang baik2.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 809
Tapi sakit hati ku terhadap Yo Siauw dalam bagaikan lautan. Aku mesti bunuh padanya. Kau
minggirlah!"
Boe Kie menggelengkan kepalanya. "Sebegitu lama aku masih bernyawa, aku akan cegah
pembunuhan terhadap anggota Beng Kauw yg manapun jua," katanya dengan suara tetap.
"Kalau begitu, aku terpaksa membunuh kau" kata In Lie Heng dengan mata beringas.
Boe Kie muntah darah lagi. Matanya berkunang dan ia berada dalam keadaan separuh ingat,
separuh lupa, "In Liok siok!" katanya denga suara parau. "Kau turun tanganlah."
In Lie Heng terkesiap. Suara itu, suara memanggil "In Liok siok," agaknya mungkin tidak
asing lagi didengar dikupingnya. Mendadak ia ingat. "Boe Kie!" katanya didalam hati.
"Diwaktu kecil, Boe Kie sering memanggil "In Liok siok" dengan nada suara seperti itu. Apa
pemuda ini Boe Kie..." Ia mengawasi muka yang pucat pasi itu. Makin diawasi, muka itu
makin mneyerupai muka Boe Kie. Sudah delapan tahun mereka berpisah. Dari seorang bocah
cilik, Boe Kie sudah berubah menjadi seorang dewasa. Tubuhnya sudah berubah, mukanya
pun sudah banyak berubah. Tapi dalam semua perubahan itu, masih banyak terbayang muka
Boe Kie si bocah cilik yg menderita hebat karena pukulan Hiang Beng Sin Ciang.
Sesaat kemudian, In Lie Heng membuka mulutn, suaranya gemetar. "Apa .... Apa kau Boe
Kie?"
Boe Kie merasa tenaganya habis semua. Matanya labur, kepalanya pusing dan ia merasa
bahwa ia sudah berada dekat dengan liang kubur. Ia sekarang tak pelu menyembunyikan lagi
dirinya. Bibirnya bergerak dan ia berbisik, "In Liok siok.... Titijie sering ingat kau...."
Mata In Liok hiap berkunang kunang. Perkataan seolah olah halilintar ditengah hari bolong.
Kaget, heran, kagum, gegetun.... Semua tercampur menjadi satu. Ia seorang yg berperasaan
sangat halus. Air matanya lantas saja mengucur deras. Ia melontarkan pedangnya menubruk,
memeluk dan mendukung Boe Kie. Kata dia dengan suara serak "Boe... Kie!... Putra tunggal
dari Ngo ko..."
Song Wan Kiauw, Jie Lian Cioe, Thio Siong Kee dan Boh Seng Kok memburu dan berdiri
diseputar In Lie Hong. Kekagetan dan kegirangan mereka sukar dilukiskan.
Orang2 Beng Kauw tak kurang girangnya, mimpipun mereka tak pernah mimpi, bahwa
pemuda yang coba menolong mereka dengan mempertaruhkan jiwa sendiri, bukan lain
daripada putranya Boe Tong Ngo Hiap Thio Cioe San.
Melihat keponakannya pingsan buru2 In Lie Heng mengeluarkan Thian ong Hoe Sim tan dan
memasukannya kedalam mulut Boe Kie. Sesudah menyerahkan pemuda itu kepada Jie Lian
Cioe, ia segera memungut pedangnya dan menghampiri Yo Siauw.
Seraya menuding musuh besar itu, ia berteriak, "Binatang Yo Siauw! Aku... aku..." Ia tidak
dapat meneruskan perkataannya dan lalu mengangkat pedang.
Kong Beng Soe cia itu yg badannya masih belum bergerak, lantas saja meramkan kedua
matanya dan menunggu kebinasaan seraya bersenyum.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 810
Tiba2, pada detik sangat berbahaya, seorang wanita muda melompat dan menghadap di depan
Yo Siauw. "Tahan! Jangan lukai ayahku!" bentaknya.
In Lie Heng mengawasi. Tiba2 ia mengeluarkan seruan tertahan dan sekujur badannya dingin.
Gadis itu yg bertubuh jangkung kecil dan bermata besar tiada bedanya dari Kie Siauw Hoe.
Sedari bertunangan, wajah nona Kie yang manis selalu terbayang didepan matanya.
Belakangan ia mendapat tahu, bahwa tunangan itu di bawa lari dan dinodai kehormatannya
oleh Kong Beng Soe cia Yo siauw, sehingga akhirnya ia membuang jiwa. Tak usah dikatakan
lagi, kejadian itu sangat menyakiti hatinya.
Tak dinyana Kie Siauw Hoe muncul pula. Badannya bergoyang2 dan ia berkata dengan suara
gemetar. Siauw Hoe Moay coo kau.
Gadis itu bukan lain daripada Yo Poet Hwie, berkata, Aku bernama Yo Poet Hwie. Kie Siauw
Hoe adalah ibuku. Ibu sudah lama meninggal dunia.
In Lie Heng tertegun dan tersadar, Ah!.... aku betul gila! katanya. Kau minggirlah. Hari ini
aku akan membalaskan sakit hati ibumu.
Bagus! seru si nona. In Siok siong, bunuhlah pendeta perempuan bangsat itu! Seraya berkata
begitu, ia menuding Biat Coat Soethay.
Apa? Mengapa? menegas In Lie Heng.
Ibu dipukul mati oleh pendeta bangsat itu, jawabnya.
Dusta! Kau jangan bicara sembarangan, bentak Lie Heng.
Aku tidak berdusta, kata si nona dengan suara dingin. Ibu dibinasakan di Ouw tiap kok.
Pendeta bangsat itu menyuruh ibu membunuh ayah. Ibu menolak dan dia lantas turun tangan.
Kulihat dengan mata ku sendiri. Kejadian itu jg disaksikan oleh Boe Kie kok. Jika Siok2 tidak
percaya, tanyalah pendeta bangsat itu sendiri.
Waktu nona Kie binasa, Peot Hwie masih sangat kecil. Belakangan, sesudah dewasa, barulah
ia tahu apa yg sudah terjadi.
In Lie Hong menengok dan mengawasi Biat Coat dengan sorot mata menanya. "Soe.. thay..."
katanya dengan suara tak lampias. "Dia kata.... Kie Kouw Nii..."
Paras muka si nenek merah padam. "Benar," katanya. "Perlu apa murid yang tidak mengenal
malu itu dibiarkan hidup lebih lama dalam dunia? Dia dan Yo Siauw saling mencintai. Dia
lebih suka berkhianat dari pada menurut perintah guru. In Liok Hiap, guna menolong
mukamu, aku tak tega untuk membuka rahasia itu. Hm! Tak guna kau memikiri perempuan
yg mukanya begitu tebal!"
Paras muka Lie Heng pucat bagaikan kertas. "Tidak! Aku tak percaya!" teriaknya.
"Tanyakan anak itu, siapa namanya," kata Biat Coat.
Dengan air mata berlinang, Lie Heng menatap wajah si nona.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 811
"Aku bernama Yo Poet Hwie," kata nona itu "Ibu pernah mengatakan, bahwa ia tidak merasa
mneyesal akan terjadinya kejadian itu!"
Mendadak In Liok Hiap mengeluarkan teriakan menyayat hati. Ia melemparkan pedangnya
ditanah, menekap mukanya dengan kedua tangan dan lari turun gunung bagaikan terbang.
"Liok tee! Liok tee!" memanggil Song Wan Kiauw dan Jie Lian Dioe.
Lie Heng lari terus. Tiba2 ia terguling, bangun, lari lagi dan dalam sekejap tak kelihatan
bayang2nya lagi.
Semua orang menghela napas dan turut merasa duka akan nasib In Liok hiap yang malang itu.
Bahkan seorang pendekar Boe Tong jatuh diwaktu lari merupakan penderitaannya yang maha
hebat.
Sementara itu, Son gWan Kiauw, Jie Lian Cioe, Thio Siong Kee dan Boh Seng Kok duduk
diseputar Boe Kie dengan masing2 mengeluarkan sebelah tangan yang telapaknya
ditempelkan didada, perut, punggung dan pinggang Boe Kie dan kemudian mengerahkan
Lweekang yg dimasukkan kedalam tubuh pemuda itu untuk mengobati lukanya. Selang
beberapa sat, mereka merasai munculnya tenaga mengisap dalam tubuh Boe Kie yg terus
menerus menyedot Lweekang mereka. Mereka kaget, kalau pengisapan itu tidak berhenti,
dalam waktu sejam dua jam, tenaga dalam mereka bakal disedot habis2an. Namun karena
jiwa Boe Kie masih dalam keadaan bahaya, mati hidupnya belum ketahuan, mereka tentu saja
tidak bisa segera menarik pulang bantuan itu.
Bagaimana baiknya>
Selagi keempat partai itu bersangsi tiba2 Boe Kie membuka matanya dan mengeluarkan
seruan perlahan. "Ah!" Dilain saat Song Wan Kiauw merasai masuknya semacam hawa
hangat dari telapak tangan mereka. Pemuda itu ternyata sudah menggerahkan Kioe yang Sin
kang dan mengirim tenaga dalamnya kepada keempat paman itu.
"Tak boleh! Kau harus istirahat," kata Song Wan Kiauw. Dengan serentak mereka menarik
tangan mereka dan berbangkit. Hampir berbareng mereka merasai mengalirnya hawa hangat
yg sangat nyaman disekujur badan mereka. Boe Kie bukan saja sudah memulangkan tenaga
bantuan, tapi sudah membalas budi dengan menghadiahkan Kiauw yang Cie Khie kepada
paman2nya itu. Song Wan Kiauw berempat saling mengawasi dengan rasa kagum. Bahwa
keponakan itu yang sudah terluka sedemikian berat masih mempunya Lweekang yang begitu
kuat, sungguh2 diluar dugaan.
Meskipun Boe Kie masih menderita luka diluar yang sangat hebat, kesehatan didalam badan
sudah pulih kembali dan hawa sudah bisa mengalir dengan leluasa. Perlahan lahan ia bangun
seraya berkata, "Song Toapeh, Jie Jiepeh, Thio Siepeh, Boh Cit siok, tit jie memohon maaf
untuk segala kekurang ajarannya. Apakah Thay soe hoe berada dalam keadaan sehat?"
"Soe hoe baik2 saja," jawab Wan Kiauw. "Boe Kie... kau.. kau sudah besar!..." Perkataan
terputus putus karena terharu, ia ingin bicara banyak tapi mulutnya terkancing.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 812
Dilain pihak sesudah mengetahui bahwa pemuda yang sudah menolong jiwanya adalah
cucunya sendiri Peh Bie Enghong In thiau Ceng girang bukan masih belum bisa berbangkit, ia
tertawa terbahak bahak.
Biat Coat Soethay mengawasi itu semua dengan paras muka menyeramkan. Tiba2 ia
mengibaskan tangannya dan lalu bertindak untuk turun gunung, yg diikuti oleh murid2nya.
Sambil menundukkan kepala, Cioe Cie Jiak turut berjalan, tapi baru bertindak beberapa
langkah ia tak tahan untuk menengok kearah Boe Kie. Pemuda itupun sedang mengawasinya
sehingga kedua pasang mata lantas saja kebentrok.
Pada muka si nona yang pucat lantas saja timbul sinar dadu. Sinar matanya adalah sedemikan
rupa, sehingga ia seperti juga mau minta maaf atas perbuatannya dan mengharap supaya Boe
Kie menjaga diri baik2. Pemuda itu rupanya tahu akan perasaan si nona. Sambil tersenyum, ia
manggut2kan kepalanya. Perasaan Cie Jiak lantas saja berubah terang. Ia balas tersenyum dan
lalu meyusul rombongannya dengan tindakan lebar.
Itu semua tak terlepas dari mata Song Ceng Soe. Untuk beberapa detik mata pemuda itu
mengeluarkan sinar kebencian.
Sesudah Boe Tong pay tahu siapa adanya Boe Kie dan sesudah Go Bie Pay berlalu, usaha
ena, partai untuk membasmi Beng Kauw gagal seanteronya. Orang2 Khong tong dan Koen
Loen lantas saja berpamitan. Ho Tay Ciong mendekati dan berkata, "Saudara kecil aku
memberi selamat bahwa hari ini kau bertemu dengan keluarga sendiri..." Tanpa menunggu
sampai orang tua itu habis bicara. Boe Kie segara mengeluarkan dua butir Yowan dari
sakunya. Yowan itu hanya obat biasa untuk menolak racun. Sambil mengangsurkan kepada
Ho Thay Ciong. Pemuda itu berkata. "Cianpwee berdua masing2 boleh menelan sebutir.
Sesudah makan obat ini, racun Kim cam Kauw tak akan punah."
Ho Thay Ciong mengawasi kedua yowan itu dengan perasaan sangsi.
"Boanpwee pasti tak berdusta" kata pula Boe Kie.
Mendengar perkataan itu ia tak berani membuka mulut lagi. "Andaikata dia memberi obat
palsu dihadapan keempat pendekar Boe tong aku tentu tak bisa menggunakan kekerasan,"
pikirnya : "Apalagi orang2 Siauw Lim beridir di pihak bangsat kecil itu. Sudahlah! Terserah
kepada nasih," memikir begitu seraya tertawa getir, ia berkata. "Terima kasih." Sesudah
menelan yowan itu bersama Pay Siok Ham ia segera memerintah murid2nya merawat jenazah
partai Koen Loen dan kemudian sesudah berpamitan mereka turun gunung.
"Boe Kie," kata Jie Lian Cioe, "karena kau terluka berat sebaiknya kau berdiam saja disini
untuk sementara waktu, guna berobat. Kami tak bisa menemani kau. Kami hanya mengharap
supaya sesudah sembuh kau suda tangan ke Boe tong San, agar Soe Hoe turut merasa girang."
Dengan mata mengembang air, pemuda itu manggutkan kepalanya.
Keempat pemuda itu ingin sekali mengajukan banyak pertanyaan, tapi melihat kelemahan
keponakannya, mereka berani bicara banyak2.
Sekonyong2 diantara barisan Siauw Lim terdengar teriakan seorang, "Kemana perginya
jenazah Goan tin soeheng?"
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 813
"Mengapa hilang ?" menyambung yg lain.
Boh Seng Kok heran dan segera mendekati tujuh delapan pendeta Siauw Lim yang sedang
merawati jenazah anggota2 partainya. Benar sajat tidak melihat jenazah Goan tin.
"Lekas pulangkan jenazah Goan tin soeheng!" teriak Goan im sambil menuding orang2 Beng
Kauw.
Cioe Thian tertawa terbahak2. "Benar2 kau sudah gila!" katanya. "Perlu apa kami mencuri
mayat pendeta."
Orang2 Siauw Lim tidka rewel lagi. Jawabnya itu ada benarnya jg. Mereka menduga mungkin
sekali waktu mengumpulkan jenazah orang2 Hwa san pay atau Kong tong pay sudah
mengambil jenazah Goan tin.
Tak lama kemudian, dengan beruntun barisan Siauw Lim dan Boe Tong turun gunung.
Boe Kie menyoja dan membungkuk untuk memberi selamat jalan kepada para pamannya.
"Anakku Boe Kie," kata Song Wan Siauw.
"Hari ini namamu tersohor di kolong langit dan Beng Kauw menanggung budimu yang sangat
berat. Kuharap supaya kau bisa menuntun mereka ke jalan yang lurus."
"anak pasti akan memperhatikan pesan Tao Soe pek," jawabnya.
"Dalam segala hal kau harus berhati2, kau harus menjaga jangan sampai diperdayai oelh
manusia2 rendah," kata Thio siong Kee.
Boe Kie mengangguk. Baik pihak paman, maupun pihak keponakan, sama2 merasa beat
untuk berpisahan.
Sesudah keenam partai pergi semuanya, Yo Siauw dan In Thian Ceng saling mengawasi.
Tiab2 mereka berteriak dengan berbareng, "Para anggauta Beng Kauw dan Peh Bie Kauw!
Berlutut untuk menghaturkan terima kasih kepada Thio Tay hia!" Dilain saat semua orang
sudah mendekam diatas bumi.
Boe Kie bingung tak kepalang apa pula diantara mereka terdapat kakek dan pamannya
sendiri. Di luar dugaan, karena berlutut luka di dadanya terbukan lagi dan darah kembali
mengucur dan ia lantas saja roboh pingsan.
Siauw Ciauw tersipu sipu memapahnya. Dua orang tauw bak (pemimpin regu) segera
mengambil tandu dan merebahkan tuan penolong itu didalamnya
Alis Yo Siauw berkerut, "Lekas antar Thio Tay Hiap kekamarnya," katanya. "Selama
beberapa hari ia tidak boleh diganggu oleh siapapun jua."
Kedua tauw bak itu mengiakan sambil membungkuk dan lalu membusung Boe Kie kekamar
Kong Beng Soe cia dengan diikuti oleh Siauw Ciauw. Waktu ia lewat didepan Poet Hwie,
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 814
nona Yo berkata dengan suara dingin: "Siauw Ciauw! Kau sungguh pandai bersandiwara.
Aku memang sudah menaksir, bahwa kau main gila. Aku hanya tidak menduga, bahwa
dibelakang penyamaran memedhi perempuan bersembunyi seorang nona yang cantik manis."
Siauw Ciauw tidak menjawab. Ia berjalan terus sambil menundukkan kepala dan menyeret
rantai.
Selama beberapa hari orang2 Beng Kauw yg tidak terluka sangat repot. Mereka harus
mengubur yang mati dan mengobati yang luka. Sekarang mereka insyap, bahwa adegan yang
berupa cakar2an didalam kalangan sendiri akhirnya membawa bencana besar. Ditambah
dengan kekuatiran akan keselamatan Boe Kie, maka diantara mereka tak ada yang menyentuh
nyentuh lagi soal permusuhan lama.
Dengan memiliki Kioe yang sin kang dan juga sebab tusukan pedang yang tidak melanggar
bagian berbahaya, kesembuhan Boe Kie terjadi dengan cepat sekali. Dalam tujuh delapan
hari, lukanya sudah mulai rapat.
In Thian Ceng, Yo Siauw, Wie It Siauw, Swe Poet Tek dan yang lain2 masih rebah diranjang.
Tapi setiap hari, dengan menggunakan tandu mereka menengok tuan penolong itu. Melihat
kesehatan Boe Kie pulih dengan cepat, mereka semua girang sekali.
Pada hari kedelapan, malam. Boe Kie sudah bisa duduk. Malam itu Yo Siauw dan Wie It
Siauw datang dikamarnya.
"Sesudah kena It im cie bagaimana keadaan Jie Wie selama beberapa hari ini?" tanya Boe
Kie.
Serangan2 dingin kian hari kian meningkat, akan tetapi, sebab kuatir pemuda itu jengkel,
mereka serentak menjawab, "Banyak mendingan."
Tapi Boe Kie tak mudah dilagui. Melihat mukanya yang bersinar hitam dan suara yang tak
bertenaga, ia tahu keadaan yg sebenarnya.
"Tenaga dalamku sudah pulih enam-tujuh bagian dan kini aku telah bisa membantu jie wie,"
katanya.
"Tidak! Tak boleh!" kata Yo Siauw tergesa2. "Perlu apa Thio tayhiap begitu kesusu? Sesudah
sembuh seluruhnya, masih banyak waktu untuk menolong kami."
"Memang juga tidak perlu terburu2," menyambung Wie It Siauw sambil tertawa.
"Sekarang atau nanti tak banyak bedanya. Yang paling penting ialah Thio tayhiap harus
menjaga diri sendiri."
"Gie hoe (ayah angkatku) adalah pantaran jie wie dan tingkatan jie wie lebih tinggi dari pada
aku," kata Boe Kie. "Maka itu kumohon jie wie jangan mengugnakan panggilan tayhiap lagi
karena aku tak bisa menerimany." (Tayhiap pendekar besar)
Yo Siauw bersenyum. "Dikemudian hari kami semua akan menjadi orang sebawahanmy,"
katanya. "Dihadapanmu kami takkan berani turun bersama sama."
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 815
Boe Kie terkejut. "Yo Peh peh, apa katamu!" ia menegas.
"Thio tayhiap" kata Wie It Siauw, "Kedudukan Kauw coe dari Beng Kauw tak bisa diduduki
oleh lain orang drpd kau sendiri!"
Dengan kaget pemuda itu menggoyang goyangkan kedua tangannya. "Tidak! Tidak! Biar
bagaimanapun jua tit jie takkan berani menerima," katanya. (Tit jie keponakan)
Saat itu, mendadak saja, dari sebelah kejauhan terdengar teriakan nyaring. Itulah tanda bahaya
di kaki Kong Beng Teng!
Yo Siauw dan Wie It Siauw agak terkejut. Apa keenam partai masih merasa penasaran dan
datang menyerang lagi? Tapi sebagai jago kelas utama, paras muka mereka sedikitpun tidak
berubah.
"Apakah jin somg yang kemarin sudah dimakan?" tanya Yo Siauw. "Ciauw, pergi kau ambil
lagi dari kamar obat dan tolong godok supaya bisa lantas bisa dimakan oleh Thio tayhiap."
Baru saja ia berkata begitu, disebelah barat dan selatan kembali terdengar teriakan nyaring.
"Apa kita diserang musuh?" tanya Boe Kie.
"Beng Kauw dan Peh bie Kauw tidak kekurang orang pandai," kata Wie It Siauw. "Thio
tayhiap, kau tak usah kuatir. Beberapa bangsat kecil tak cukup untuk dibuat pikiran."
Beberapa saat kemudai teriakan2 sudah terdengar dipinggir gunung! Cepat sungguh
bergeraknya musuh. Mereka ternyata bukan bangsat kecil.
"Coba kukeluar untuk membereskan mereka," kata Yo Siauw. "Wie Heng, kau berdia saja
disini untuk menemai Thio tayhiap. Huh, huh! Apakah orang kira Beng Kauw boleh di hina
terus, menerus oleh segala manusia?" Biarpun badannya belum bisa bergerak, suaranya
lantang dan gagah.
Diam2 Boe Kie merasa bingung. "Siauw Lim, Boe tong danyang lain2 adalah partai2 lurus
bersih dan tak mungkin mereka datang lagi untuk menyerang," pikirnya. "Yang datang
mungkin sekali manusia2 jahat. Semua orang pandai di Kong Beng Leng terluka berat.
Selama tujuh delapan hari mereka belum mendapat pengobatan yang tepat. Kita tak akan bisa
melawan musuh. Kalau bertempur, kita semua akan mengantarkan jiwa."
Sekonyong2 dari luar menerobos masuk sesorang yang mukanya berlepotan darah da dadanya
tertancap pisau.
Begitu masuk ia berteriak dengan suara terputus putus. "Musuh.... Meyerang dari tiga
jurusan... saudara2 kita.... Tak tahan..."
"Musuh dari mana?" menegas Wie It Siauw.
Orang itu menuding keluar, tapi sebelum ia bisa menjawab, ia roboh dan melepaskan
napasnya yang penghabisan.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 816
Suasana teriakan jadi makin ramai.
Sekonyong2 ua orang lain masuk ke kamar. Yo Siauw mengenali, bahwa yg diselah depan
adalah Cian Kie Hoe Soe (wakil pemimpin) dari Ang Soei Kie. Ia terluka berat, lengannya
putus sebatas bahu dan mukanya pucat pasi. Orang yg mengikuti dibelakangnya juga
berlumuran darah.
Meskipun berada dalam keadaan setengah mati, wakil pemimpin itu bersikap tenang dan
sambil membungkuk, ia berkata, "Thio tayhiap, Yo Co soe, Wie Hiat ong, musuh yang
menyerang kita terdiri dari Kie Keng pang, Hay see pay, Sin koen boen dan lain2."
Alis Yo Siauw berkerut dan ia mengeluarkan suara di hidung, "Hm... kawanan setan kecil itu
jg berani menghina kita?" katanya.
"Yang menjaid kepala adalah seorang Hoan ceng dari See Hek," menerangkan Ciang Kie Hoe
Soe. "Dia berkepandaian sangat tinggi dan menggunakan Ie thian kiam...." (Hoan ceng dari
Seee hek - Pedeta asing dari daerah barat).
Mendengar "Ie thian kiam", hampir berbarengan Boe Kie, Yo Siauw dan Wie It Siauw
mengeluarkan seruan tertahan.
"Apa benar Ie thian kiam?" tanya Yo Siauw, "Apa kau tak salah lihat?"
"Selagi aku bertempur, saudara Ong ini berada disampingku, memegang obor," jawabnya.
"Aku pasti tidak salah lihat. Dengan sekali, pendeta itu memutuskan golok dari lenganku. Aku
dapat membaca huruf "Ie thian" pada pedang itu. Tak bisa salah lagi."
Waktu bicara sampai disitu, kelima Ngo Sian Jie Leng Kiam, Tiat Koen Tan Jin Thio Tiong,
Pheng Eng Giok, Swee Poet Tek dan Cioe Tian masuk dengan digotong oleh beberapa orang.
"Kurang ajar! Betul2 kurang ajar!" teriak Cioe Tian. "Kay pang bersama Sam boen pang dan
Boe San pang jg turut menyerang. Sebegitu lama masih bernyawa aku tak akan menyudahi
sakit hati ini..." belum habis ia bicara, dengan bertongkat In Thian Ceng dan In Ya Ong turut
masuk kedalam kamar.
"Boe Kie, kau tidur saja disini," kata sang kakek. "Bangsat! Segala partai cilik seperti Ngo
Beng to dan Toan Hoen chio jg berani datang kemari. Aku mau lihat apa yang bisa diperbuat
mereka."
"Dilihat begini musuh yang menyerang bukan kecil jumlahnya," kata Yo Siauw, "Sayang,
sungguh sayang kita masih belum bisa bergerak."
Diantara tokoh2 itu, dalam kalungan Beng Kauw. Yo Siauw berkedudukan paling tinggi
dalam Peh Bie Kauw, In Thian Ceng menjadi Kauw Coe sedang Pheng Bug Giok dikenal
sebagai jago yang terkenal budi. Selama hidup mereka sudah kenyang mengalami gelombang
hebat. Dengan kepandaian dan kebijaksanaan mereka selalu bisa lulus dari ujian dengan
selamat. Tapi sekarang mereka menghadapi jalanan buntu. Sedang semua jago terluka hebat,
musuh yang berjumlah besar datang menyerang. Apa yang harus diperbuat mereka?
Kemungkinan satu satunya adalah dibasmi musuh.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 817
Waktu itu didalam hati, semua orang sudah menganggap Boe Kie sebagai Kauw Coe
sehingga tanpa merasa mereka semua mengawasi pemuda itu.
Tentu saja Boe Kie turut mengasah otak. Dalam beberapa detik, macam2 ingatan berkelebat2
dalam otaknya. Dalam ilmu silat, ini memang lebih unggul daripada To Siauw dan yang lain2.
Tapi dalam menarik daya upaya ia masih kalah dari jago2 yg sudah berpengalaman itu. Kalau
mereka sudah putus asa, apakah yang bisa diperbuat olehnya sendiri.
Untuk beberapa saat kamar itu sunyi senyap.
Sekonyong2 Boe Kie ingat sesuatu. "Ah!" teriaknya. "Jalan satu2nya menyembunyikan diri
dalam jalanan rahasia. Musuh mungkin tak akan tahu. Tapi seandainya mereka tahu tak
gampang2 mereka menerjang masuk." Di dalam hati ia merasa, bahwa daya itu paling
sempurna sehingga suaranya penuh kegirangan. Tapi diluar dugaannya, kelihatannya tidak
mendapat jawaban. Semua saling mengawasi tanpa mengeluarkan sepatah kata. Mereka
kelihatannya tidak menyetujui usul itu.
"Seorang laki2 harus bisa mundur dan bisa maju," kata Boe Kie. "Kau sekarang mundur untuk
sementara waktu. Begitu lekas kita sudah sembuh, kita boleh keluar untuk bertarung. Menurut
pendapatku, tindakan ini sama sekali tidak menurunkan derajat atau keangkeran kita."
"Daya upaya Thio tayhiap memang sangat baik," kata Yo Siauw. Ia menengok kepada Siauw
Ciauw dan berkata pula, "Siauw Ciauw, tolong antar Thio tayhiap kejalanan rahasia." "Kalau
aku pergi, kita semua pergi bersama sama," kata Boe Kie.
"Thio tayhiap jalan duluan, kita akan mengikuti dibelakang," kata Yo Siauw.
Didengar dari nada suaranya, pemuda itu tahu, bahwa Yo Siauw dan yang lain2 takkan
mengikuti. Maka itu, ia lantas saja berkata dengan suara nyaring. "Para cianpwee! Walaupun
Thio Boe Kie bukan anggauta Beng Kauw, tapi sesudah kita bersama sama melewati bahaya
besar, perhubungan antara kita adalah perhubungan mati hidup bersama sama. Apakah para
cianpwee kira kau seorang manusia yg takut mati? Apakah para cianpwee duga, Thio tayhiap,
ada sesuatu yg diketahui olehmu," jawabnya dengan suara terharu. "Menurut peraturan Beng
Kauw yg sudah berturun turun, jalanan rahasia di Kong beng teng dianggap sebagai tempat
suci. Kecuali Kauw coe, anggota yang manapun jua tak boleh masuk kesitu. Siapa yang
melanggar peraturan, dia akan kena hukuman mati. Karena Thio tayhiap dan Siauw ciauw
bukan anggotra partai, maka kalian berdua tak usah menaati peraturan tersebut."
Sementara itu teriakan2 makin santer dan makin dekat kedengarannya.
Jalanan keatas Kong keng teng penuh dengan bahaya, tak mudah dipanjat dan disana sini
terdapat tebing2 yg curam. Dibanyak tempat dipasang pintu2 besi atau batu raksasa. Maka itu
biarpun Beng Kauw tak bisa memberi perlawanan hebat tapi musuh tidak gampang2 bisa
mencapai puncak Kong Beng teng. Disamping itu, karena merasa jeri akan nama Beng Kauw
yang besar, musuh tidak berani menerjang secara sembrono. Tapi didengar dari teriakan2 itu,
mereka dapat merasak maju dengan perlahan.
Makin lama Boe Kie jadi makin bingung. "Dalam waktu satu jam lagi, semua orang bakal
binasa," katanya didlm hati. Dalam bingungnya, ia segera bertanya, "Para Cianpwee! Apakah
peraturan itu tidak dapat diubah?"
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 818
Dalam paras duka Yo Siauw meng geleng2kan kepalanya.
"Bisa!" kata Pheng Eng Giok sekonyong2. "Thio Tayhiap memiliki ilmu silat yg sangat tinggi
dan rasa perikemanusiaan yg sangat luhur. Disamping itu, Thio tayhiap telah membuang budi
yang besar luar biasa kepada kita. Sampai mati, kita semua tak akan bisa membalas budi itu.
Kalau sekarang kita ramai2 mengangkat kau sebagai Kauw Coe turunan ketiga puluh empat,
maka sebagai Kauw Coe kau bisa memerintah kita semua untuk masuk ke jalan2 rahasia itu.
Kalau di perintah oleh Kauw Coe sendiri kita tidak melanggar peraturan yang sudah
ditetapkan."
Mendengar usul Pheng Eng Giok, semua orang yg sudah mempunyai niatan untuk
mengangkat Boe Kie sebagai Kauw Coe, dengan serentak menyatakan setuju.
Tapi Boe Kie menggoyang2kan tanganya. "Tak bisa, ini tak bisa!" katanya. "Boanpwee masih
terlalu muda dan berpengetahuan terlampau cetek. Boanpwee tidak mempunyai kemuliaan
apapun jua. Bagaimana boanpwee bisa menerima tanggung jawab yang sedemikian berat?
Disamping itu, Thay soehoe jg pernah memesan, bahwa boanpwee skali kai tidak boleh
masuk kedalam kalangan Beng Kauw. Dengan merasa sangat menyesal, boanpwee tidak bisa
menerima usul Pheng Tay soe."
"Boe Kie aku adalah kakekmu dan sebagai kakek, aku sekarang memerintahkan supaya kau
masuk kedalam Beng Kauw," kata In Thia Ceng. "Andai kata dalam ikatan denga kau
kedudukan sebagai kakek tidak lebih tinggi dari Thay soehoemu, tapi sedikitnya sebagai
kakek aku tidak jauh lebih rendah dari guru besar itu. Sekarang, dengan menggunakan
Kekuasaan sebagai kakek, aku memudahkan perintah Thay soehoemu. Kalau kau menerima,
orang luar pasti tak akan bisa menyalahkan kau. Tapi biar bagaimanapun jua, aku
menyerahkan segala keputusan kepada pertimbanganmu sendiri.
Dengan ditambah seorang paman, kita jadi terlebih kuat, menyamnung In Ya Ong. Kata
orang, bertemu dengan paman seperti bertemu dengan orangtua sendiri. Orang tuamu sudah
meninggal dunia dan aku sebagai pamanmu, bisa menggantikan kedudukan orangtua mu.
Mendengar perkataan kakek dan pamannya, Boe Kie berduka dan serba salah. Sambil
menghela napas, ia berkata, Waktu berada dalam jalan rahasi, aku telah mendapatkan surat
wasiat mendiang Yo Kauw Coe. Aku mengambil surat itu unutk diperingatkan kepada kalian.
Dan surat tersebut, mendiang Yo Kauw Coe memesan supaya ayah angkatku, Kamo mo Say
Ong, diangkat menjadi Kauw Coe untuk sementara waktu.
Thio tay hiap, kata Pheng Eng Giok, Seorang laki2 tidak boleh terlaku berkukuh dalam hal2
kecil. Seorang laki2 haris bisa menyesuaikan dii dengan perubahan2 bersar dalam dunia.
Sekarang Cia Soen tidak berada disini. Maka itu, aku sekarang mengusulkan, supaya sesuai
dengan keinginan mendiang Yo Kauw Coe, Thio tayhiap menduduki kursi Kauw Coe, untuk
sementara waktu.
Benar! Benar! menyambut semua orang.
Dalam menghadapi bencana Boe Kie akhirnya mengambil keputusan cepat. Yang paling
penting menolong jiwa yang lain boleh didamaikan belakangan, pikirnya. Sesudah para
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 819
Cianpwee mengunjuk kecintaan yg sedemikian besar, jika aku tetap menolak, maka aku akan
menjadi manusia yg berdosa. Sekarang untuk sementara waktu Boe Kie menerima kedudukan
Kauw Coe. Nanti, sesudah kita melewati bahaya dengan selamatan kuharap kalian suka
mengangkat seorang lain yg lebih cakap.
Pertanyaan itu disambut dengan sorak sorai. Biarpun sedang menghadapi bencana mereka
sangat girang dan paras muka semua orang berseri seri.
Bagaimana mereka tak girang? Semenjak meninggalnya Yo Po Thian, Beng Kauw tidak
mempunyai pemimpin, sehingga belakangan, agama itu menjadi berantakan dan jago2nya
saling bermusuhan. Sebagian memisahkan diri, sebagian mendirikan lain agama atau partai,
sebagian melakukan perbuatan2 ,jahat tanpa tercegah kejadian2 itu bantu meruntuhkan Beng
Kauw. Sekarang sesudah lewat banyak tahun, mereka mendapat seorang Kauw Coe yang
berkepandaian tinggi dan luhur pribadinya, sehingga bila diharapkan bahwa Beng Kauw akan
segera mendapat kembali keangkeran dan kemakmuran yang dahulu. Bagaimana mereka tak
girang?
Dengan serentak orang2 yg masih bisa berlulut lantas saja berlutut dihadapan Kauw coe baru
itu. In Thian Ceng dan In Ya Ong adalah kakek dan paman Boe Kie. Tapi kedua orang tua
itupun turut menekuk lutut.
Dengan bingung ia berteriak, Aduh! Harap kalian jangan begitu! Bangunlah Yo Co Soe, aku
minta kau segera menyampaikan perintah kepada semua orang, supaya seluruh anggota
agama kita, dari yg tinggi sampai yang rendah, semua masuk ke jalanan rahasia. Perintahkan
Ang So Kie dan Liat Hwee Kie melepas api dan menahan musuh. Semua bangunan yang
berdiri diatas Kong Beng Teng harus dibakar habis.
Baiklah, jawab Yo Siauw. Perintah Kauw Coe akan segera dilaksanakan, ia lantas saja di
gotong keluar dari kamar itu untuk memerintahkan Ang Soei dna Liat Hwee melindungi dari
belakang dan semua orang mundur ke jalanan rahasia.
Waktu masuk ke jalanan rahasia mereka membawa ransum dan air secukupnya, sehingga
biarpun harus bersembunyi satu dua bulan, mereka takkan mati kelaparan.
Para anggauta Beng Kauw dan Peh Bie Kauw berjalan tanpa mengeluarkan sepatah kata.
Jalanan rahasia itu dianggap sebagai tempat suci oleh orang lain kecuali Kauw Coe. Hanyalah
atas kurnia Kauw Coe, mereka sekarang bisa masuk kesitu.
Dengan berdiri disekitar kerangka Yo Po Thian, Yo Siauw dan lain2 pemimpin mendengari
penuturan Boe Kie tentang cara bagaimana ia mendapat surat wasiat mendiang Yo Kauw Coe
dan cara bagaimana ia melatih diri dalam ilmu Kien Koen Tay Lo Ie Sin Kang.
Sesudah selesai penuturannya, Boe Kie segera mengangsurkan kulit kambing yang berisi
pelajaran Kian Koen Tay Lo Ie Sin Kang kepada Yo Siauw. Tapi Yo Siauw tidak berani
menerima. Seraya membungkuk ia berkata, Dalam surat wasiat mendiang Yo Kauw Coe telah
menetapkan, bahwa untuk sementara waktu Kian Koen Tay Lo Ie Sim hoat dipegang oleh Cia
Soen dan kemudian diserahkan kepada Kauw Coe baru. Menurut pantas Sim hoat ini skrg hrs
disimpan Kauw Coe Sendiri.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 820
Dengan bergilir semua orang membaca surat wasiat Yo Po Thian. Banyak diantaranya
menghela napas dan menggeleng gelengkan kepala. Mereka tak pernah menyangka bahwa Yo
Po Thian sedemikian gagahnya akhirnya binasa karena gara2 cinta. Kalau siang2 mereka tahu
ada surat wasiat itu, Beng Kauw tantu takkan terpecah belah berantakan. Mengingat saudara2
yang sudah mengorbankan jiwa dan segala hinaan yang dideritanya merasa menyesal dan lalu
mencaci Seng Koen.
Biarpun Seng Koen adik seperguruan mendiang Yo Kauw Coe dan guru dari Kim mo Say
ong, kita tak pernah bertemu muka dengannya, kata Yo Siauw. Siapapun takkan menduga,
bahwa selama beberapa puluh tahun ia mengatur dan menjalankan siasat untuk merobohkan
Beng Kauw.
Cioe Tian mengeluarkan suara dihidung.
Yo Coe Soe, Wie Hong Ong, sesudah masuk dalam perangkap, kalian masih juga
belummendusin dan dilihat begini, kalian seperti juga manusia2 tolol, kata Cioe Tian. Ia
sebenarnya mau menyebutkan juga nama si tua bangka Peh Bie, tapi perkataan itu ditelan lagi
kedalam perutnya, sebab ia merasa malu hati kepada Kauw Coe.
Disentil begitu, paras muka Yo Siauw lantas saja berubah menjadi merah. Tapi manusia
takkan bisa terlolos dari jaring Langit, katanya. Pada akhirnya, bangsat Seng Koen mampus jg
dalam tangan saudara Ya Ong.
Mengingat kejahatan nya, dia sebenarnya mati terlalu enak, kata pemimpin Liat hwee kie
dengan suara mendongkol.
Setelah beromong2 lagi beberapa lama, mereka baru bersila dan menjalankan pernapasan
untuk mengobati luka.
Berselang tujuh delapan hari Boe Kie sudah hampir sembuh dan yang masih ketinggalan
hanya luka yg dalamnya kira2 sedim. Ia segera mengobati anggota2 Beng Kauw dan Peh Bie
Kauw yang mendapat luka diluar. Meskipun kekurangan obat, dengan pembantuan
penjaruman, pempakaran dan ilmu mengurut ia berhasil menolong semua orang.
Semua orang2 itu hanyal mengenal Kauw Coe mereka sebagai pemuda yg ilmu silatnya tinggi
luar biasa. Mereka tak pernah menyangka, bahwa Boe Kie pun memiliki ilmu ketabiban yg
dapat direndengkan Tiap kok ie sian Ouw Ceng Goe.
Lewat beberapa hari lagi, Boe Kie sudah sembuh seanteronya. Dengan menggunakan Kioe
yang Sin Kang, ia segera menolong Yo Siauw, Wie It Siauw, Yo Poet Long Hwie dna Ngo
Sin Jiu untuk mengusir racun dingin It Um Cie yang mengeram dalam tubuhnya. Dalam
tempo tga hari saja, racun telah dapat dikeluarkan.
Begitu sembuh, dengan semangat bergelora mereka terus mau keluar untuk menghajar musuh.
Tunggu dulu, kata Boe Kie. Kalian baru saja sembuh dan tenaga dalam belum pulih
semuanya. Bersabarlah beberapa hari lagi.
Selama beberapa hari itu, semua orang2 bersiap sedia. Yang ilmu silatnya agak rendah
menggosok golok, menggosok pedang. Yang ilmu silatnya tinggi, melatih Lweekang.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 821
Sedari di keroyok oleh enam partai besar, mereka telah menerima banyak hinaan dan
kedongkolan sudah bersusun tindih.
Malam itu Yo Siauw mengawasi Boe Kie dan menceritakan segala sesuatu mengenai agama
mereka, seperti sejarah, peraturan2, pengaruh dan kekuatan diberbagai tempat, kepandaian
dan watanya tokoh2 yg terkemuka.
Selagi beromong2 tiba2 terdengar suara rantai dan Siauw Ciauw masuk dengan membawa
nampan teh. Setelah menaruh kedua cangkir dihadapan pemimpin itu, ia segera keluar lagi.
Sekonyong2 Boe Kie teringat sesuatu dan ia segera berkata, Yo Co soe, selama beberapa hari
ini nona kecil itu tidak pernah melakukan pelanggaran apa2. Kuharap kau suka membuka
rantainya.
Baiklah, kata Yo Siauw yang lantas saja memanggil putrinya. Poet Hwie, Kauw Coe ingin
supaya Siauw Ciauw dilepaskan, katanya. Kau bukalah kuncinya.
Anak kunci berada dalam lemari, dalam kamarku, jawabnya. Aku tidak membawanya kemari.
Tak apa, nanti saja, kata Boe Kie.
Kurasa anak kunci itu takkan terbakar lumer.
Sesudah puterinya keluar, Yo Siauw berkata, Kauw Coe, biarpun Siauw Ciauw masih berusia
muda, tindakan2nya sangat aneh. Kita harus berhati2.
Siapa nona itu? Bagaimana asal usulnya? tanya Boe Kie.
Pada waktu kira2 setengah tahun yg lalu, waktu aku bersama Poet Hwie jalan2 dibawah
gunung, tiba2 kulihat dia sedang menangis di gurun pasir sambil memeluk dua mayat, kata
Yo Siauw. Aku menghampiri dan menanya. Ia mengatakan, bahwa kedua mayat itu adalah
jenazah ayah ibunya. Menurut penuturannya, sebab sang ayah membuat suatu pelanggaran di
Tiong Goan, maka mereka ayah, ibu dan anak tiga orang dihukum untuk bekerja dalam
tentara See Hek. Beberapa hari yg lalu, mereka melarikan diri karena tak tahan di hina dan di
persakiti perwira Mongol. Tapi akhirnya, sebab sudah terluka dan habis tenaga, kedua orang
tua itu meninggal dunia. Biarpun romannya jelek, aku merasa kasihan. Sesudah mengubur
kedua jenazah itu, dan mengajaknya pulang dan menyuruh menemani Peot Hwie.
Boe Kie manggut2kan kepalanya.
Kalau begitu Siauw Ciauw yatim piatu, sama seperti aku, katanya didalam hati.
Sesudah berdiam sejenak, Yo Siauw berkata pula, Sesudah Siauw Ciauw berdiam di Kong
beng teng, pada suatu hari, ketika aku mengajar ilmu silat kepada Poet Hwie, itu terjadi
sesuatu yg luar biasa. Aku mencoba memberi penjelasan tentang kedudukan keenam puluh
empat dari Pat Kwa. Anehnya Poet Hwie masih belum mengerti, mata Siauw Ciauw sudah
mengawasi kedudukan yg benar.
Mungkin sekali sebab dia berotak sangat cerdas, kata Boe Kie.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 822
Semula akupun menganggap begitu dan bahkan aku mersa girang, kata Yo Siauw. Tapi
belakangan aku bercuriga dan dengan sengaja menyebutkan satu kauw koat (teori ilmu silat)
yang sangat sulit. Kauw koat itu belum pernah diturunkan kepada Poet Hwie. Untuk
menjajalnya, aku sengaja menyebutkan kedudukan2 Pat kwa yg kalah. Benar saja, kulihat
alisnya berkerut, sehingga aku menarik kesimpulan, bahwa ia tahu akan kesalahanku itu.
Mulai waktu itu aku berhati2. Aku tahu, bahwa nona cilik ini memiliki kepandaian tinggi dan
kedatangannya ke Kong Beng Teng mengandung maksud tertentu.
Apakah tidak bisa jadi kedua orang tuanya paham kitab Ya Keng dan ia mendapat pelajarang
turunan? tanya Boe Kie.
Aku rasa tidak begitu, bantah Yo Siauw. Sebagiamana Kauw Coe tahu. Ya Keng yang
dipelajari oleh seorang ses rawan berdau dengan Ya Keng yang dipelajari untuk ilmu silat.
Kalau benar Siauw Ciauw mendapat pelajaran itu dari kedua orang tuanya, maka kedua orang
itu adalah ahli2 silat kelas utamg. Supaya dia tidak bercuriga, sikapku sama sekali tidak
berubah. Beberapa hari kemudian dengna menggunakan satu kesempatan baik, aku
menanyakan nama ayah ibunya dan asal usul mereka. Tapi ia sangat licin dan aku tidak dapat
meraba apapun jua. Akupun tidak marah. Aku hanya memesan supaya Poet Hwie berhati hati.
Satu hari aku berguyon dan Poet Hwie tertawa terbahak2. Siauw Ciauw yang juga berada
disitu tak takut untuk tidak tertawa. Ia berdiri dibelakang aku dan Poet Hwie dan rupanya ia
mangganggap kami berdua tidak akan lihat tertawanya. Diluar dugaannya, ketika itu Poet
Hwie sedang memegang sebatang cit sioe (pisau) yang mengkilap bagaikan kaca dan
bayangan mukanya terlihat nyata kebadan pisau itu. Dengan tertawanya itu, penyamarannya
terlocot. Ia ternyata bukan seorang wanita jelek. Romannya yang jelek bukan sewajarnya, tp
di buat2. Kecantikannya bahkan melebih Poet Hwie.
Boe Kie bersenyum, Membuat muka yang aneh itu terus menerus memang bukan pekerjaan
mudah, katanya.
Tapi kami masih belum membuka topengnya, Yo Siauw melanjutkan penuturan. Malam itu,
sesudah larut malam, diam2 aku pergi ke kamar Poet Hwie untuk mengintip gerak-geriknya.
Sesudah mengintip beberapa lama, dan keluar dari kamar Poet Hwie dan pergi kerentahan
kamar2 disebelah timur. Ia masuk kesetiap kamar dan menyelidiki saban pelosok, entah mau
cari apa. Aku tak tahan lagi. Aku keluar dari tempat sembunyi dan tanya dia lagi cari apa.
Akupun tanya siapa yang menyuruhnya dtg kemari. Tapi ia tenang2 saja. Ia menyangkal
semua tuduhan dan mengatakan, bahwa ia masuk keluar kamar hanya untuk main2 karena tak
bisa pules. Dengan berbagai jalan aku coba membujuknya dan memancingnya supaya aku
mengaku terus terang, tapi semua usahaku sia2 saja. Karena jengkel, aku mengurung dia
didalam kamar dan tidak memberi makan selama 7 hari dan 7 malam, sehingga mati. Tapi ia
tetap menutup mulut. Dengan kewalahan aku lalu merantai kai tangannya dengan rantai hian
tiat supaya kalau dia bergerak rantai itu bersuara. Tindakan ini adalah untuk mencegah dia
mencelakai Poet Hwie dengan membokong.
Kauw Coe, itu merasa pasti, bahwa dia dtg kemari atas suruhan musuh kita. Sebab dia
mengerti kedudukan2 Pat Kwa, maka mungkin sekali dia anggauta Boe tong ataupun Go Bie.
Tapi biar bagaimanapun jua, kita tentu tak usah terlalu berkuatir. Dia hanya seorang gadis
cilik. Dengan mengingat jasanya, bahwa dia sudah merawat Kauw Coe selama beberapa hari.
Kauw Coe sudah menaruh belas kasihan dan mengampuninya. Dia untung besar bertemu
dengan Kauw Coe dan aku pun tidak menentang keputusan Kauw Coe.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 823
Boe Kie tertawa dan lalu berbangkit, Yo Co soe, sudah lama kita terkurung di penjara dan
kurasa sekarang sudah tiba waktunya untuk kita mencari sedikit hiburan, katanya.
Yo Siauw girang sekali. Apa kita sudah boleh keluar? tanyanya.
Yang belum sembuh tidak boleh bergerak, jawabnya. Kedua Ciang Kie Soe dari Ang Soen
dan Kie Bok, tak boleh ikut serta. Yang lain keluar semua.
Perintah itu disambut dengan sorak sorai. Sesudah semua orang bersiap sedia, Boe Kie
mendorong batu raksasa yang menutup pinta jalanan rahasia. Ia keluar lebih dahulu dan
menunggu diluar pintu. Sesudah semua orang keluar, ia menutup lagi pintu itu dengan batu
raksasa tersebut. Dalam kalangan Beng Kauw, orang yang memiliki tenaga paling besar yalah
Gon Hoan Ciang Kie Soe Houw Touw Kie. Ia mengerahkan lweekang dan coba mendorong
batu itu dengan sekuat tenaga. Tapi usahanya itu seperti capung mendorong pilar batu.
Supaya tidak mengagetkan musuh, semuanya berjalan dengan mengindap2 sambil menahan
napas. Boe Kie sendiri menilik gerakan barisan itu dengan berdiri diatas satu batu besar.
Dengan bantuan sinar rembulan, ia lihat pasukan Peh Bie Kauw mengambil kedudukan
disebelah barat. Rombongan2 Lwee Sam Tong dan Gwa ngo tan, yaitu Sin Coa, Ceng Liong,
Peh Houw Hian Boe dan Cioe Ciak tan berbaris rapi dengan masing2 dikepalai oleh
pemimpin mereka.
Disebelah timur berkumpul Ngo Kie dari Beng Kauw, yaitu Swie Kim, Kie Bok, Ang Soet
Liat Hwee dan Houw Touw Kie, yang mengambil kedudukan Ngo Heng dan masing2 di
kepalai oleh pemimpin2nya.
Yang ditengah2 adalah empat pasukan Soe Boen (Empat Pintu) yang berada dibawah
kekuasaan Yo Siauw. Soe Boen berarti pintu Thian (Langit), Tee (Bumi), Hong (angin) dan
Loei (Geledek) yang masing2 dipimpin oleh seorang Boen Coe dan semua anak buahnya
adalah para anggota dari Kong Beng Teng. Thian Coe Boen terdiri dari para anggota pria
daerah Tionggoan. Lee Coe Boen yang dipimpin Yo Poet Hwie terdiri dari hweeshio atau
toojin, sedang Loei Coe Boen terdiri dari orang2 See Hek (Daerah Barat).
Anak buah Lima Bendera dan Empat Pintu itu banyak yang baru saja sembuh dari lukanya,
tapi sekarang mereka berbaris dengan semangat bergelora.
Sebagai rombongan terakhir ialah rombongan Boe Kie sendiri yang dilindungin oleh Ceng ke
Hong Ong, Wie It Siauw dan Ngo Sian Jia.
Dengan hati berdebar2 semua orang menunggu perintah Kauw Coe.
Perlahan lahan Boe Kie berkata, Musuh sudah menyerang sampai disini. Biarpun kita tak
ingin bertempur, kita tak bisa tidak bertempur. Akan tetapi, kalau bukan terlalu terpaksa, kita
tak boleh melukai atau membunuh sesama manusia. Kuharap kalian suka ingat pesan ini.
Saudara2 Peh Bie Kauw, yg di pimpin oleh In Kauw Coe, harus menyerang dari jurusan barat.
Ngo Heng Kie, yang di pimpin oleh Boen Ciong Siong, Ciang Kie Soe dair Kei Bok Kie
menyerang dari timur. Yo Co Soe yang memimpin Soe Boen menyerang dari utara. Ngo
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 824
Siang Jin menyerang dari selatan, Wie Hong Ong dan aku sendiri akan berdiam ditengah2
untuk memberi bantuan kepada yg memerlukan bantuan.
Semuar orang membungkuk.
Sesaat kemudian, Boe Kie mengibas tangan kirinya dan berkata, Serbu!! Dengan serentak
empat pasukan bergerak mengepung Kong Beng Teng dari empat jurusan.
Hok Ong, kata Boe Kie, Kita berdua keluar dari jalanan rahasia dan serang mereka secara
mendadak.
Mereka masuk ke jalanan rahasia dan keluar dari kamar Yo Poet Hwie. Begitu keluar mereka
bertemu dengan tumpukan puing dan hidung mereka mengendus bau sangit.
Dikalangan musuh ternyata terdapat banyak orang pandai. Sebelum pasukan2 Beng kauw,
Peh Bie Kauw datang dekat, mereka sudah tahu dan segera berteriak2, memberi isyarat
kepada kawan2nya.
Boe Kie dan Wie It Siauw saling mengawasi sambil tersenyum. Mereka yakin, bahwa pihak
mereka akan mendapat kemenangan. Mereka memperhatikan jalan pertempuran dengan
menyembunyikan diri di belakang tembok yang roboh.
Beberapa saat kemudia, dengan bantuan sinar rembulan mereka lihat Swee Poet Tek dan Cioe
Tian, yg tiba paling dahulu dan yang segera menyerang musuh. Sesudah itu, dengan beruntun
tibalah In Thian Ceng, Yo Siauw dan pasukan2 Ngo Heng Kie. Hebat sungguh serangan
mereka. Mereka mengamuk bagaikan harimau edan.
Yang menyerang Kong Beng Teng dikali ini adalah Kaypang, Hay see pay dan lain2,
semuanya beberapa belas partai besar dan kecil.
Sesudah Kong Beng Teng terbakar habis, mereka anggap orang2 Beng Kauw sudah binasa
semua dan mereka sudah mendapat kemenangan besar. Maka itu, selama beberapa hari, Kay
Pang, Kie Keng Pang dan sejumlah partai lain sudah turun gunung, sedang yang masih berada
di Kong Beng Teng hanyalah Sin Koen Boen, Sam Kang Pang, Boe San Pang dan Ngo Hong
To. Serangan mendadak dari Beng Kauw dan Peh Bie Kauw sudah membingungkan mereka
dan biarpun diantara mereka terdapat banyak jago yg pandai mereka semua bukan tandingan
Yo Siauw dan kawan2nya. Baru saja bertempur kira2 semakan nasi, sebagian besar sudah
mati atau terluka.
Melihat begitu, Boe Kie segera keluar dari tempat persembunyiannya dan berkata dengan
suara nyaring, Anggota2 dari berbagai partai dengarlah! Semua pemimpin Beng Kauw
sekarang berkumpul disini. Tak guna kalian melawan terus. Lemparkan senjata kalian! Aku
akan mengampuni jiwa kalian dan memperbolehkan turun gunung tanpa diganggu.
Tiba2 seroang Hoan Ceng (pendeta asing) yang bertubuh kate kecil melompat dan
membentak, Siapa kau?
Jangan kurang ajar! bentak Yo Siauw, Inilah Thio Kauw Coe, Kauw Coe kami yang baru.
Aku tak perduli Kauw Coe atau bukan Kauw Coe, kata si pendeta dengan jumawa.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 825
Sambutlah pedangku! bagaimana kilat pedang menyambar. Dengan matanya yg sangat jeli,
Boe Kie segera mengenali bahwa pedang itu benar In Thian Kiam, ia berkelit dan bertanya,
Mengapa pedang milik Go Bie itu bisa ditangan Tay soe?
Sebaliknya dari menjawab dia mengirim tiga serangan berantai. Menghadapi senjata mustika
itu, Boe Kie sangat berhati2. Untuk menyelamatkan diri ia berkelit ber ulang2. Tiba2 tangan
kiri Boe Kie menyambar dan mencekal pergelangan tangan kanan si pendeta yang lantas saja
kesemutan dan Ie Thian Kim yg dipegangnya, jatuh ketanah. Tapi hoan ceng itu cukup lihai.
Mendadak tangan kirinya menghantam dada Boe Kie. Tapi sebaliknya dari Boe Kie, dia yang
terguling karena seluruh tubuh pemuda itu dilindungi oleh Sinkang. Begitu terguling, begitu
dia melompat bangun menjemput In Thian Kiam yg menggeletak di tanah, Peng Eng Giok
buru2 melompat dan menjambret dengan pedangnya. Berbarengan dengan berkelebatnya
sinar pedang, Peng Hwesio sudah kutung dua. Sesudah memutuskan pedang lawannya, si
pendeta segera kabur kebawah gunung.
Seraya membentak keras Boe Kie melompat dan mengejar pendeta itu. Didalam hati sangat
berkuatir akan keselamatan Cioe Cie Jiak. Cara bagaimana In Thian Kiam, yg berada dalam
tangan nona Cioe, kena rampas oleh hoan ceng itu? Maka itu, ia segera mengambil keputusan
untuk membekuk pendeta itu guna mencari keterangan.
Tapi baru saja ia mengejar beberapa puluh tombak, disebelah kiri tiba2 terdengar teriakan
Celaka! diikuti dengan terbangnya sebatang pedang yg berkelebat ketengah udara.
Itulah suara Yo Poet Hwie si noan pasti sedang menghadapi bahaya. Teriakan Poet Hwie
keluar dari tempat yang penuh pohon2. tanpa memikir lagi Boe Kie melompat masuk kedalam
gerombolan photon itu. Sekonyong2 ia merasai menyambar angin tajam dan sebatang golok
berkelebat kemukanya. Searaya mengengos ia menangkap tangan si penyerang yang lalu
dilemparkan beberapa tombak jauhnya.
Hampir berbaereng ia dengar bentakan dan cacian. Ia menerobos kearah suara itu. Ternyata
Poet Hwie yang tidak bersenjata tengah diserang oleh seorang pria sangat tinggi besar yang
menggunakan sepasang kampak.
Dengan sekali melompat Boe Kie sudah menghadang di depan si penyerang, Tahan!
bentaknya.
Orang itu terkejut sejenak, akan kemudian mengayun kedua kampaknya. Boe Kie
mengibaskan tangan kirinya dengan menggunakan Kian Koen Tay Lo Ie Sin Kang. Kedua
senjata itu tersempok miring oelh tenaga Sin kang dan prak, menghantam satu batu besar
sehingga lelatu muncrat dan mata kampak somplak. Dengan lelaki itu kesemutan dan tidak
bisa mengangkat senjatanya lagi. Poet Hwie sungkan menyia2kan kesempatan baik. Ia
melompat dan meninju Tay yang hiat musuh yang lantas saja roboh tanpa bernyawa lagi.
Jilid 45___________________
Poet Hwie moy moy apa kau terluka? tanya Boe Kie.
Tidak, terima kasih atas pertolonganmu, jawabnya.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 826
Boe Kie bersembunyi. Hayo kita balik! katanya.
Karena harus menolong nona Yo. Boe Kie tidak bisa mengurus Hoan Cong itu lagi. Begitu
tiba di puncak gunung, tiba2 mereka mendengar teriakan menyeramkan. Siapa yang takut
mati, , tak diberi ampun! Siapa yang takut mati, tak diberi ampun! ketika itu, rombongan Boe
san pang sudah merusak dan mereka kabur kalang kabutan. Tapi, begitu mendengar teriakan
yang begitu menakutkan itu, semangatnya kembali lagi dan mereka lalu melawan pula secara
nekat2an. Dalam sekejap sejumlah anggota Beng Kauw mati dan terluka. Tapi sebab kalah
tenaga dan kalah jumlah, satu demi satu mereka roboh.
Kalian dengarlah! terial Boe Kie. Tak guna kalian melawan lagi, lebih baik meyerah saja.
Tapi orang2 terus meyerang mati2an. Dibawah sinar purnama, paras mukanya kelihatan
ketakutan, seperti juga di belakang mereka ada iblis yang memaksa mereka bertempur
nekat2an. Melihat begitu Boe Kie merasa tak tega. Dengan menggunakan ilmu ringan badan
tubuhnya berkelebat dan jari2 tangannya bekerja, menotok jalan darah orang2 itu. Sekejap
saja, kecuali 3 orang yang berkepintaran sangat tinggi dan lincah geraknya, mereka roboh.
Ketiga orang itu akhirnya dibinasakan oleh Yo Siauw, Wie It Siauw dan In Ya Ong.
Beng Kauw mendapat kemenangan besar. Lebih dari 300 musuh dibinasakan atau ditawan.
Yang berhasil melarikan diri hanya beberapa orang saja. Tak lama kemudian diatas Kong
Beng Teng dinyalakan api unggun yang sangat besar, sebagai peryataan terima kasih kepada
beng coen yang sudah melindungi Beng Kauw.
Selama beberapa hari Boe san pang dan yang lain2 telah membuat gubuk2 di atas Kong beng
teng. Sekarang gubuk2 itu dapat digunakan oleh Beng Kauw/Peh Bie Kauw untuk mengaso.
Tanpa memperdulikan rasa letih, para anggota wanita segera menanak nasi, memasak air dan
menyediakan sekedar lauk pauknya. Semua orang bersuka ria, rasa kantuk dan lelah tidak
dirasakan.
Sekonyong-konyong, dengan paras muka berseri2 In Thian Ceng berdiri dan berkata dengan
suara nyaring. Para anggota Peh bie kauw dengarlah! Peh bie kauw dan Beng kauw
sebenarnya berpangkal satu. Pada 20 tahun lebih yang lalu, karena tidak akur dengan Beng
Kauw, aku mendirikan sebuah agama lain. Sekarang, sesudah Thio Tayhiap menjadi
Kauwcoe, semua orang harus melupakan ganjelan lama dan harus bersatu padu. Mulai hari ini
Peh bie kauw tak ada lagi. Kita semua harus mentaati perintah Kauwcoe. Siapa tak setuju,
boleh segera turn gunung!
Pernyataan itu disambut dengan tepuk tangan dan sorak sorai gegap gempita.
Si kakek tersenyum dan berkata pula. Mulai hari ini kita hanya mempunyai Beng Kauw
dengan Thio kauwcoe satu2nya. Siapa yang memanggil aku In Kauwcoe lagi, dia dianggap
sebagai orang berdosa.
Boe Kie menyoja dan berkata. Persatuan kembali antara Peh bie kauw dan Beng kauw adalah
kejadian yang sungguh2 menggirangkan. Akan tetapi, aku yang rendah hanyalah kauwcoe
untuk sementara waktu. Sesudah musuh dikalahkan tibalah waktunya untuk memilih
Kauwcoe yang baru. Dalam Beng Kauw dan Peh bie kauw terdapat banyak sekali tokoh2
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 827
yang berkepandaian tinggi. Aku yang masih beusia muda, berpengatuan cetek, mana bisa
menduduki kursi yang tinggi itu?
Thio Kauwcoe jangan kau berkata begitu! teriak Cioe Tian. Coba kau pikir, karena berebut
kursi Kauwcoe, kami berantakan. Untung besar semua orang takluk kepadamu. Jika kau tetap
menolak biarlah kau saja menunjuk seorang kauwcoe baru. Hu uh!!!! Tapi, siapapun juga
yang ditunjuk olehmu, aku, Cio Tian, yang paling dulu menentang. Kalau kau mengangkat
aku, tentu ada orang lain yang tidak mufakat!
Pheng Eng Giok berdiri dan berkata denan suara nyaring. Thio Kauwcoe, jika kau menolak
Beng kauw pasti akan berantakan lagi!
Apa yang dikatakan Pheng Hweesio memang sangat mungkin terjadi. Boe Kie menunduk dan
menimbang2. semua orang menunggu jawaban sambil menahan nafas.
Akhirnya ia berkata, Karena kecintaan kalian yang sangat besar, aku yang rendah merasa
berat untuk menolak terus. Tapi aku hanya bersedia untuk memegang tugas Kauwcoe
sementara waktu dengan satu syarat. Syaratnya ialah kalian harus mengiakan 3 permintaanku.
Jika kalian menolak, meskipun mesti mati aku takkan menerima kedudukan Kauwcoe.
Baik! Baik!
Bagus!
Jangankan tiga, tiga puluhpun kami akan meluluskan!
Permintaan apa?
Kauwcoe bilang saja!
sesudah teriakan2 mereda, Boe Kie membungkuk dan berkata dengan suara nyaring. Agama
kita dinamakan orang luar sebagai agama agama siluman. Hal ini tentu saja tidak benar.
Mereka yang berkata begitu tidak tahu isi daripada Beng Kauw. Akan tetapi karena jumlah
anggota kita sangat besar, maka memang benar ada sejumlah anggota yang melakukan
perbuatan2 menyeleweng. Maka itu, permintaanku yang pertama ialah mulai dari sekarang,
dari Kauwcoe sampai anggota biasa semua orang harus mentaati peraturan2 Beng kauw, harus
menolong sesama manusia dan harus berlaku sebagai ksatria sejati. Aku ingin minta supaya
Leng Kiam Sianseng suka menjadi Hio coe dari Heng tong Cie coe (pemimpin dari bagian
hukum) untuk mengadili segala pelanggaran dan membereskan segala percecokan antara kita.
Siapa yang berdosa akan dihukum berat. Aku, kakek, pamanku dan lain2 ketua tidak
terkecuali.
Semua membungkuk dan mengiakan.
Waktu mendiang Yo Kauwcoe masih hidup, peraturan kita dipegang keras sekali. Kata Pheng
Eng Giok. Belakangan orang2 yang berdosa tidak diadili secara tepat dan makin lama
keadaan makin buruk. Soal ini memang merupakan soal terpenting dari agama kita dan aku
merasa girang, bahwa Kauwcoe dan saudara Leng akan bertindak tanpa memilih bulu.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 828
Leng Kiam maju setindak seraya berkata dengan ringkas. Aku terima. Kakek ini memang
paling tidak suka bicara banyak.
Permintaanku yang kedua mungkin agak berat, kata pula Boe Kie. Kedua belah pihak telah
menderita kerusakan besar, banyak orang mati atau luka. Tapi sekarang aku ingin minta
supaya kalian suka mengakhiri permusuhan ini dan tidak cari2 urusan lagi dengan keenam
partai itu.
Semua orang kaget. Itulah permintaan yang sukar diluluskan. Mereka saling mengawasi dan
membungkam. Sesudah selang beberapa lama Cioe Tian bertanya Bagaimana kalau mereka
yang mengganggu kita?
Kita harus bertindak dengan mengimbangi keadaan, jawab Boe Kie. Mana kala mereka
mendesak terlalu keras, kita tentu saja tidak bisa menerima kebinasaam tanpa melawan.
Baiklah! kata Tiat koan To jin. Jiwa kita ditolong Kauwcoe. Biarlah kita turut apa yang
diinginkan Kauwcoe.
Saudara2! teriak Pheng Eng Giok, Enam partai itu telah membunuh banyak anggota kita, tapi
kitapun telah banyak membinasakan anggota mereka. Kalau permusuhan terus berlarut2,
makin lama makin banyak manusia mati. Menurut pendapatku, perintah Kauwcoe supaya kita
tidak cari permusuhan lagi dengan mereka, adalah untuk kebaikan kita sendiri.
Semua orang menyetujui pendapat itu dan mereka segera meluluskan permintaan Boe Kie
yang kedua ini.
Boe Kie merangkap kedua tangannya dan berkata dengan suara terharu. Pandangan luas dan
hati lapang yang ditunjukkan kalian sungguh2 rejeki umat manusia. Permintaanku yang ketiga
adalah supaya kita mentaati pesan mendiang Yo Kouwcoe yang ditulis dalam surat wasiatnya.
Yo Kouwcoe memesan, supaya siapa yang bisa mendapatkan kembali Seng Hwee Leng dan
mengambil pulang barang peninggalan Kauwcoe turunan ketiga puluh satu dari tangan Kay
pang, dialah yang harus diangkat menjadi Kuwcoe turunan ketiga puluh empat. Yo Kauwcoe
juga memesan, supaya sesudah ia, meninggal dunia, untuk sementara jabatan Kuwcoe
dipegang oleh Kim Mo Say Ong. Maka itu sudah sepatutnya kalau sekarang kita
menyeberangi lautan untuk menyambut Cia Hoat agar beliau bisa menduduki kursi Kauwcoe
sementara waktu. Belakangan barulah kita mencari Seng Hwee leng dan mengambil pulang
barang peninggalan Kauwcoe turunan ketiga puluh satu. Siapa yang berhasil, dialah yang
harus menjadi Kuwcoe.
Semua orang saling mengawasi. Sesudah kehilangan pemimpin selama beberapa puluh tahun,
mereka sangat tidak ingin melepaskan Kauwcoe baru itu yang berkepandaian sangat tinggi
dan luhur pribadinya. Andaikat dikemudian hari Seng hwee leng didapat oleh seorang goblok,
apakah manusia goblok itu akan menjadi pemimpin mereka?
Syra mendiang Yo Kauwcoe ditulis pada dua puluh tahun lebih berselang. Berbeda dengan
keadaan sekarang, kita memang pantas menyeberangi lautan untuk meyambut Kim mo say
ong. Kita memang harus berusaha mencari Seng hwee leng, tapi kalo diangkat oleh orang lain
menjadi Kauwcoe, kuatir tidak semua orang menyetujuinya.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 829
Tapi Boe Kie tetap pada pendiriannya, bahwa pesan Yo Kauwcoe harus ditaati. Sebab tak bisa
mengubah lagi, maka pada akhirnya semua orang mengiakan juga kemauan itu.
Setelah perundingan beres, Boe Kie segera mengeluarkan perintah untuk menyalakan Seng
Hwee (api suci) dan kemudian, dengan meneteskan darah, semua pimpinan dan anggota Beng
Kauw bersumpah, bahwa mereka tidak akan melanggar peraturan itu.
Tak lama kemudian fajar menyingsing sekonyong konyong didalam hutan terdengar teriakan
kaget dari seseorang.
Siapa itu? bentak Tiat koat tojin.
Hampir berbareng dari dalam hutan kelihatan berlari-lari 2 anggota Ang soei kie. Begitu
mereka tiba dihadapan Tong Yang Ciang kie soe Ang Soei kie, mereka segera melaporkan
sesuatu dengan suara perlahan.
Apa benar? tanya Tong Yang dengan kaget. Dengan cepat ia memberi isyarat dengan gerakan
tangan dan barisan Ang soei kie dengan serentak bergerak, masing2 anggota menduduki
kedudukan Pat Kwa, siap sedia untuk bertempur. Sesudah itu, dengan mengajak beberapa
orang, Tong Yang lantas masuk kedalam hutan.
Sesudah mendapat kerusakan besar dalam beberapa kali pertempuran, jumlah anggota Ang
sioe kie tidak cukup seratus orang. Tapi kegagahan tidak berkurang dan cara Tong Yang
mengatur barisannya tetap angker luar biasa. Tak terlalu salah bila dikatakan, bahwa Ang soei
kie saja, satu bendera dalam Beng Kauw, sudah cukup untuk melayani partai biasa dalam
Kang ouw. Melihat begitu, Boe Kie merasa sangat terhibur, karena itulah suatu tanda, bahwa
Beng Kauw mempunyai hari depan yang gilang gemilang.
Tak lama kemudian Tong Yang keluar dari dalam hutan dengan tindakan lebar. Ia
menghampiri Boe Kie dengan paras muka bingung. Sambil membungkuk ia berkata,
Melaporkan kepada Kauwcoe, bahwa Tong Yang menunggu hukuman.
Ada apa? tanya Boe Kie.
Aku telah memerintahkan orang2ku untuk menjaga tawanan, jawabnya. Diluar dugaan,
orang2 itu telah berhasil merampas senjata orang2ku dan membunuh diri.
Aneh sungguh! kata Boe Kie dengan kaget. Dengan diiring tokoh2 Beng Kauw, ia segera
masuk ke dalam hutan.
Benar saja, para tawanan Boe san pang dan Ngo ho tong sudah menjadi mayat dan
menggeletak di tanah. Enam orang dari delapan penjaga mendapat lukadan mereka berlutut
untuk mendapat hukuman.
Apa benar mereka bunuh diri? tanya Boe Kie.
Melapor kepada Kauwcoe, kata pimpinan rombongan penjaga itu, mereka menyerang kami
secara mendadak dan merampas senjata kami akan kemudian bunuh diri. Dalam melakukan
perbuatan itu, mereka tak pernah mengucapkan sepatah kata.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 830
Boe Kie manggut2kan kepalanya. Bukan salah kalian, bangunlah! katanya.
Terima kasih ata belas kasihan Kauw Coe kata pemimpin itu.
Boe Kie segera memeriksa luka para tawanan, dan ternyata, mereka memang bukan dibunuh
orang. Diantara mayat2 itu terdapat seorang yang masih belum putus jiwa, sebelah lengannya
masih bergerak2. Boe Kie segera membungkuk dan menotok Leng tay hiatnya, sambil
mengirim Kioe Yang Cin Khie.
Orang itu perlahan lahan tersadar.
Mengapa kau bunuh diri? tanya Boe Kie.
Jawab orang itu dengan suara terputus-putus. Siapa..yang takut mati.tak diberi ampun.
Boe Kie terkejut ia ingat, bahwa selama pertempuran ia pernah mendengar teriakan begitu di
lereng gunung dan sebagai akibatnya pihak musuh berkelahi secara nekat2an. Ia sekarang
mengerti, bahwa di balik teriakan itu tersembunyi rahasia hebat. Siapa yang tak memberi
ampun? tanyanya.
Keluargaku tua muda.istri.anak, semua dalam tangan orang, jawabnya.
Dalam tangan siapa? Kami akan menolong kau kata pula Boe Kie.
Orang itu menggeleng2 kepalanya. Ia tersenyum getir, kepalanya terkulai dan nafasnya
terhenti.
Yo Siauw dan yang lain2 saling memandang. Mereka tak dapat menembus teka-teki itu.
Sesudah memerintah Angsoei Kie mengubur mayat2 itu Boe Kie segera mengajak In Thian
Ceng, Yo Siauw, Wie It Siauw dan yang lain2 ke gubuk untuk mendamaikan urusan ini.
Dari keterangan orang itu, kita dapat menarik kesimpulan, bahwa keluarganya ditahan oleh
seorang yang berkuasa dan kalau dia tak berkelahi mati2an, keluarganya akan dibinasakan.
Kata Pheng Eng Giok. Siapa orang itu yang mempunyai kekuasaan begitu besar, sehingga dia
bisa menindih begitu banyak orang gagah dari partai2 persilatan? Siapa manusia itu yang
dapat menahan begitu banyak keluarga?
Kecuali Boe Kie tokoh2 Beng kauw adalah orang2 berpengalaman. Tapi mereka tak bisa
meraba siapa adanya orang itu.
Menurut pendapatku urusan ini ada sangkut pautnya dengan Goe Bie pay, kata Coe Tian.
Hoan Cong itu menggunakan pedang Ie Thian Kiam, Biat Coat sangat beracun dan mungkin
sekali, sebab tak unggulan melawan Kauwcoe kita. Dia menyuruh orang2 itu datang kemari.
Bukan begitu, kata Leng Kiam.
Mengapa bukan? tanya Cioe Tian.
Leng Kiam tidak menjawab.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 831
Kurasa soal menahan keluarga berbagai partai terpisah dari soal serangan enam partai
besar kata Swee Poet Tek. Dalam serangannya itu, keenam partai pasti tidak akan menduga,
bahwa mereka akan mengalami kegagalan. Biat Coet Soethay dan sejumlah kawannya adalah
orang2 yang sangat sombong dan mereka tentau tak pernah ingat perkataan kalah. Maka itu
tidak bisa jadi mereka lebih dahulu sudah mempersiapkan sebuah siasat lain untuk menyerang
kita.
Semua orang membenarkan perkataan Swee Poet Tek.
Andaikata kau benar, tapi siapa musuh kita itu? tanya Coe Tian.
Akupun tak tahu, jawab Swee Poet Tek.
Kalau Seng Koen blom binasa. Kita bisa menuduh dia.
Sesudah berunding beberapa lama, mereka belum juga mendapat kemajuan.
Kurasa urusan ini bisa dikesampingkan untuk sementara waktu, kata Boe Kie akhirnya. Soal
penting yang kini dihadapi kita adalah menyeberangi lautan untuk menyambut Kim Mo Say
Ong. Tugas ini harus dilakukan olehku sendiri, siapa yang ingin ikut?
Semua orang segera berbangkit dan menjawab, Kami semua bersedia untuk mengiring
Kauwcoe
Jangan terlalu banyak, kata Boe Kie, Disamping itu ada beberapa urusan besar yang perlu
diurus. Begini saja, Yo Co Soe dan Soe coen berdiam di Kong Beng Teng untuk membangun
lagi dan menjaga pusat kita. Kim, Bok, Soie, Hwee, Touw Ngo heng kie pergi ke berbagai
tempat untuk mengumpulkan lagi anggota2 kita yang sudah terpencar dan menyampaikan tiga
janji yang sudah disetujui. Kakek dan paman coba menyelidiki musuh yang bersembunyi itu
dan berbareng coba mencari Kong Beng Yoe Soe serta Cie san liong ong. Tugas Wie Hok
Ong ialah pergi menemui Cia Boenjin keenam partai besar untuk memberitahukan
perubahan2 didalam Beng kauw. Andaikata Hok Ong tidak dapat mengubah musuh menjadi
sahabat, tindakan ini setidaknya akan dapat menunda permusuhan untuk sementara waktu.
Kutahu tugas ini bukan tugas enteng. Tapi dengan kebijakannya, kupercaya Hok ong akan
berhasil. Aku sendiri bersama Ngo sian jin akan melayari lautan guna menyambut Cia Hoat
ong.
Sebagai seorang kauwcoe, setiap perkataan Boe Kie adalah undang2 yang tidak dapat
dibantah. Semua orang lantas saja menggangguk dan menerima baik perintah itu.
Thia tiba2 Poet Hwoei berkata Aku ikut, kuingin melihat gunung es.
Sang ayah tersenyum Kau harus memohon pada Kauwcoe, jawabnya Aku tidak berkuasa.
Si nona memoyongkan mulutnya, tapi ia tak dapat berkata apa2 lagi.
Boe Kie tertawa. Ia ingat, waktu mengantar Poet Hwei ke see hek, si nona sering meminta ia
bercerita dan ia sering menceritakan pengalamannya di pulau Heng hwee to. Berkali2 ia
menceritakan keindahan pulau itu dengan beruang putihnya, kera api, ikan2 aneh dan
sebagainya. Maka itu tidaklah heran kalo sekarang Poet Hwie ingin mengikut. Poet Hwie moy
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 832
moy katanya Pelayaran ke Peng hwee to banyak bahayanya. Tapi jika kau tak takut dan Yo
Coe soe meluruskan biarlah Yo Cosoe dan kau sama2 ikut.
Takut apa? kata si nona sambil menepuk nepuk tangan. Thia biarlah kita berdua mengikut
Boe Kie,bukan mengikut Kauwcoe.
Sambil mengawasi Boe Kie, Yo Siauw hanya mengangguk.
Kalau begitu aku ingin minta bantuan Leng Sianseng untuk menjaga Kong Beng teng dan
untuk sementara waktu soe boen ditaruh didalam kekuasaannya.
Baiklah! Sungguh bagus! teriak Cioe Tian.
Cioe heng bagus apa? tanya Swee Poet Tek.
Beng Kauw menaruh penghargaan begitu tinggi kepada Leng Kiam merupakan suatu
penghormatan besar untuk Ngo sian jin jawabnya Disamping itu, dalam perjalanan ini, entah
berapa lama Kauwcoe harus terombang-ambing di tengah lautan. Dengan ada Yo Coe soe
bakal tak terlalu kesepian. Mereka bisa beromong2. jika Leng Kiam yang pergi, maka
Kauwcoe seperti juga mengajak sepotong balok.
semua orang tertawa terbahak2. Leng Kiam tidak jadi gusar, tapi iapun tak tertawa. Ia
bersikap seperti tak dengar gurauan Cio Tian.
Sesudah bersantap, semua orang lantas pergi mengaso.
Sebelum berangkat Boe Kie minta Poet Hwie membuka rantai hian tiat yang merantai Siauw
Cioew. Tapi anak kunci hilang dalam tumpukan puing dan tak dapat dicari.
Tak apa Siauw Ciauw dengan suara tawar. Suara rantai ini bahkan lebih merdu
kedengarannya.
Siauw Ciauw kau tunggulah di Kong Beng Teng dengan hati tenang Boe Kie menghibur Aku
akan meminjam To Liong To dari Cia Hoat ong untuk memutuskan rantai ini.
Siauw Ciauw menggeleng2kan kepala. Ia tak menyahut.
Pada keesokan paginya, Boe Kie dan rombongan berpamitan Kauwcoe kau adalah seorang
yang bertanggung jawab atas mati hidupnya Beng Kauw kata Seng Kiam. Kuharap kau
menjaga diri baik2.
Terima Kasih jawab Boe Kie Leng Sian seng dalam menjalankan tugasmu, kau akan banyak
capai
Hati2 ikan aneh akan makan kau kata Leng Kiam kepada Cioe Tian.
Dengan rasa terharu Cioe Tian mencekal tangan Leng Kiam erat2. kecintaan antara Ngo sian
jin menyerupai kecintaan saudara kandung sendiri. Hari ini Leng Kiam melanggar
kebiasaannya dan bicara lebih banyak. Hal ini sudah terjadi karena kegoncangan hatinya.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 833
Bersama-sama Soe Boen, Leng Kiam mengantar rombongan Kauwcoe sampai dikaki Kong
Beng Teng dan dengan perasaan berat mereka berpisahan.
Sesudah berlalu seratus li lebih rombongan Boe Kie bermalam di gurun pasir. Kira2 tengah
malam, tiba2 Boe Kie mendengar suara ting tang ting tang sesudah memiliki Kioe Yang Cin
Keng panca inderanya sepuluh kali lebih tajam dari manusia biasa. Ia kaget, bangun dan
lantas berlari2 kearah suara itu. Sesudah melewati beberapa li, jauh2 ia lihat sebuah titik
hitam yang bergerak kearahnya dan makin lama makin besar.
Tiba2 ia bergerak. Siauw Ciauw! Mengapa kau datang?
Orang itu memang bukan lain daripada si nona. Melihat Boe Kie ia lantas menangis keras.
Anak baik! Sudahlah jangan menangis kata Boe Kie seraya menepuk2 pundak si nona.
Tapi si nona jadi makin sedih dan menangis makin keras. Kemanapun jua kau pergi aku ikut
katanya.
Boe Kie merasa sangat kasihan. Dia sangat tak beruntung dan karena aku berlaku manis
terhadapnya, dia sangat mencinta aku katanya dalam hati, maka itu ia segera berkata.
Sudahlah kau jangan menangis, kau boleh ikut.
Si nona menjadi girang. Ia mendongak dan mengawasi Boe Kie dengan sorot mata berterima
kasih. Dibawah sinar rembulan yang masih putih bagaikan perak, dengan muka yang cantik
dan potongan badannya yang langsing kecil, ia seolah seorang dewi yang turun dari kayangan.
Melihat kedua pipi yang masih basah oleh air mata dan paras muka yang berseri2, Boe Kie
jadi ingat sekuntum bunga dengan butiran2 embun. Ia tersenyum dan berkata dengan suara
perlahan Siauw Ciauw, kalau sudah besar kau akan cantik luar biasa.
Bagaimana kau tahu? tanya si nona sambil tertawa.
Sebelum Boe Kie menjawab, disebelah timur laut tiba2 terdengar suara kaki kuda yang
mendatangi dari barat ke timur. Didengar suaranya yang makin lama makin jauh, jumlah
penumpang paling sedikit 100 orang lebih.
Beberapa saat kemudian, Wie It Siauw datang dengan saling susul Kauwcoe kata Wie It
Siauw Ditengah malam buta serombongan penumpang kuda lewat sini. Kukhawatir mereka
musuh2 kita.
Boe Kie segera minta Siauw Ciauw mempersarukan diri dengan Pheng Eng Giok dan yang
lain2, sedang ia sendiri bersama Yo Siauw dan Wie It Siauw mengubar rombongan
penumpang kuda itu.
Tak lama kemudian mereka bertemu dengan tapak2 kuda. Wie It Siauw membungkuk dan
menjumput segenggam pasir ada darahnya katanya.
Boe Kie mencium pasir itu dan merasai bau darah yang masih segar. Mereka lalu mengejar
dengan mengikuti tapak2 itu. Sesudah melalui beberapa li, tiba2 Yo Siauw melihat sepotong
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 834
golok buntung diatas pasir, ia menjumput dan ternyatadi gagangnya terukir 3 huruf Pang Jin
Ho ia memikir sejenak dan berkata.
Inilah orang Kong Tong Pay, Kauw Coe. Kurasa mereka memang sengaja menyediakan
kuda2 ditempat ini untuk pulang ke tionggoan.
Sudah setengah bulan lebih mereka turun dari Kong Beng Teng kata Wie It Siauw. Apa
perlunya mereka harus berdiam disini?
Sesudah mengetahui bahwa rombongan itu adalah rombongan Kong Tong Pay, Boe Kie
bertiga tidak berkuatir lagi dan lalu kembali ke tempat asal. Malam itu lewat dengan tentram
dan pada keesokan paginya, mereka meneruskan perjalanannya.
Pada hari kelima, pagi2 mereka tiba di padang rumput. Selagi enak berjalan, dikejauhan
muncul serombongan orang yang mendatangi ke arah mereka. Boe Kie yang matanya paling
lihay sudah dapat lihat, bahwa rombongan itu terdiri dari nie kouw (pendeta perempuan) yang
mengenakan jubah pertapaan dan diantara mereka terdapat 7-8 orang lelaki.
Dalam jarak belasan tombak, salah seorang nie kouw berteriak, Apa kamu bangsat2 Mo
Kauw? hampir berbarengan semua kawannya menghunus senjata dan berpancaran.
Boe Kie tahu, bahwa mereka itu adalah orang2 Go Bie Pay. Tapi ia belum pernah bertemu
dengan yang manapun jua. Apakah kalian murid2 Go Bie Pay? tanyanya.
Seorang nie kouw setengah tua yang bertubuh kurus kecil melompat keluar dan membentak,
Bangsat Mo-kauw! Jangan rewel! Terimalah kebinasaanmu!
Siapa Soethay? Mengapa Soethay bergusar? tanya Boe Kie dengan sabar.
Bangsat! Siapa kau? bentak pula nie kouw itu, Apa derajatmu sehingga kau berani tanya
namaku?
Melihat kekurangajaran pendeta itu, Wie It Siauw jadi mendongkol. Bagaikan kilat ia
melompat masuk kedalam barisan Go Bie Pay dan lantas menotok jalan darah dua murid pria
yang lalu di cengkeram leher bajunya. Hampir berbareng, ia melompat keluar dan berlari2,
seperti angin cepatnya, akan kemudian melemparkan kedua tawanannya diatas tanah. Dilain
saat, ia sudah kembali kedalam rombongannya sendiri.
Kecepatan bergeraknya Ceng Ek Hong Ong mengejutkan semua anggota Go Bie Pay. Dengan
mulut ternganga mereka mengawasi kedua saudara seperguruannya yang dibawa lari puluhan
tombak dan sekarang menggeletak ditanah tanpa bergerak.
Sesudah memperlihatkan kepandaiannya seraya tertawa deban Wie It Siauw berkata Yang
berdiri dihadapanmu adalah seorang gagah luar biasa yang ilmu silatnya paling tinggi pada
jaman ini, yang memimpin Kong Beng Co Soe dan Kong Beng Yoe Soe, yg mengepalai
keempat Hoe Kauw Hat Ong Ngo Sian Jin. Ngo Heng Kie dan Thian Tee Hong Loei Soe Boe
yaitu Thio Kauw Coe dari Beng Kauw kami yg pernah mengusir Go Bie Pay dari atas Kong
Beng Teng dan merampas Ie Thian Po Kiam dari tangan Biat Coat Soe Thao. Sekarang aku
mau tanya kan, apakah orang seperti Thio Kauw Coe mempunyai cukup derajat untuk
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 835
menanya hoat beng Soethay? (Hoat beng Nama, bukan nama asli yang digunakan oleh
seorang pendeta)
Semua murid Go Bie terkesiap. Sesudah menyaksikan Wie It Siauw, mereka tidak
menyangsikan keterangannya.
Setelah menentramkan hatinya si nie kauw setengah tua bertanya, Siapa Tuan?
Aku she Wie, bergelar Ceng Eh Hok Ong, jawabnya.
Beberapa murid Go Bie mengeluarkan seruan tertahan. Empat orang lantas saja berlari2
menghampiri kedua saudara seperguruannya yang tergeletak ditanah.
Ceng ek Hok ong bersenyum dan berkata dengan suara sabar, Atas perintah Kauw Coe Beng
Kauw dan keenam partai mengadakan gencatan senjata dan kami akan berusaha untuk
memperbaiki perhubungan. Kalian tak usah khawatir. Kedua orang itu tidak kurang sesuatu
apa. Sekarang si kelelawar tidak menghisap darah manusia lagi.
Keterangan Wie It Siauw memang tak salah. Sesudah mengobati Boe Kie dengan
menggunakan Kioe yang Sin kang, bukan saja racun It im cie terusir dari dalam badannya,
tapi racun dingin yang dahulupun sudah turut dipunahkan, sehingga sekarang sesudah
menggunakan Lweekang ia tak usah mengisap darah manusia lagi untuk melawan racun
dingin itu.
Sementara itu, keempat murid Go Bie sesudah balik kebarisannya dengan menggotong kedua
saudara seperguruannya. Baru saja mereka mau membuka jalan darahnya yg terteotok tiba
tiba terdengar suara sr sr dua butir pasir yang disertai Lweekang sangat hebat menyambar
jalan darahnya kedua orang itu yang lantas saja terbuka.
Orang yg menolong adalah Yo Siauw. Dengan menggunaan ilmu Tan Sie Sin Thing dan Cie
Sek Tiam hoat, ia membuka jalan darah kedua orang itu. (Tan cie sin thong ilmu menyentil
dengan jari tangan. Cie Sek Tiam Hoat ilmu menotok jalan darah dengan timpukan batu)
Melihat lawat berkepandaian begitu tinggi, nie kauw setengah tua itu jadi keder. Pie nie
bernama Ceng Kong, memperkenalkan dirinya. Apakah aku boleh mendapat tahu she dan
nama yang mulai dari Sie coe (tuan) yang menggunakan Tan Sie Sin Thong dan Cie Sek Tiam
Hoat.
Sebelum Yo Siauw menjawab, Cioe Tian sudah mendahului sambil tertawa terbahak bahak,
Dia bukan lain dari Kong Beng Soe sia, dengan kalian dia mempunyai sangkutan keluarga.
Si pendeta mundur setindak. Bahwa gusarnya kedua alisnya bediri, Ha! Kalau begitu kau
bangsat Yo Siauw yang mencelakai Kie Soe moay! teriaknya. Ia mengibas pedangnya dan
bergerak untuk menyerang.
Soethay tahan! kata Boe Kie. Kau tahu akan segala persoalannya jika kau menanyakan
gurumu sendiri. Jangan kita bertempur karena urusan ini.
Mana guruku! tanya Ceng Kong.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 836
Pada setengah bulan yang lalu, gurumu sudah turun dari Kong Beng Teng, jawabnya.
Mungkin sekali ia sekarang sudah masuk di Giok Boen kwan.
Soecie, jangan dengar segala obrolannya, kata seorang murid Go Bie yg berdiri dibelakang
Ceng Kong. Kita menyambut dari tiga jurusan, disampin gitu kita jg menggunakan tanda2
rahasia dan panah api. Kalau bener soehoe sudah turun dari Kong Beng Teng, tak mungkin
kita tidak bertemu dengan nya.
Mendengar itu Cioe Tian mendongkol. Tapi sebelum ia membalas dengan kata2 pedas, Boe
Kie sudah berkata dengan suara perlahan. Cioe siang seng tak usah ladeni dia. Karenat tak
bertemu dengan guru mereka, bisa mengerti jika mereka uring2an.
Ceng Kong kelihatan bersangsi. Apakah guruku dan saudara2 ku bukan jatuh kedalam tangan
Beng Kauw? tanyanya. Seorang lelaki sejati harus berlaku jujur. Tak usah kamu berdusta.
Cioe Tian tertawa dan berkata, Baiklah, sekarang aku mau bicara terang2an. Tanpa
menimbang nimbang tenaganya yg kecil Go Bie pay telah menyerang Kong Beng teng kami.
Biat coat Soethay dan semua muridnya sudah ditawan dan dipenjarakan dalam penjara
didalam air. Kami akan menahan mereka delapan belas tahun lamanya, supaya mereka bisa
merenungkan kedosaannya mereka. Sesudah delapan belas tahun barulah kami akan
menimbang pula, apa kami akan melepaskan mereka atau tidak.
Pheng Eng Giok terkejut, Cioe Heng, jangan kau berguyon secara melampui batas, tegurnya.
Kalian jangan dengar guyonan saudara ini. Ia hanya main2. Bibi Coat Soethay adalah seorang
yang berkepandaian luar biasa, sedang semua murid Go Bie jg berkepandaian tinggi. Mana
bisa mereka jatuh didalam tangan beng kauw? Sekarang ini, kedua belah pihak sudah
mengadakan gencatan senjata. Kalian pulanglah! Kalian pasti akan bertemu dengan mereka.
Ceng Kong tak menjawab. Ia bercuriga, bersangsi dan tak tahu apa yang harus diperbuatnya.
Cioe Heng memang paling suka main2, kata Wie It Siauw. Apakah seorang yg berkedudukan
tinggi seperti Kauw Coe kami bisa memperdayai kalian?
Sedari dulu Mo Kauw terkenal licin, licik dan banyak akal bulusnya, kata si nie kauw
setengah tua. Bagaimana kita bisa gampang2 percaya?
Sekonyong2 Tong Yang, Ciang Kie Soe Ang Soei Kie, mengibas tangan kirinya. Dilain saat
lima barisan Ngo Heng Kie bergerak serentak. Kie Bok Kie mengambil kedudukan disebelah
timur. Liat hwee diselatan. Swie Kim dibarat, Ang Soei di utara. Houw touw ditengah2 dan
mengurung seluruh barisan Go Bie Pay.
Loehoe adalah Peh Bie Eng Ong, teriak In Thian Ceng. Dengan seorang diri loehoe sanggup
membekuk kamu semua. Tapi hari ini Beng Kauw menaruh belas kasihan. Loehoe hanya
ingin memperingatkan, bahwa orang2 muda harus berhati2 sedikit dalam mengeluarkan
perkataan. Si kakek bicara dengan menggunakan lweekang sehingga suaranya sangat
menusuk kuping dan menggoncangkan hati. Melihat kelihaian orang tua itu, semua murid Go
Bie jadi kaget tercampur kagum.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 837
Boe Kie lantas saja mengangkat kedua tangannya dan berkata, Kami ingin meneruskan
perjalanan dan kuharap kalian suka menyampaikan hormat Boe Kie kepada gurumu. Sehabis
berkata begitu, ia segera berjalan ke jurusan timur.
Sesudah semua pemimpin Beng Kauw lewat barulah Tong yg menarik pulang barisan Ngo
heng Kie dan mengikuti dari belakang. Murid2 Go Bie tidak berani bergerak. Mereka
mengawasi dengan mata membelak.
Kauw Coe, kata Peng Eng Giok, Menurut pendapatku dalam hal ini mesti terselip sesuatu yg
luar biasa. Sama sekali tak bisa terjadi, bahwa rombongan Biat coat Soethay tidka bertemu
dengan murid2nya. Setiap partai mempunyai tanda rahasia yang selalu digunakan didalam
perjalanan. Mana bisa jadi rombongan Biat coat menghilang dengan begitu saja?
Sambil berjalam mereka bicarakan hal yang luar biasa itu. Semua orang sependapat dengan
Peng Eng Giok. Menghilangnya rombongan Biat coat mencurigakan, apabila jika diingat,
bahwa Lie Thian Kiam telah jatuh kedalam tangan seorang hoan ceng. Dilihat dari sudut ini,
mungkin sekali rombongan itu menemui bencana. Diam2 Boe Kie berkuatir. Ia berkuatir akan
keselamatannya Cioe Cie Jiak, tapi ia tentu saja tidak mengutarakan perasaannya itu kepada
orang lain.
Pada magrib, selagi enak jalan, sekonyong2 Swee Poet Tek berkata. Eeh!.... disini ada sesuatu
yang luar biasa Ia berlari2 kearah serentetan pohon2 kate dan mengawasi bumi. Ia
mencangkul dari tangan seorang pengikut dan menggali tanah. Tak lama kemudian, didalam
lubang terlihat sesosok mayat yg sudah rusak, tapi dari pakaiannya dapat dikenali, bahwa
mayat itu adalah mayat seorang murid Koen Loen Pay. Beberapa anggota Beng Kauw lantas
saja bantu menggali dan belakangan ternyata, bahwa didalam lubang terdapat belasan mayat
semuanya murid2 Koen Loen yang mati dengan luka2. Swee Poet Tek segera memerintahkan
sejumlah anggota Beng Kauw menguburkan kembali mayat2 itu secara baik2.
Semua orang saling mengawasi dengan sorot mata menanya. Didalam hati mereka rata2
muncul sebuah pertanyaan. Siapa yang melakukan itu?
Kalau urusan ini tidak diselidiki sampai ke dasarnya, segala kedosaan pasti akan ditimpakan
keatas kepada Beng Kauw, kata Peng Eng Giok.
Semua pemimpin Beng Kauw, kecuali Boe Kie sendiri, adalah orang2 yang berpengalaman.
Mereka mengerti bahwa disebelah depan bersembunyi musuh2 yang bukan saja
berkepandaian tinggi, tp jg kejam dan banyak akal busuknya. Mereka tahu, bahwa musuh
semacam itu tak mudah dilawan.
Saudara2 dengarlah! kata Swee Poet Tek. Kalau kita diserang dengan golok dan tombak
terang, dibawah pimpinan Kauw Coe, biarpun kita tidak bisa mengatakan bahwa kita tidak
pernah akan menemui tandingan didalam dunia, akan tetapi, anak panah gelap suka ditangkis.
Maka itu, mulai sekarang, baik waktu makan maupun waktu berjalan atau mengaso, kita harus
berlaku hati2 untuk menjaga bokongan musuh.
Semua orang manggut2 kan kepalanya.
Mereka lalu melanjutkan perjalanan. Tak lama kemudian, sang surya mulai selam kebarat dan
cuaca perlahan2 berubah gelap. Baru saja mereka mau mencari tempat untuk mengaso,
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 838
disebelah timur laut tiba2 terlihat tiga empat ekor elang yang terbang melayang2 diangkasa.
Dengan mendadak salah seekor menyambar kebawah dan dengan mendadak pula, dia terbang
lagi keatas sambil mengeluarkan pekik kesakitan, sedang beberapa lembar bulunya
berhamburang diudara. Binatang itu rupanya menyerang sesuatu, tapi sudah kena dihajar.
Coba kau selidiki, kata Gouw Kin Co, Ciang Kie Soe Swie Kim Kie. Setelah Cung Ceng,
pemimpin Swie Kim Kie binasa. Boe Kie mengangkat Gouw Kin Coe, yg tdnya memegang
jabatan wakil pemimpin, menjadi pemimpin. Sehabis berkata begitu, dengan mengajak dua
orang anggota barisannya, ia menuju timur laut sambil berlari2. tak lama kemudian, salah
seorang kembali dan berkata kepada Boe Kie.
Melaporkan kepada Kauw Coe, bahwa In Liok Hiap dari Boe tong pay rebah didalam jurang!
Boe Kie terkejut, In Liok hiap? ia menegas.Apa terluka?
Kelihatannya terluka berat, jawabnya.
Begitu melihat In Liok hiap, Gouw Kiesoe segera memerintahkan aku kembali untuk member
laporan kepada Kauw Coe, sedang ia sendiri sudah turun kedalam jurang untuk menolong.
Sebelum orang itu bicara habis, Boe Kie sudah berjalan dengan tindakan lebar. In Thian Ceng
dan yang lain2 lantas saja mengikuti dari belakang.
Tak lama kemudia mereka tiba di tebing dengan jurang yg cukup dalam. Dilereng tebing
tumbuh pohon2 kecil, dan Gouw Kin Co, dengan lengan kiri memeluk tubuh In Lie Heng,
sedang berusaha memanjat keaas dengan pertolongan pohon2 kecil itu. Dengan penuh rasa
kuatir Boe Kie melompat kebawah. Sebelah tangannya mencekal lengan kanan Gouw Kin Co,
sedang tangannya yang lain meraba dada pamannya. Ia girang sebab In Lie Heng masih
bernapas. Buru2 ia menyambut tubuh sang paman dan dengan beberapa lompatan, ia telah
berada diatas dan lalu merebahkan tubuh In Lie Heng ditanah.
Begitu memeriksa luka In Lie Heng, paras muka Boe Kie berubah merah padam. Rasa kaget,
gusar dan duka bercampur menjadi satu. Sang paman ternyata telah dianiaya secara kejam.
Tulang lututnya, sikut, tulang kering, tumit kaki, jari tangan semua buku2 tulang di kaki
tangannya, hancur semua. Ia tak bisa bergerak dan napasnya sangat perlahan. Tapi walaupun
begitu, otaknya masih terang, begitu melihat Boe Kie, paras mukanya berubah menjadi terang
dan ia segera mengeluarkan dua butir batu kecil dari mulutnya.
Sesudah dianiaya hebat, In Liok hiap dilemparkan kedalam jurang. Berkat lweekangnya yg
sangat tinggi, ia dapat menyelamatkan jiwanya. Kawanan elang yang sangat ganas ingin
memakan dagingnya. Tapi ia berhasil mempertahankan diri dengan menyemburkan batu2
kecil dari mulutnya. Perlawanannya terhadap burung2 itu sudha berlangsung beberapa hari
lamanya.
Melihat empat ekor elang masih melayang2, Yo Siauw jadi gusar. Ia menjemput empat butir
batu2 dan menimpuk. Hampir berbareng, keempat binatang bersayap itu jatuh dengan kepala
hancur. In Lie Heng manggut2 kan kepalanya sebagai tanda terima kasih.
Buru2 Boe Kie memasukkan sebutir yo wan untuk menghilangkan rasa sakit dan melindungi
jantung kedalam mulut In Lie Heng. Sesudah itu mereka terus mencoba2 untuk menyambung
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 839
tulang2 yg patah. Tapi begitu memeriksa lebih teliti, hasilnya berkerut. Pada kaki sang paman
terdapat kurang lebih dua puluh tempat yg hancur, dihancurkan dengan pijitan jari2 tangan.
Tulang2 yang hancur itu tak bisa disambung lagi.
Sama seperti Sam ko kata In Lie Heng dengan suara yang lemah. Pijitan Kim kong cie dari
Siauw Lim Pay.
Boe Kie lantas saja ingat penuturan mendiang ayahnya, bahwa tulang2 Sam Soe peh Thay
Giam telah dihancurkan koleh Kim Kong Cie dari Siauw Lim Pay. Sampai kini Sam Soe peh
itu telah dua puluh tahun lebih rebah di ranjang sebagai orang yang bercacad. Tak dinyana,
setelah berselang beberapa lama, seorang paman kembali dianiaya dengan Kim Kong Cie.
Setelah menentramkan hatinya, Boe Kie berkata, Liok siok jangan jengkel. Serahkanlah
urusan ini kepada tit jie. Orang yang berdosa itu pasti tidak akan terlepas dari keadilan.
Apakah Liok Siok tahu siapa yang melakukannya?
In Lie Heng menggelengkan kepala dilain saat, ia pingsan. Selama beberapa hari, dengan
seantero tenaganya, ia mempertahankan diri. Kini, sesudah bertemu dengan keponakannya
hatinya lega, badannya yang sudah terlalu lelah tidak tertahan lagi.
Dengan hati seperti disayat pisatu, Boe Kie berdiri bengong. Ia ingat, bahwa sebab musabab
terutama yang menyebabkan pembunuhan diri dari kedua orang tua nya adalah karena merasa
berdosa terhadap Sam soe peh itu. Kini paman keenam mendapat kecelakaan yang serupa.
Jika ia tidakmemaksa supya Siauw Lim Pay mengeluarkan orang yg berdosa, cara bagaimana
ia bisa menunaikan tanggung jawabnya terhadap paman Jie dan paman In itu? Cara
bagaimana ia bisa berhadapan dengan roh kedua orangtuanya di alam baka?
Ia sekarang menghadapi persimpangan jalan. Jalanan mana yg harus diambil? Sambil
menggendong tangan, ia menyingkir diri dari rombongannya, ia ingin perig ketempat yg sepi
untuk
merenungkan persoalan itu semasak2 nya. Ia menaik keatas sebuah bukit kecil daj lalu duduk
disitu. Dua rupa pikiran berkelahi dalam otaknya. Apakah ia harus pergi kekuil Siauw Lim
Sie untuk mencari musuh besar itu. Kalau Siauw Lim Sie suka menyerahkan orang yg berdosa
urusan akan menjadi bersampai disitu. Tapi jika Siauw Lim Sie menolak, bukankah Beng
Kauw dan Boe tong pay akan bermusuhan dengan partai itu? Bersama2 para anggota Beng
Kauw, ia sudah bersumpah untuk tidak bermusuhan lagi dengan keenam partai. Sekarang
karena urusan pribadi, ia mesti melanggar sumpahnya sendiri. Dengan membuat begitu, cara
bagaimana supaya busa menalukkan orang banyak? Disamping itu kalu permusuhan dimulai
lagi, balas membalas akan berlangsung terus. Dari satu kelain urusan, darah akan terus
mengucur. Berapa banyak orang akan mengorbankan jiwa karena itu.
Siang sudah terganti dengan malam. Para anggota Beng Kauw sudah menyalakan api unggun
dan menanak nasi, tapi Boe Kie masih tetap duduk di atas bukit. Sampai tengah malam
barulah ia bisa mengambil keputusan. Biarlah pergi ke Siauw Lim Sie dan menemui Kong
Boen Seng ceng, katanya didalam hati. Aku akan menceritakan segala kejadian dan meminta
keadilan. Tapi dilain saat ia mendapat lain ingatan. Kalau sampai bertengkar, akupun mesti
bertempur. Bagaimana jika terjadi kejadian itu? Ia menghela napas dan lalu berbangkit.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 840
Boe Kie masih berusia muda dan baru saja memikul beban berat, ia sudah harus menghadapi
cengkraman yg sangat sulit. Pada hakekanya persoalan itu belu tentu segera dipecahkan
secara memuaskan biarpun oleh orang tua yg berpengalaman. Disatu pihak ia ingin
menghentikan permusuhan, tapi dilain pihak perbuatan musuh adalah sedemikian ganas dan
sakit hati adalah sedemikian besar, sehingga tidak dapat dibiarkan begitu saja. Karena maunya
nasib, tanpa bisa menolak lagi ia terpaksa menduduki kursi Kauw Coe dari Beng Kauw,
sehingga oleh karenanya, ia mesti menghadapi macam2 kesulitan.
Dengan pikiran kusut perlaha2 ia kembali ke rombongannya. Biarpun sangat lapar, tak
seorangpun berani makan dahulu. Ia merasa tidak enak hati dan berkata dengan suara
menyesal, Kalian janganlah menunggu aku. Lain kali makanlah terlebih dahulu. Sehabis
berkata ia pergi menengok In Lie Heng.
Paman itu sedang diberi minum kuah daging oleh Poet Hwie yg sudah mencuci bersih
luka2nya dengan air hangat. In Liok hiap masih belum sadar. Tiba2 ia mengawasi nona Yo
dan berteriak,
Siauw Hae Moay, siang malam aku memikirkan kau! Apa kau tahu?
Paras muka Poet Hwie berubah merah. Ia mengangsurkan sesendok kuah dan berbisik,
Minumlah.
Lebih dahulu kau harus berjanji, bahwa kau tidak akan berlalu lagi dan disampingku untuk
selama2nya, kata Lie Heng.
Baiklah, tapi minumlah dulu, kata si nona.
In Liok hiap kelihatan puas. Ia segera meneguk kuah yg diangsurkan kemulutnya.
Pada esok harinya, Boe Kie mengeluarkan perintah, supaya rombongannya menuju siauw Lim
Sie di Siong san untuk menanyakan siapa yg mencelakai In Lie Heng.
Wie It Siauw, Cioe Tian dan yg lain2 adalah jago2 ksatria. Melihat penderitaan In Leng Heng,
didalam hati mereka merasa panas. Maka itu, perintah Boe Kie untuk pergi ke Siauw Lim Sie
guna membuat perhitungan sudah disambut dengan sorak sorai. Diantara mereka hanyalah Yo
Siauw yg tidak buka mulut. Akan tetapi, semenjak terjadinya peristiwa dengan Kie Siauw
Hoe, hatinya selalu merasa tidak enak. Ia merasa berdosa terhadap In Lie Hong. Maka itu
selain memberi bisikan supaya putrinya merawat sebisa2, ia diam2 mengambil keputusan
untuk menggunakan seantero tenaga guna membalas sakit hati In Liok Hiap.
Pada suatu hari, rombongan itu tiba di Giok Boan Kwau. Beberapa orang segera
diperintahkan membeli kuda2 tunggangan. Selama dalam perjalanan, In Lie Heng sebentar
ingat, sebentar lupa. Ia belum bisa menjawab pertanyaan Boe Kie secara tegas. In hanya
berkata, Aku dikepung oleh lima pendeta Siauw Lim Pay. Mereka menyerang aku dengan
ilmu silat Siauw Lim Pay. Tak bisa salah lagi.
Supaya tidak menyolok mata, rombongan Boe Kie menyamar sebagai kaum pedagang. Pagi
itu mereka berangkat dan mengambil jalanan raya Kim Liang. Sesudah berjalan kira2 dua
jam, hawa udara yaitu berubah sangat panas. Untung jg, tak lama kemudian di sebelah
kejauhan terlihat deretan pohon2 Hoe yg sangat besar, semuanya kurang lebih dua puluh
pohon. Mereka girang dan buru2 menuju pohon2 itu untuk mengaso.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 841
Ketika mereka tiba, dibawah pohon sudah berduduk sembilan orang lain. Yang delapan terdiri
dari pria bertubuh kasar yg mengenakan pakaian pemburu dengan golok dipinggang dan
busur serta anak panah dipunggungnya. Mereka membawa lima enam ekor elang yg berbulu
hitam dan bercakar tajam. Elang2 itu bisa diginakan untuk membantu dalam pemburuan.
Yang seorang adalah lain dari yang lain. Dia kelihatannya seperti seorang pemuda sasterawan
yg lemah lembut, seorang kong coe yg tampan. Ia memegang kipas bergagang batu giok dan
tanggannya yang putih tiada bedanya dari giok yg putih itu (Kong coe putra seorang
berpangkat atau sastrawan).
Tapi pada saat itu, mata semua orang ditujukan kepinggang si kongcoe rempan, karena pada
pinggang itu tergantung sepasang pedang yg gagangnya diukir dengan huruf Ie Thian. Bentuk
dan panjangnya pedang itu bersamaan dengan Ie Thian kiams milik Biat Coat Soethay.
Semua orang kaget bukan main. Coe Tiam yg berangasan tidak dapat menahan sabar lagi.
Tapi baru saja bibirnya bergerak untuk mengajukan pertanyaan, disebelah sekonyong2
terdengar suara kuda yg sangat ramai, diiring dengan teriakan2 menyayat hati.
Semua orang menengok kearah timur. Tak lama kemudia mereka lihat sepasukan serdadu
Goan, yg berjumlah kira2 limapuluh orang. Tiba2 semua orang melupa darahnya. Mengapa?
Karena serdadu Goan itu menyeret seratus lebih wanita Han yang diikat dan diranteng kan
dengan tambang. Beberapa antaranya sudha tidak kuat berjalan lagi, tapi terus diseret dengan
kejam. Ratapan mereka sangat memilukan hati.
Semua anggota Beng Kauw merah matanya. Tangan mereka meraba pinggang. Mereka hanya
menunggu perintah untuk menerjang.
Sekonyong2 si kongcoe berkatar, Li ?ok Po, suruh mereka lepaskan wanita2 itu! suaranya
nyaring empuk, suara seorang wanita.
Baik! jawab salah seorang pria yg lantas membuka tambang tambatan kuda disebuah pohon.
Ia melompat kepunggung kuda yg lalu dilarikan kearah pasukan Goan yg sedang datang. Hei!
Mengapa kau bikin ribut2 ditengah hari bolong! teriaknya. Apa kamu tak punya pembesar yg
mengurus kamu? Hayo, lepaskan wanita2 itu!
Seorang yg mengenakan pakaian pembesar majukan tungganggannya. Ia tertawa cekakakan,
Berani sungguh kau campur tangan urusan tuan besarmu! bentaknya. Apa kau sudah bosan
hidup?
Kaulah yg bosan hidup! Sebentar kau akan bertemu dengan Giam Loo Ong, kata pria itu
dengan suara dingin.
Dengan rasa heran, pembesar Goan itu mengawasi orang2 yg sedang meneduh dibawah
pohon. Ia merasa sangat heran akan keberanian orang itu. Mendadak ia lihat dua butir mutiara
sebesar buah lengkeng diikat kepala si kong coe tampan. Rasa serakahnya lantas saja muncul.
Sambil majukan tunggangannya kearah kongcoe, ia menyeringai dan berkata. Siangkong,
paling benar kau ikut aku. Aku tanggung kau akan memperoleh banyak keuntungan.
Mendengar perkataan itu, alis si kongcoe berdiri, Binatang! bentaknya. Turun tangan!
Satupun tak boleh diberi ampun!
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 842
Sret! sebatang anak panah menancap di ulu hati pembesar Boan itu yg lantas saja roboh tanpa
bersuara lagi. Anak panah itu dilepaskan oleh seorang pemburu yg berada didekatnya. Dilihat
dari cara melepaskan anak panah itu dan tenaga yg menyertainya, sudah terang orang itu
bukan pemburu biasa. Dilain saat, anak panah menyambar nyambar bagaikan hujan gerimis,
setiap batang selalu tepat pada sasaran.
Tapi biar bagaimanapun jua, serdadu2 Boan tidak boleh dipandang enteng. Sesudah kagetnya
hilang, mereka segera melawan dengan nekad, anak panah dibalas dengan anak panah.
Melihat perlawanan, delapan pemburu itu segera melompat naik ke punggung kuda dan
menerjang bagaikan angin puyuh. Dalam sekejap, tigapuluh lebih serdadu Goan sudah roboh
tak bernyawa. Melihat gelagat tidak baik, yang lainnya lantas saja terus melepaskan anak
panah, sehingga pada akhirnya, sesudah mengejar kira2 dua li, mereka berhasil
membinasakan semua musuh. Tak satupun diberi ampun.
Sesudah itu, dengan sikap acuh tak acuh si kong coe tampan melompat keatas punggung
tunggangannya dan berlalu tanpa menengok lagi.
Hei! Tahan dulu! teriak Cioe Tian. Aku mau bicara dengan kau, Tapi si kongcoe tidak
meladeni. Ia berjalan terus dengan diiringi oleh kedelapan pemburu.
Kalau mau, dengan menggunakan ilmu peringan badan, Boe Kie dan yg lain2 masih bisa
menyusul sembilan orang itu. Tapi sebab menghormati perbuatan orang2 itu, biarpun mereka
heran, mereka sungkan melanggar adat. Mereka coba menduga2, tp tak bisa meraba siapa
adanya orang2 itu.
Kong coe itu terang2an seorang wanita yg menyamar sebagai pria, kata Yo Siauw. Delapan
orang yg menggenakan pakaian pemburu rata2 berkepandaian tingi dan mereka bersikap
hormat terhadap si kongcoe. Kepandaian mereka dalam melepaskan anak panah sangat luar
biasa dan dilihat dari gerak gerik nya, mereka bukan orang2 dari salah sebuat partai di
wilayah Tiong goan.
Sementara itu, Yo Poet Hwie dan sejumlah anggota2 Houw Touw Kie memberi hiburan
kepada para wanita yang baru terlepas dari bahaya. Atas pertanyaan, mereka menerangkan,
bahwa mereka adalah penduduk dari tempat sekitar daerah tersebut. Dari saku mayat serdadu2
Goan, Poet Hwie mengumpulkan emas, perah dan lain2 barang yg berharga yg lalu dibagikan
kepada wanita2 itu, yg kemudia diperbolehkan pulang ke masing2 rumahnya.
Sesudah beres rombongan Boe Kie lalu meneruskan perjalanan. Selama beberapa hari tak lain
yg merek bicarakan drpd pembasmian pasukan Goan yg dilakukan oleh kesembilan orang itu.
Sebagaimana biasanya orang gagah menghormati orang gagah. Mereka merasa menyesal,
bahwa mereka tidak mendapat kesempatan untuk mengikat tali persahabatan dengan orang2
itu.
Yo Heng, kata Cioe Tian kepada Yo Siauw, Puterimu adalah seorang yg sangat cantik. Tapi
kalu dibandingkan dengan sinona yang menyamar sebagai lelaki, ia kalah jauh.
Benar, kata Yo Siauw. Jika mereka bersedia untuk masuk kedalam agama kita kedudukan
delapan pemburu itu akan lebih tinggi dari pada Ngo Sian Jin.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 843
Cioe Tian meluap darahnya. Omong kosong, bentaknya. Apa keistimewaannya ilmu
melepaskan anak panah dari atas kuda? Kau boleh suruh mereka coba2 bertanding dengan
Cioe Tian.
Kalau mesti bertempur melawan Cio Heng, tantu saja mereka akan kalah, jawab Yo Siauw.
Tapi jika dilihat kepandaian mereka kurasa mereka lebih tinggi setingkat dari pada saudara
Leng Kiam.
Dengan berkata begitu Yo Siauw memberi ejekan yg terlebih hebat, karena diantaranya Ngo
sian jin, Leng Kiam Lan yang ilmu silatnya paling tinggi. Cioe Tian dan Yo Siauw memang
tak begitu akur. Sekarang meskipun bermusuhan secara terang2an tapi tiap kali mendapat
kesempatan, Cioe Tian selalu menggunakan kesempatan untuk mengejek. Mendengar kata2
yg menghina Ngo Sian Jie ia jadi makin gusar. Tapi sebelum dia membalas, Paeng Eng Giok
sudah mendahului dengan berkata sambil tertawa, Cioe beng sekali lagi kau ke dijebak Pe Co
Coe. Ia sengaja ingin membangkitkan hawa marahmu.
Cioe Tian tertawa terbahak2, Tidak aku tidak gusar, katanya. Apa yg bisa perbuat
terhadapku?
Semua orang tertawa. Mereka mengenal kawan itu yang otak2kan dan yg belum pernak
menang dalam mengadu lidah melawan Yo Siauw.
Dengan diobati dan diawasi oleh Boe Kie sendiri selama beberapa hari In Lie Heng sudah
banyak lebih baik dan peringatannya sudah pulih kembali. Ia mengatakan bahwa sesduah
turun dari Kong Beng Teng pada hari itu ia kesasar. Delapan sembilan hari ia berputar2 di
gurun pasir. Waktu ia bertemu dengan jalanan yg benar, saudara2 nya sudha jauh sekali dan
tidak dapat disusul. Pada suatu hari, ia berpapasan dengan serombongan pendeta Siauw Lim
yg lantas menyerang tanpa menegur lagi. Ia berhasil merobohkan empat orang, tapi sebab
musuh berjumlah lebih banyak lebih besar, akhirnya ia kena dijatuhkan pula. Ia memastikan,
bahwa ilmu silat pendeta2 itu adalah ilmu silat Siauw Lim Pay.
Jilid 46___________________
Menurut dugaannya rombongannya itu merupakan bala bantuan yang datang belakangan,
sebab ia melihat mereka waktu berada di Kong beng teng. Ia sendiri tak bisa menebak,
mengapa mereka turunkan tangan beracun itu. Sekian antara lain penuturan In Lie-Heng.
Selama dalam perjalanan, Poet Hwie merawat Lie Heng dengan telaten. Si nona tahu, bahwa
mendiang ibunya telah mengecewakan pendekar Boe tong itu. Melihat keadaan orang tua itu
yang sangat menyedihkan, rasa kasihannya jadi semakin besar.
Hari itu di waktu magrib, rombongan Boe Kie Eng teng. Dari Eng teng mereka membedal
kuda, sebab ingin buru2 tiba di Kang shia coe untuk menginap. Sekonyong konyong dari
kejauhan mendatangi dua penunggang kuda. Dalam jarak beberapa puluh tombak, mereka
melompat turun dan berdiri di pinggir jalan dengan sikap hormat.
Boe Kie dan yang lain lain segera mengenali, bahwa mereka itu adalah orang orang yang turut
membasmi tentara Goan. Dengan girang para pemimpin Beng kauw segera turun dari
tunggangannya mereka.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 844
Kedua orang itu menghampiri Boe Kie dan memberi hormat dengan membungkuk. Orang
atasan kami sangat luhur dari Thio kiauw coe kata salah seorang. Maka itu siauw jin
diperintah untuk mengundang kalian datang di tempat kami untuk mengutarakan rasa
hormatnya.
Boe Kie membalas hormat. Tidak berani kami menerima kehormatan yang begitu besar,
katanya. Bolehkan aku mendapat tahu she dan nama yang mulia dari atasan kalian?
Ia she Tio, jawabnya. Tanpa diberi permisi aku tak berani beritahukan nama nonaku kepada
Kauw coe.
Mendengar pengakuan orang itu, bahwa si kong coe adalah seorang wanita yang menyamar
sebagai pria. Semua orang jadi girang, sebab hal itu membuktikan, undangan nona Tio keluar
dari hati yang setulusnya.
Sedari menyaksikan cara kalian melepaskan anak panah, dengan rasa kagum setiap hari kami
membicarakan ilmu malaikat itu, kata Boe Kie, Hari ini kami merasa sangat beruntung,
bahwa kalian sudi mengikat tali persahabatan dengan kami semua.
Kalian adalah orang orang gagah sejati pada jaman ini, kata orang itu. Hari ini secara
kebetulan kalian lewat di tempat kami. Maka itu, mana bisa kami menyia-nyiakan kesempatan
untuk mengajak kalian meneguk tiga cawan arak?
Boe Kie jadi girang. Ia bukan saja ingin bersahabat dengan orang-orang itu, tapi juga ingin
menyelidiki pedang Ie thian kiam yang tergantung di pinggang si kong coe tampan. Maka itu
lantas saja berkata, Kalau begitu baiklah, mari kita berangkat.
Dengan girang kedua orang itu melompat ke punggung kuda dan jalan lebih dahulu sebagai
penunjuk jalan. Baru berjalan kira-kira satu li mereka dipapak oleh kedua orang lain.
Jauh-jauh kedua orang itu juga anggota dari Sin-cian Pat-hiong (delapan jago yang bisa
melepaskan anak panah bagaikan malaikat) sudah turun dari tunggangannya dan menunggu di
pinggir jalan. Sesudah berjalan kurang lebih satu li lagi, mereka disambut oleh empat anggota
lain dari Sin cian Pat hiong. Melihat penyambutan yang begitu sungguh-sungguh, para
pemimpin Beng Kauw menjadi girang.
Tak lama kemudian mereka tiba di depan sebuah perkampungan besar yang dikitari dengan
sebuah sungai dan di pinggir sungai dengan berderet-deret pohon-pohon lioe hijau (leklioe).
Melihat pemandangan Kang lam di daerah Kam liang, para orang gagah terbangun
semangatnya.
Hampir berbareng dengan tibanya rombongan Boe Kie, pintu tengah dari perkampungan itu
terbuka dan sebuah jembatan gantung diturunkan. Seorang gadis yang mengenakan pakaian
lelaki keluar dengan tindakan lebar dan seraya memberi hormat dengan membungkuk ia
berkata, Kami merasa sangat beruntung, bahwa para orang gagah dari Beng Kauw hari ini
datang berkunjung pada Liok lie San coeng. Thio Kauw-coe selamat bertemu dan masuklah!
Yo soe-cian! In Loocian pwee! Wie Hok ong Ia menegur setiap orang dan menyebutkan
nama-nama dengan tepat sekali, sehingga tak usah diperkenalkan lagi. Bukan saja begitu, ia
bahkan tahu runtunan tinggi rendahnya kedudukan para pemimpin Beng kauw itu.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 845
Semua orang kaget. Si sembrono Cioe Tian tak tahan untuk membuka mulut. Siocia,
bagaimana kau tahu nama-nama kami yang rendah? tanyanya. Apakah kau mahir dalam ilmu
petang petangan?
Tio Siocia bersenyum. Siapa yang tidak mengenal nama para pendekar Beng kauw yang
menggetarkan dunia Kang ouw? katanya. Dalam pertempuran di Kong beng teng, dengan sin
kang yang sangat tinggi Thio Kauw coe telah menundukkan enam partai besar. Kejadian luar
biasa ini dengan cepat sudah diketahui oleh seluruh Rimba Persilatan. Dalam perjalanan
kalian ke wilayah Tionggoan, entah berapa banyak sahabat Rimba Persilatan akan
menyambut kalian. Dalam penyambutan ini, aku yang rendah tentu tak mau ketinggalan.
Para jago itu merasa, bahwa si nona bicara sebenarnya, tapi mereka lantas merendahkan diri.
Sesudah itu, Boe Kie lalu menanyakan nama-nama Sin cian Pat hiong.
Aku yang rendah Tio It Siang jawab salah seorang yang bertubuh tinggi besar. Yang itu Cian
Jie Pay, yang ini Soen Sam Wie. Itu Lie-Sie Coet, Cioe Ngo Siok, Gauw Liok Po, The Cit
Biat, dan yang itu yang paling belakang, Ong Pat Swee.
Semua orang terkejut. She dari kedelapan orang itu adalah menurut runtunan dari she yang
terdapat dalam buku Pek kee she (she seratus keluarga), yaitu Tio, Cian, Soen, Lie, Cioe,
Gouw, The dan Ong. Di samping itu, nama2 merekapun sangat luar biasa sehingga dapatlah
diduga, bahwa nama-nama mereka bukan nama sejati. Akan tetapi, digunakannya nama
samaran dalam dunia Kang-ouw adalah kejadian yang biasa, sehingga Boe Kie pun tak
mendesak terlebih jauh.
Dengan manis budi, Tio Siocia mengajak tamu-tamunya masuk ke ruangan tengah. Di tengahtengah
ruangan itu tergantung sebuah gambar Pat coen touw (delapan kuda) yang sangat
indah lukisan Tio Beng Siauw. Kedelapan kuda itu dilukiskan dalam rupa-rupa sikap yang
angker serta garang. Dinding sebelah kiri dipasang selembar sutera yang sangat lebar dengan
tulisan yang berbunyi seperti berikut:
Bianglala putih terbang ke angkasa
Ular hijau bersuara di dalam kotak
Pedang diasah supaya tajam;
Rembulan naik mendekati pintu
Pedang bisa membabat awan di luar langit
Pedang bisa menerjang mencari di angkasa
Pedang menikam perut siluman
Pedang menyabet kepala pengkhianat
Aku bersembunyi untuk menjauhi siluman
Janganlah mengganggu aku, seorang wanita
Pedang harus disimpan untuk membunuh Kauw,
Jangan dijajal untuk membacok anjing.
Di bawah sajak itu terdapat tulisan dengan huruf-huruf kecil seperti ini.
Di waktu malam aku menjajal It-thian Po kiam.
Pedang itu sungguh2 senjata mustika
Maka itu aku menulis sajak Swee kiam untuk memujinya Pian liang Tio Beng.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 846
Semua huruf itu indah dan angker, seakan naga atau burung Hong. Ayahanda Boe Kie
seorang sasterawan dan ia sendiri mempunyai pengetahuan lumayan dalam Soe hoa (seni
menulis huruf indah). Melihat bahwa dalam keangkerannya, huruf itu mempunyai sifat yang
ayu, ia segera mengetahui bahwa penulisnya bukan lain daripada nona Tio sendiri. Ilmu surat
Boe Kie tidak tinggi, tapi karena arti sajak itu tak terlalu mendalam, ia masih bisa mengerti
bunyinya.
Dilihat begini, It thian kiam benar berada dalam tangannya, katanya di dalam hati. Dalam
sajak itu ia mengatakan, bahwa pedang menikam perut siluman, pedang menyabet kepala
pengkhianat. Kata-kata ini menunjuk bahwa ia memiliki jiwa ksatria. Tapi pernyataannya
bahwa pedang harus disimpan untuk membunuh kauw, jangan dijajal untuk membacok
anjing, menunjukkan kesombongan. Pian liang Tio Beng kalau begitu ia orang Pian liang, she
Tio bernama Beng. Memikir begitu, ia lantas saja berkata, Tio kouw nio boen boe coan cay.
Aku sungguh merasa sangat kagum. Kalau begitu nona berasal dari keluarga sasterawan di
ibukota jaman yang lampau.
Si nona bersenyum. Ayahanda Thio Kauwcoe yang bergelar Gin kauw Tiat hoa itu barulah
merupakan seorang sasterawan kelas satu katanya.
Thio Kauw coe sendiri tentunya memiliki ilmu surat turunan. Sebentar aku ingin memohon
supaya Thio Kauw coe suka menulis sebuah sajak.
Paras muka Boe Kie lantas saja berubah merah. Waktu baru usia sepuluh tahun kedua orang
tuanya meninggal dunia dan ia belum keburu belajar banyak dari mendiang ayahnya.
Belakangan ia belajar ilmu ketabiban dan ilmu silat, sedang pengetahuannya dalam ilmu surat
dapat dikatakan masih cetek sekali. Maka itu, ia lantas saja berkata, Kalau Kauw nio meminta
aku menulis sajak seperti juga kau minta jiwaku. Sian hoe (mendiang ayahku) meninggalkan
aku selagi aku masih kecil dan aku belum keburu memetik pelajarannya. Dalam hal ini,
sungguh merasa sangat malu.
Begitu lekas semua tamu duduk, pelayan segera menyuguhkan the.
Dengan rasa heran, Yo Siauw dan kawan-kawannya mengawasi cangkir teh. Dalam cangkircangkir
itu yang berwarna hijau mengambang daun teh Liong ceng yang masih segar dan
yang menyiarkan bebauan sedap. Liong ceng adalah teh keluaran Kang lam dan tempat
dimana mereka terpisah ribuan li dari Kang lam. Cara bagaimana si nona bisa mendapatkan
daun the Liong ceng yang masih segar.
Tio Beng mengangkat cangkirnya terlebih dahulu, meneguk isinya dan kemudian
mengundang para tamunya minum. Sesudah beromong-omong beberapa saat, ia berkata,
Kalian datang dari tempat jauh dan untuk pelayanan yang serba kurang ini, aku minta kalian
suka memaafkan. Mungkin sekali kalian sudah lapar dan aku mengundang kalian makan saja
disini seada-adanya. Seraya begitu tanpa menunggu jawaban, ia berbangkit dan mengajak
para tamunya masuk ke dalam. Sesudah melewati beberapa lorong dan bangunan, tibalah
mereka di sebuah taman bunga.
Taman bunga itu yang sangat luas dihias dengan gunung-gunungan batu dan empang-empang.
Pohon-pohon kembangnya tidak banyak, tapi diatur secara indah sekali. Boe Kie sendiri tidak
dapat menghargai keindahan taman itu, tapi Yo Siauw, begitu melihatnya lantas saja
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 847
manggut-manggutkan kepalanya dan di dalam hati ia mengakui, bahwa majikan taman itu
benar-benar bukan sembarangan orang.
Di tengah-tengah Soei kok (semacam pendopo yang dikitari air) sudah dipasang dua meja
perjamuan. Tio Beng segera mengundang Boe Kie dan para pemimpin Beng kauw berduduk
di kursi kedua meja itu, sedang Sin cian Pat hiong Tio It Siang, Cian Jie pay dan enam
kawannya menemani para anggota Beng kauw di ruangan samping. In Lie Heng sendiri yang
belum bisa bergerak disuapi dan dilayani oleh Poet Hwie dalam sebuah kamar.
Sesudah meneguk kering secawan arak, Tio Beng berkata, Inilah Lie tin coe dari Siauw lin
yang tuanya sudah delapan belas tahun. Minumlah!
Yo Siauw, Wie It Siauw, In Thian Ceng dan yang lain-lain percaya, bahwa nona Tio adalah
seorang pendekar wanita. Tapi mereka tetap berhati-hati. Mereka memperhatikan poci dan
cawan arak yang bebas dari tanda-tanda mencurigakan. Sesudah Tio Siocia menceguk
araknya, barulah semua kesangsian hilang dan mereka lalu mulai makan minum dengan
gembira.
Dahulu, anggota Beng kauw dilarang meminum arak atau makan makanan berjiwa. Tapi
sedari jaman Cio Kauw coe, peraturan itu dirubah dan larangan dicabut. Sesudah pusat Beng
kauw dipindahkan ke gunung Koen loen san, daging dan minyak jadi lebih perlu lagi untuk
menahan hawa yang dingin.
Di empang seputar Soei kok terdapat tujuh-delapan pohon bunga yang menyerupai Coei-sian,
tapi banyak lebih besar dari Coei-sian dan kembangnya yang berwarna putih menyiarkan bau
yang sangat harum.
Nona Tio pandai bergaul dan ia beromong-omong secara bebas. Ia menceritakan banyak
kejadian dalam Rimba Persilatan di wilayah Tionggoan, beberapa di antaranya bahkan tidak
diketahui oleh orang-orang yang berpengalaman seperti In Thian Ceng dan puteranya.
Tentang Siauw lim, Go-bie dan Koen-loen tidak banyak dibicarakan olehnya, tapi terhadap
Tio Sam Hong dan Boe-tong Cit-hiap, ia mengutarakan rasa kagumnya. Setiap pujian yang
diberikan bukan umpakan kosong, tapi pujian tepat yang berdasarkan kenyataan.
Boe Kie dan yang lain-lain merasa senang sekali dan takluk akan pengetahuan si nona yang
sangat luas. Tapi kalau mereka balas menanyakan siapa gurunya, Tio Beng hanya tertawa. Ia
tidak menjawab atau memutar pokok pembicaraan ke jurusan lain.
Dengan beruntun nona Tio sudah mengeringkan beberapa cawan. Setiap piring sayur yang
disuguhkan, ia selalu memakannya terlebih dahulu, sehingga hilanglah segala kecurigaan
yang masih terdapat dalam hati para pemimpin Beng kauw. Karena pengaruh arak, kedua pipi
si nona bersemu dadu, sehingga ia kelihatannya lebih cantik lagi dan dalam kecantikannya
terdapat hawa keangkeran dan kegagahan yang membangkitkan rasa hormat dalam hati semua
orang.
Tio Kouw-nio, kami merasa sangat berterima kasih untuk penyambutanmu yang ramah tamah
ini, kata Boe Kie. Aku yang rendah sebenarnya ingin mengajukan sebuah pertanyaan, tapi aku
tidak berani membuka mulut.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 848
Mengapa Thio Kauwcoe menganggap aku sebagai orang luar? kata si nona. Kita semua samasama
berkelana dalam dunia Kangouw. Kata orang: Umat manusia di empat lautan adalah
masih saudara. Jika kalian tidak mencela, siauw-moay ingin sekali mengikat tali persahabatan
dengan kalian. Kalau Kauwcoe memerlukan suatu keterangan, asal saja siauw-moay tahu,
siauw-moay pasti akan memberi penjelasan dengan seterang-terangnya.
Kalau begitu baiklah, kata Boe Kie. Apa yang ingin aku menanyakan ialah, darimana Tio
Kauw-nio mendapat Ie-thian Po kiam itu?
Tio Beng bersenyum. Ia membuka pedang dari pegangannya dan menaruhnya di atas meja.
Semenjak bertemu tak henti2nya kalian mengawasi pedang ini, katanya. Mengapa begitu?
Apakah Kauw coe bisa memberitahukan sebab musababnya?
Ie thian kiam adalah milik Biat coat Soethay dari Go bie pay, jawabnya. Saudara2 dari agama
kami banyak sekali yang binasa di bawah pedang itu. Dadaku sendiri pernah ditikam dengan
pedang itu, sehingga hampir2 jiwaku melayang. Itulah sebabnya mengapa kami sangat
memperhatikannya.
Thio Kauw coe mempunyai Sin kang yang tiada tandingannya dalam dunia ini, kata Tio
Beng. Menurut cerita orang, dengan menggunakan Kian koen Tay lo ie, Thio Kauwcoe telah
merampas Ie thian kiam dari tangan Biat coat Soethay. Bagaimana Kauw coe sampai kena
dilukai? Selanjutnya siauw moay dengar, bahwa yang melukai Kauw coe adalah seorang
murid wanita Go bie pay yang ilmu silatnya tak seberapa tinggi. Hal ini dengan sesungguhnya
tidak dapat dimengerti olehku. Ia mengucapkan kata2 itu sambil mengawasi Boe Kie dengan
sorot mata tajam, sedang di kedua ujung bibirnya tersungging senyuman, tapi bukan
senyuman biasa.
Paras muka Boe Kie lantas saja berubah merah. Dari mana dia tahu kejadian itu? tanyanya di
dalam hati. Dengan paras jengah ia menjawab, Serangan itu datang dengan tiba-tiba, sedang
aku sendiri kurang waspada.
Kalau tak salah, Cioe Cie Jiak Cioe Cie cie cantik luar biasa kata pula si nona sambil tertawa.
Bukankah begitu?
Selebar muka Boe Kie jadi makin merah. Ah! Kau suka sekali berguyon katanya. Ia
mengangkat cawan, tapi sebelum menceguk isinya tangannya bergemetar sehingga sebagian
arak tumpah membasahi tangan bajunya.
Si nona bersenyum dan berkata. Siauw moay tak kuat minum, kalau minum lagi mungkin
sekali siauw moay akan melanggar adat. Sekarang saja siauw moay sudah mengeluarkan katakata
yang tak pantas. Siauw moay ingin minta permisi untuk masuk sebentar guna menukar
pakaian dan akan segera kembali. Kalian jangan berlaku sungkan dan makanlah secara bebas.
Seraya berkata begitu, ia berbangkit dan sesudah memberi hormat, ia bertindak keluar dari
Soei-kok. Pedang Ie thian-kiam ditinggalkan di atas meja.
Sementara itu, para pelayan terus mengeluarkan piring-piring makanan.
Para pemimpin Beng kauw saling mengawasi dan lantas berhenti makan. Lama juga mereka
menunggu, tapi Tio Beng belum juga kembali.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 849
Dengan meninggalkan pedangnya, ia kelihatannya menaruh kepercayaan penuh atas diri kita,
kata Cio Tian sambil menjemput pedang itu. Tiba2 ia mengeluarkan seruan kaget. Mengapa
begini enteng? tanyanya. Ia memegang gagangnya dan menariknya. Tiba2 jago2 itu serentak
bangkit dan mengawasinya dengan mata membelalak. Mengapa? Karena pedang itu bukan
terbuat daripada logam tapi hanya sebatang pedang kayu! Badan pedang yang ke-kuning2an
mengeluarkan bau harum dari kayu garu.
Dengan bingung Cioe Tian memasukkannya lagi ke dalam sarung. Yo Yo Co soe permainan
apa yang sedang dilakukan ini? tanyanya dengan suara terputus-putus. Biarpun sering
bertengkar dengan Yo Siauw, di dalam hati ia selalu mengakui kecerdasan Co coe itu,
sehingga dalam bingungnya tanpa merasa ia mengajukan pertanyaan tersebut.
Dengan paras muka berkuatir Yo Siauw berbisik, Kauw coe, sepuluh sembilan Tio siocia
mengandung maksud yang kurang baik. Kita sekarang berada di tempat bahaya dan jalan
yang paling baik ialah menyingkir se-cepat2nya.
Takut apa? bentak Cioe Tian. Kalau mereka main gila, apakah kita yang berjumlah begini
besar, masih tak cukup untuk menghajarnya?
Sedari masuk di Lek lioe-chung, aku merasa tempat ini diliputi dengan teka-teki, kata Yo
Siauw tanpa meladeni Cioe Tian. Mau dikata tempat orang baik-baik kelihatannya bukan
tempat orang baik-baik. Mau dikata sarang penjahat, bukan sarang penjahat. Aku tidak dapat
menerka tempat apa sebenarnya Lek lioe chung ini. Biar bagaimanapun jua, aku tidak dapat
menghilangkan perasaan bahwa kita sekarang berada di tempat yang sangat berbahaya, Kauw
coe sebaiknya kita angkat kaki.
Yo Co coe, kau benar, kata Boe Kie. Sekarang saja kita berpamitan. Seraya berkata begitu, ia
berbangkit.
Kauw coe, apakah kau tak mau menyelidiki kemana perginya Ie-thian kiam yang tulen? tanya
Tiat-koan Too-jin.
Menurut pendapatku, semua teka-teki ini telah diatur oleh Tio-soe-cia, kata Pheng Eng Giok.
Dia pasti mempunyai maksud tertentu. Andai kata kita tak cari dia, dia tentu akan cari kita.
Tak salah, katanya. Kita harus menggunakan siasat. Menguasai lawan dengan bertindak
belakangan, menunggu letihnya musuh dengan menyembunyikan diri.
Semua orang lantas saja meninggalkan Soei-kok, kembali ke toa thia dan meminta supaya
beberapa pegawai yang bertugas disitu melaporkan kepada nona Tio, bahwa para tamu dari
Beng kauw menghaturkan terima kasih dan berpamitan.
Tio Beng buru-buru keluar. Ia sekarang mengenakan baju dari sutera kuning, sehingga
kelihatannya jadi lebih ayu lagi. Baru saja kita bertemu, mengapa kalian sudah mau berangkat
lagi? tanyanya. Apakah penyambutan siauw-moay tidak memuaskan?
Janganlah Kauw-nio mengatakan begitu, jawab Boe Kie. Kami sangat merasa berterima kasih
atas budi kecintaan Kauw-nio. Mana bisa jadi kami mencela kesambutan yang begitu ramah
tamah? Kami perlu segera berangkat sebab mempunyai tugas yang sangat penting. Di
belakang hari kita pasti akan bertemu lagi.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 850
Bibir si nona bergerak, ia seperti mau bersenym, tapi bukan bersenyum biasa. Ia mengantar
semua tamunya sampai di pintu depan, sedang Sin-cian Pat-hiong berdiri di pinggir jalan
dengan sikap hormat.
Sesudah menyoja, Boe Kie dan rombongannya lantas saja melompat ke punggung kuda dan
tanpa bicara lagi, mereka melarikan tunggangan-tunggangan itu.
Tidak lama kemudian mereka itu sudah terpisah amat jauh dari Lek-lioe chung dan tiba di
sebelah tanah datar dan sepi.
Nona itu mungkin tak mempunyai maksud jahat, kata Cioe-Tian dengan tiba2. Bisa jadi,
dengan pedang kayu itu ia hanya ingin berguyon dengan Kauw coe, Yo-heng, kali ini kau
salah mata.
Yo Siauw tak lantas menjawab. Alisnya berkerut dan beberapa saat kemudian barulah
berkata, Akupun tak bisa mengatakan, tidak bisa menebak, apa maksud nona itu yang
sebenarnya. Aku hanya merasa, bahwa ada sesuatu yang kurang beres.
Cioe Tian tertawa nyaring. Ha-ha! Yo Co soe yang namanya besar, baru saja bergebrak sekali
di Kong beng teng sudah berubah menjadi seorang penakut aduh!... Badannya mendadak bergoyang2
dan ia terjungkal dari tunggangannya.
Swee Poet Tek yang berada paling dekat lantas saja melompat turun dan membangunkannya.
Cioe heng, mengapa kau?
Cioe Tian tertawa. Tidak tidak apa-apa, jawabnya. Sebab minum terlalu banyak, kepalaku
agak pusing.
Berbareng dengan terdengarnya perkataan pusing, paras muka para pemimpin Beng Kauw
lantas saja berubah pucat. Sedari meninggalkan Lek-lioe chung, mereka semua memang
sudah merasa agak pusing. Karena menganggap bahwa perasaan itu adalah akibat arak,
mereka tidak memperdulikan. Tapi Cioe Tia yang terkenal kuat minum dan mempunyai
Lweekang tinggi, tak mungkin bisa roboh karena beberapa cawan arak itu. Kejadian ini mesti
ada latar belakangnya.
Sambil mendongak mengawasi langit, Boe Kie mengasah otak. Ia mengingat-ingat isi Tok
keng dari mendiang Ong Kauw. Racun apakah yang tanpa warna, tanpa rasa dan bau, bisa
menerbitkan rasa pusing? Ia mengingat-ingat kitab itu dari kepala sampai di buntut, tapi tak
ada racun yang seperti itu. Makanan dan arak yang dimakannya tidak berbeda dengan arak
yang dimakan oleh kawan-kawannya. Mengapa dia sendiri tidak merasai apapun juga? Heran
sungguh!
Sekonyong-konyong bagaikan kilat, dalam otaknya berkelebat suatu ingatan. Ia terkesiap
parasnya pucat pasi. Semua orang yang turut makan minum di Soei kok turun teriaknya
dengan gugup. Duduk bersila, tapi sekali-kali tidak boleh mengerahkan khie (hawa).
Bernafaslah secara wajar. Ia berdiam sejenak dan kemudian berkata pula, Kuminta saudarasaudara
dari Ngo heng kie dan Peh bie kie berpencar dan berbaris di empat penjuru untuk
menjaga keselamatan para pemimpin kita. Siapapun jua yang mendekati, bunuhlah! Sesudah
Peh bie kauw mempersatukan diri dengan Beng kauw, dengan perkataan kauw (agama)
dibuang dan diganti dengan Kie (bendera).
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 851
Anggota keenam bendera itu membungkuk, menghunus senjata dan lalu berpencaran untuk
menunaikan tugas yang diberikan oleh sang Kauw coe. Sebelum aku kembali, kalian semua
tidak boleh berkisar dari tempat penjagaan, kata pula Boe Kie.
Semua orang kaget bukan main. Mereka hanya merasai sedikit pusing. Mengapa kauw-coe
mereka jadi begitu bingung? Kalian, dengarlah kata Boe Kie dengan suara sungguh-sungguh.
Biar bagaimana tidak enakpun, kalian tidak boleh, sekali-kali tidak boleh mengerahkan tenaga
dalam. Kalau racun mengamuk tak akan ada obat lagi untuk menolong kalian!
Semua orang jadi terlebih kaget.
Dalam saat, dengan sekali berkelebat Boe Kie melesat belasan tombak jauhnya. Ia tidak mau
menggunakan kuda sebab larinya binatang itu dianggap masih terlalu lambat. Sambil
mengempos semangat, dengan ilmu ringan badan yang paling tinggi, ia terbang ke Lek hoechung.
Jarak duapuluh li lebih dilaluinya dalam sekejap mata, bagaikan seekor burung ia masuk ke
dalam perkampungan. Para penjaga melihat berkelabatnya satu bayangan. Mereka sama sekali
tak menduga, bahwa seorang manusia sudah menerobos masuk dari tempat jaganya.
Tanpa menyia-nyiakan waktu, Boe Kie berlari-lari ke Soei kok. Dari kejauhan ia melihat
seorang wanita yang mengenakan baju warna hijau sedang membaca buku sambil minum teh.
Wanita itu bukan lain dari Tio Beng.
Mendengar tindakan kaki, si nona menengok dan bersenyum.
Tio Kauw nio, kata Boe Kie, aku minta beberapa pohon rumput. Tanpa menunggu jawaban,
kakinya menotol tepi empang dan melompat ke Soei kok, badannya melayang di permukaan
air, seolah-olah seekor capung. Sambil melayang kedua tangannya mencabut tujuh delapan
pohon yang menyerupai pohon bunga Coei sian. Tapi sebelum kedua kakinya hinggap di Soei
kok, tiba-tiba terdengar sret srr beberapa senjata rahasia yang sangat halus menyambar
dirinya. Dengan sekali mengibas, ia sudah menggulung semua senjata rahasia itu di dalam
tadang saku bajunya dan hampir berbareng, ia mengebut Tio Beng dengan tangan baju kiri. Si
nona berkelit dan angin kebutan itu sudah melontarkan poci dan cangkir teh yang jatuh
hancur.
Sesudah berdiri tegak di lantai Soei-kok, Boe Kie melihat, bahwa pada setiap pohon bunga
terdapat ubi sebesar telur ayam, merah. Ia girang sebab obat pemunah racun sudah
didapatkan. Terima kasih untuk obat ini, aku sekarang mau berangkat! katanya sambil
memasukkan pohon-pohon itu ke dalam sakunya.
Datangnya gampang, perginya mungkin tidak begitu gampang, kata si nona sambil tertawa. Ia
melemparkan buku yang dipegangnya seraya menarik keluar dua batang pedang yang tipis
bagaikan kertas dari dalam buku itu. Tanpa mengeluarkan sepatah kata lagi, ia menerjang.
Karena memikiri orang-orang yang kena racun, Boe Kie sungkan berkelahi lama-lama. Ia
mengibaskan tangan bajunya dan beberapa belas jarum emas milik si nona berbalik
menyambar majikannya. Dengan satu gerakan yang sangat indah Tio Beng menyelamatkan
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 852
diri. Bagus! memuji Boe Kie. Dilain detik, si nona sudah mulai menyerang dengan kedua
pedangnya.
Sambil mengegos Boe Kie berkata dalam hatinya, Perempuan ini sungguh kejam. Jika aku
tidak memiliki Kioe yang Sin kang dan tidak pernah membaca Tok keng, hari ini jiwa para
pemimpin Beng kauw tentu sudah terbinasa di dalam tangannya. Sesudah mengegos, kedua
tangannya menyambar untuk merampas senjata si nona. Tapi Tio Beng cukup lihay, ia
membalik kedua jari tangannya dan pedangnya memapas jari-jari tangan Boe Kie. Melihat
kecepatan si nona Boe Kie merasa kagum. Tapi Sin kang bukan ilmu biasa. Biarpun gagal
dalam usaha merampas senjata Sin kang itu sudah mengebut jalan darah di kedua pergelangan
tangan Tio Beng, sehingga si nona tidak dapat mencekal lagi senjatanya. Tapi sebelum
senjatanya terlepas, bagaikan kilat ia menimpuk. Boe Kie miringkan kepalanya dan kedua
pedang itu amblas di tiang Soei kok.
Ia kaget. Ia kaget bukan lantaran tingginya ilmu si nona. Dalam ilmu silat Tio Beng masih
kalah dari Yo Siauw, Wie It Siauw atau In Thian Ceng. Ia kaget sebab kecerdasan nona itu,
yang bisa segera mengubah siasat dengan mengimbangi keadaan. Sesudah jalan darahnya
dikebut dan ia tidak bisa mencekal lagi senjatanya, ia bisa berpikir cepat dan menimpuk.
Kalau Boe Kie kurang gesit, pedang yang sangat tajam itu tentu sudah amblas di batok
kepalanya. Dalam pertempuran, sering kejadian bahwa seseorang yang ilmu silatnya lebih
rendah berhasil merobohkan seorang yang ilmunya lebih tinggi. Sebab musababnya terletak di
sini.
Sesudah kedua pedangnya ditimpukkan, buru-buru Tio Beng menjemput pedang Ie thian kiam
kayu yang menggeletak di atas meja. Tanpa menghunusnya, ia menyodok pinggang Boe Kie
dengan sarung pedang. Boe Kie berkelit, tangan kanannya menyambar dan kali ini, ia berhasil
merampas Ie thian kiam kayu itu.
Tio Beng melompat mundur. Thio kong coe, katanya sambil tertawa, apakah itu yang
dinamakan Kian koen Tay lo sin kang? Kulihat Sin kang itu sama sekali tidak mengherankan.
Sambil tersenyum Boe Kie membuka telapak tangan kirinya yang ternyata menggenggam
sekuntum kembang mutiara, yaitu yang dipakai di kondai si nona.
Tio Beng kaget tak kepalang. Dia memetik perhiasanku, tanpa aku merasa, katanya di dalam
hati. Kalau dia mau mencelakai aku, kalau dia itu mau menotok Tay yang hiatku, jiwaku tentu
sudah melayang. Tapi, sedang jantungnya memukul keras paras mukanya tidak berubah. Ia
tertawa tawar dan berkata, Jika kau senang dengan kembang itu, aku bersedia menghadiahkan
dengan suka rela, tak perlu kau merampasnya.
Boe Kie merasa jengah. Aku pulangkan, katanya sambil melontarkannya. Sesudah itu ia
memutar badan dan melompat ke atas dari Soei-kok.
Tahan! seru si nona seraya menyambuti kembang mutiara itu.
Boe Kie menengok.
Mengapa kau curi dua butir mutiara? tanya Tio Beng.
Justru aku tak punya waktu untuk berguyon, jawabnya.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 853
Nona Tio mengangkat kembangnya tinggi-tinggi. Lihatlah! katanya. Dua butir mutiara hilang.
Boe Kie melirik dan memang benar dua butir mutiara tidak ada pada tempatnya tapi ia tahu,
bahwa kedua mutiara itu sudah sengaja disingkirkan oleh pemiliknya. Ia mengerti, bahwa si
nona mau memancingnya untuk menjalankan akal bulusnya lagi. Maka itu, ia tidak mau
meladeni lagi. Sambil mengeluarkan suara di hidung, ia bertindak keluar.
Thio Boe Kie! bentak Tio Beng. Kalau kau mempunyai nyali, datanglah kepadaku dalam
jarak tiga tindak.
Tapi Boe Kie tidak kena dibikin panas. Kalau kau menganggap aku bernyali tikus, apa boleh
buat, katanya sambil bertindak turun dari undakkan Soei-kok.
Melihat semua akalnya tidak berhasil, paras muka Tio Beng lantas saja berubah. Sudahlah!
katanya dengan suara putus harapan. Hari ini aku kalah. Mana aku ada muka untuk bertemu
lagi dengan lain manusia? Ia mencabut sebatang pedang yang menancap di tiang dan
berteriak, Thio Boe Kie, terima kasih bahwa kau sudah menyempurnakan aku!
Boe Kie menengok. Tiba-tiba sinar putih berkelebat. Tio Beng mengayun tangannya untuk
menancapkan pedang di dadanya.
Boe Kie tertawa dingin dan berkata, Aku tak akan kena Sebelum perkataan ditipu keluar dari
mulutnya, ujung pedang sudah menancap di dada si nona. Tio Beng berteriak, tubuhnya
terkulai.
Kali ini Boe Kie benar-benar kaget. Ia tidak pernah menyangka, bahwa si nona beradat begitu
keras. Asal saja pedang tidak melanggar isi perut, aku masih bisa menolong, pikirnya sambil
melompat untuk memeriksa luka si nona.
Tapi baru saja ia tiba dalam jarak tiga tindak dari meja, mendadak kakinya kejeblos, tubuhnya
meluncur ke bawah!
Celaka! ia mengeluh. Cepat bagaikan kilat ia mengibaskan kedua tangan bajunya ke bawah
sehingga untuk sedetik, tubuhnya terhenti di tengah udara. Hampir berbareng, satu tangannya
coba menepuk pinggiran meja. Kalau kena dengan meminjam tenaga, ia bisa menyelamatkan
diri. Tapi Tio Beng yang hanya pura2 bunuh diri, sudah menduga usaha pemuda itu dan
dengan cepat ia menyampok dengan tangan kanannya. Selagi kedua tangan kebentrok, tubuh
Boe Kie merosot ke bawah.
Dalam bingungnya, ia membalik tangan dan coba mencengkeram jari-jari tangan Tio Beng
tapi jari-jari tangan si nona licin luar biasa, bagaikan licinnya lindung, sehingga tidak dapat
dicengkeram! Cekalannya terlepas!
Pada detik yang sangat berbahaya, Sin kang yang dimiliki Boe Kie memperlihatkan
kelihayannya. Biarpun cekalannya terlepas, tapi sebab cekalannya itu, ia berhasil meminjam
sedikit tenaga, sehingga kemerosotan tubuhnya terhenti untuk sedetik dan tangannya
menjambret lengan si nona. Jambretan itu berhasil! Ia mengerahkan Sin kang untuk melompat
ke atas. Kali ini maksudnya gagal. Karena tubuhnya berat dan Tio Beng enteng, maka begitu
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 854
ia membetot, tubuh si nona terjungkal dan tidak dapat tercegah, kedua-duanya tergelincir ke
dalam lubang kemudian sesaat terdengar trang! tutupan lubang tertutup lagi.
Lubang itu, atau lebih benar sumur, tidak terlalu dalam, hanya belasan tombak. Begitu
hinggap di dasarnya, Boe Kie melompat dengan menggunakan ilmu Pek houw Yoe ciang
(Cicak merayap di tembok), ia merayap ke atas. Setelah sampai di atas, ia mendorong tutupan
sumur beberapa kali, tapi tidak bergeming. Tutupan itu, yang dingin seperti es, adalah
selembar besi tebal yang dipegang erat-erat dengan semacam alat. Walaupun memiliki sin
kang, tapi lantaran badannya berada di tengah udara, ia tidak bisa meminjam tenaga. Sesudah
mendorong beberapa kali tanpa berhasil, ia terpaksa melompat turun lagi.
Tio Beng tertawa geli. Tutupan itu dipegang dengan delapan batang baja yang kasar, katanya.
Dengan berada di bawahnya, cara bagaimana kau bisa membukanya?
Boe Kie sangat mendongkol. Ia tak dapat meladeni dan meraba-raba pinggiran sumur yang
licin dan dingin.
Thio kongcu. Peh houw Yoe ciangmu betul betul lihay, kata si nona. Lubang jebakan ini
terbuat daripada baja murni yang licin luar biasa. Tapi kau masih bisa naik ke atas, betul-betul
hebat..hi..hi..hi!
Apa yang lucu? bentak Boe Kie. Mendadak ia ingat, bahwa nona itu sangat licin. Di dalam
sumur mungkin terdapat sebuah jalan rahasia. Aku tak dapat membiarkan dia kabur seorang
diri, pikirnya. Memikir begitu, ia segera mencengkeram tangan si nona.
Tio Beng terkesiap, mau apa kau? tanyanya.
Kau tak usah harap bisa lari seorang diri jawab Boe Kie. Kalaukau masih kepingin hidup,
bukalah jalan keluar.
Kau tak usah bingung, kata Tio Beng. Kita tidak akan mati kelaparan dalam jebakan ini.
Kalau orang-orangku tidak melihat aku, mereka pasti akan datang kemari untuk melepaskan
kita. Aku hanya kuatir, mereka menduga aku pergi keluar. Jika mereka menduga begitu,
celakalah kita.
Apa dalam sumur ini tak ada jalanan keluar?
Kulihat kau bukan manusia goblok, tapi mengapa kau ajukan pertanyaan setolol itu? Jebakan
ini dibuat bukan untuk ditempati sendiri, tapi untuk menangkap musuh. Perlu apa dibikin
jalan keluar?
Boe Kie merasa perkataan Tio Beng ada benarnya jua. Menjeblaknya papan tutupan dan
jatuhnya kita pasti didengar oleh orang-orangmu, katanya. Mengapa mereka belum datang?
Lekas panggil mereka!
Orang-orangku sedang menjalani tugas, jawabnya. Besok kira-kira pada waktu begini, barulah
mereka kembali. Kau tidak perlu bingung. Mengasolah tenang-tenang. Tadi kau sudah makan
kenyang.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 855
Boe Kie jadi gusar. Ia tak keberatan untuk berdiam lebih lama dalam jebakan itu. Tapi
bagaiman keselamatan kakeknya dan yang lain2? Ia menyengkeram tangan si nona terlebih
keras dan membentak, Kalau kau tidak segera melepaskan aku, terlebih dahulu aku akan
segera mengambil jiwamu.
Tio Beng tertawa, Jika kau bunuh aku, kau takkan bisa keluar dari penjara ini, katanya. Eh!...
perlu apa kau pegang tanganku?
Boe Kie jadi malu hati. Buru2 ia melepaskan cekalannya, mundur dua tindak dan lalu duduk
di lantai. Tapi karena sumur itu terlalu kecil, mau tidak mau ia mengendus juga bebauan
wangi yang keluar dari badan si nona.
Makin lama ia makin mendongkol. Tiba-tiba ia berbangkit dan berkata dengan suara gusar,
Beng kauw dan kau belum pernah sama sekali bermusuhan. Mengapa kau begitu jahat?
Ada banyak hal yang tak dimengerti olehmu jawabnya. Sebab kau sudah bertanya begitu,
biarlah aku menceritakan sebab musababnya, dari kepala sampai di buntut. Apa kau tahu
siapa sebenarnya aku?
Boe Kie ingin sekali mendengar asal usul dan maksud nona itu. Tapi kalau ia mendengar
cerita, mungkin sekali In Thian Ceng dan yang lain sudah keburu mati. Apapula, cerita wanita
itu tentu benar. Jalan satu2nya adalah memaksa supaya ia membuka papan tutupan. Memikir
begitu, ia lantas saja berkata, Aku tak punya waktu untuk mendengari ceritamu.jawablah
pertanyaanku. Kau mau atau tidak mau teriaki orang-orangmu untuk membuka papan tutupan
itu?
Aku sudah memberitahukan kau bahwa semua orang2ku tak berada di sini, jawabnya. Selain
itu teriakan yang bagaimana keraspun takkan terdengar di luar jebakan ini.
Darah Boe Kie meluap, bagaikan kalap ia menubruk. Tio Beng kaget dan coba melawan, tapi
jalan darahnya segera tertotok dan ia tak bisa bergerak lagi.
Sambil mencekik tenggorokan si nona, Boe Kie membentak. Sedikit saja aku menambah
tenaga, jiwamu melayang!
Tio Beng mengap-engap. Tiba2 ia menangis. Kau hinakan aku! Kau hinakan aku! teriaknya.
Kejadian ini lagi-lagi di luar dugaan Boe Kie. Ia melepaskan cengkeramannya dan berkata,
Aku tak berminat untuk menghinakan kau. Aku hanya ingin supaya kau melepaskan aku.
Baiklah, kata si nona. Aku akan panggil orang-orangku. Sehabis berkata begitu, ia berteriak.
Hei !... hei!... kemari! Buka tutup jebakan! Aku jatuh ke dalam penjara baja. Tapi di luar
hanya sepi-sepi saja. Ia sekarang tertawa dan berkata, Kau lihatlah! Bukankah tak berguna
aku berteriak-teriak?
Sungguh kau tak mengenal malu! kata Boe Kie dengan mendongkol. Sebentar menangis,
sebentar tertawa.
Kau yang tak tahu malu! bentak si nona. Lelaki menghina perempuan.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 856
Boe Kie mengeluarkan suara di hidung. Kau bukan perempuan biasa! katanya. Akal bulusmu
terlalu banyak, sepuluh lelaki belum tentu bisa menandingi kau seorang.
Tio Beng tertawa geli. Aku rendah tak sanggup menerima pujian terlalu tinggi dari Thio
Kauw coe yang mulia, katanya.
Boe Kie menggertak gigi. Waktu sudah mendesak, kalau ia ayal-ayalan, semua pemimpin
Beng Kauw akan binasa. Tiba2 tangannya menyambar dan merobek bagian bawah dari kain si
nona.
Tio Beng terkesiap dan berteriak dengan suara terputus-putus. Mau bikin apa kau?
Jika kau bersedia melepaskan aku dari penjara ini, manggutkan saja kepalamu, jawabnya.
Mengapa begitu? tanya pula si nona.
Boe Kie tidak menyahut, tapi segera membasahi kain sobekan itu dengan ludahnya. Maaf, aku
tidak bisa berbuat lain, katanya seraya menyumbat mulut dan hidung si nona dengan kekainan
itu.
Tio Beng tak bisa bernafas. Tapi ia bandel sekali. Walaupun dadanya menyesak dan selebar
mukanya sudah berubah merah, ia tetap tak mau mengangguk. Akhirnya kedua matanya
berkunang-kunang dan ia pingsan.
Lalu Boe Kie memegang nadi si nona, ketukan nadi itu ternyata sudah sangat lemah, sehingga
ia buru buru mencabut kekainan yang menyumbat mulut dan hidung.
Beberapa saat kemudian, Tio Beng tersadar. Ia membuka kedua matanya dan mengawasi
dengan penuh kegusaran.
Tak enak bukan? tanya pemuda itu. Bagaimana? Apa kau bersedia untuk melepaskan aku?
Tidak nanti! bentaknya dengan bernafsu. Biarpun pingsan ratusan kali, tidak nanti ku
melepaskan kau. Kalau penasaran, kau boleh membunuhku.
Mendengar jawaban yang keras kepala itu, Boe Kie tertegun dan tak tahu apa yang harus
diperbuatnya. Akhirnya sambil menggertak gigi ia berkata, Untuk menolong jiwanya banyak
orang, aku terpaksa berlaku kasar terhadapmu dan kuharap kau suka memaafkan. Sehabis
berkata begitu, ia memegang kaki kiri Tio Beng dan melocotkan sepatu serta kaus kakinya.
Si nona kaget bercampur gusar. Anak bau! Mau berbuat apa kau? teriaknya.
Tanpa menjawab Boe Kie lalu membuka sepatu dan kaus kaki dan kemudian, dengan telunjuk
ia menotok Yong coanhiat, di kedua telapak kaki si nona. Sesudah itu, ia mengerahkan Kioeyang
Sin-kang dan mengirim hawa hangat dari hiat tersebut.
Yong coanhiat, yang terletak di bagian cekung telapak kaki, adalah permulaan dari jalan darah
Ciok siauw im Kian keng dan merupakan bagian tubuh manusia yang sangat perasa. Sebagai
seorang yang mahir ilmu ketabiban Boe Kie tahu kenyataan itu. Jika bagian itu dikitik, orang
akan merasa geli luar biasa, sehingga sekujur tubuhnya lemas kesemutan. Kiu yang Sin kang
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 857
yang dikirim Boe Kie seratus kali lebih daripada dikitik. Semula Tio Beng tertawa geli terus
menerus ia mau meronta tapi karena ditotok kaki tangannya tidak bisa bergerak. Sesaat
kemudian, ia merasai penderitaan yang lebih hebat daripada bacokan golok atau cambukan. Ia
merasa seperti juga berlaksa kutu merayap dan menggigit isi perutnya serta tulang tulangnya.
Dari tertawa ia sekarang menangis dan sesambat.
Sambil mengeraskan hati Boe Kie terus mengirim Sin kangnya. Keringat dingin membasahi
baju si nona, jantungnya seolah olah mau melompat keluar. Anak bau! cacinya. Bangsat
bangsat tengik! Satu hari aku aku akan cincang kau!... Aduh! Ampun!... ampun!... Thio
Kongcoe hu.hu hu!...
Kau mau lepas aku atau tidak? tanya Boe Kie.
Leıpas! Ampun!... jawabnya.
Boe Kie segera menarik pulang Sin kang-nya dan menepuk punggung si nona beberapa kali,
sehingga jalan-jalan darah yang tertotok segera terbuka lagi.
Nafas Tio Beng tersengal-sengal. Beberapa saat kemudian, barulah ia bisa membuka suara.
Bangsat! Pakaikan sepatuku.
Boe Kie segera mengambil kaos kaki dan sepatu dan kemudian memegang kaki kiri si nona.
Tadi, waktu membukakan, dalam gusarnya, ia tak punya lain pikiran. Tapi sekarang, begitu
tangannya menyentuh tumit kaki yang halus lemas itu, jantungnya memukul keras. Di lain
pihak, si nona pun mendapat perasaan serupa, sehingga parasnya lantas saja berubah merah.
Untung juga karena berada di tempat gelap Boe Kie tak lihat perubahan paras muka itu.
Dengan cepat kedua kakinya sudah memakai lagi sepatu dan kaos kaki. Tiba-tiba ia mendapat
perasaan luar biasa. Di dalam hati kecilnya ia kepingin pemuda itu memegang lagi kakinya.
Mendadak ia tersadar. Kupingnya mendengar bentakan Boe Kie. Lekas! Lekas lepaskan aku.
Tanpa menjawab tangannya meraba dinding jebakan dan kemudian dengan gagan pedang, ia
mengetuk-ngetuk sebuah lingkaran yang diukir pada dinding baja itu. Sesudah mengetuk
beberapa kali, sekonyong-konyong terdengar suara menjeblak dan tutupan jebakan terbuka.
Ternyata pada lingkaran itu terdapat alat rahasia yang dihubungkan dengan penjaga di luar
jebakan. Begitu melihat isyarat yang diberikan oleh majikannya, si penjaga segera membuka
tutup lubang.
Boe Kie kaget tercampur girang. Mari kita keluar, katanya.
Tapi Tio Beng tidak bergerak, ia tetap berdiri sambil menundukkan kepala. Melihat begitu
dan mengingat akan perbuatannya, Boe Kie merasa tidak enak hati. Ia membungkuk seraya
berkata, Tio Kauw nio, tadi sebab sangat terpaksa aku sudah melakukan perbuatan yang
sangat tidak pantas terhadapmu. Kuharap kau tidak menjadi gusar.
Si nona tetap tidak menyahut. Ia bahkan memutar badan dan berdiri menghadapi dinding
jebakan. Pundaknya bergoyang-goyang seperti orang lagi menangis. Waktu sedang mengadu
kepandaian, Boe Kie merasa sangat mendongkol terhadap nona itu yang dianggapnya sebagai
wanita kejam. Tapi sekarang di dalam hatinya muncul rasa kasihan. Tio Kauw nio, katanya
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 858
dengan suara menyesal, aku mau pergi sekarang. Aku mengakui, bahwa aku sudah berbuat
kedosaan terhadapmu dan kuharap kau suka memaafkan. Sehabis berkata begitu, dengan
menggunakan ilmu Pek houw Yoe ciang ia merayap ke atas. Setibanya di mulut lubang
sambil menendang pinggiran jebakan sehingga badannya lantas saja melesat ke atas, ia
mengibaskan kedua tangan bajunya untuk menjaga bokongan. Sebelum kakinya hinggap di
bumi, ia menyapu seputar Soe kok dengan kedua matanya, tapi disitu tidak kelihatan
bayangan manusia.
Tanpa menyia-nyiakan waktu lagi ia melompati tembok dan dengan menggunakan ilmu
ringan badan, menuju ke tempat berkumpulnya rombongan Beng Kauw. Karena terjebak, ia
sudah terlambat kira-kira satu jam. Apa In Thian Ceng dan yang lain-lain masih bisa
ditolong? Dengan penuh rasa kuatir, ia berlari-lari sekeras-kerasnya dan dalam beberapa saat,
ia sudah hampir tiba di tempat yang dituju.
Mendadak hatinya mencelos. Bukan main kagetnya sebab ia lihat sepasukan serdadu Mongol
berkuda sudah mengurung rombongan Beng kauw dan melepaskan anak panah. Celaka ia
mengelak dan mempercepat tindakannya.
Sekonyong-konyong di tengah rombongan Beng kauw terdengar suara seorang wanita yang
sangat nyaring. Swi-kim kie menyerang dari timur laut! Ang soe kie mengurung ke barat
daya.
Itulah suara Siauw Ciauw! Hampir berbareng dengan komando itu, pasukan Beng kauw yang
membawa bendera putih yang menerjang dari timur laut dan sepasukan lain yang membawa
bendera hitam mengurung ke barat daya. Barisan Goan segera dipecah untuk menahan kedua
pasukan itu. Mendadak Houw toaw kie yang membawa bendera kuning dan Kie kok kie yang
membawa bendera hijau menyerang dari tengah. Mereka menerjang bagaikan sepasang naga
yang kuning yang lain hijau. Barisan Goan lantas saja terpukul pecah dan terpaksa mundur.
Dengan beberapa kali lompatan, Boe Kie sudah berada di antara orang-orangnya sendiri.
Melihat pemimpin mereka, para anggota Beng kauw terbangun semangatnya. In Thian Ceng,
Yo Siauw dan yang lain-lain masih tetap bersila di tempat tadi, sedang Siauw Ciauw
memimpin gerakan-gerakan Ngo heng kie dan Peh bie dengan berdiri di atas bukit kecil dan
sebelah tangannya memegang bendera. Di bawah pimpinan si nona yang menggerakkan
keenam bendera menurut ilmu Kie boen Pat kwa, serangan-serangan barisan Goan selalu
dapat dipukul mundur.
Thio Kongcoe, gantikan aku, kata Siauw Ciauw dengan suara girang.
Pimpin terus! jawab Boe Kie. Aku akan coba membekuk pemimpin barisan musuh. Tiba-tiba
beberapa batangan panah menyambar ke arahnya. Dengan cepat ia menjambret sebatang
tombak dari tangan seorang anggota Beng kauw dan memukul jatuh semua anak panah itu.
Sesudah itu, sambil mengerahkan Sin kang ia menimpuk dengan tombaknya yang amblas di
dada seorang Peh hoe thio. Sejumlah serdadu yang mengiring Peh hoe thio itu jadi ketakutan
dan mundur serabutan.
Se-konyong2 dari kejauhan terdengar bunyi terompet tanduk, disusul dengan munculnya
belasan penunggang kuda yang mendatangi dengan cepat. Boe Kie yang bermata paling jeli
lantas saja mengenali bahwa dalam rombongan itu terdapat Sio Cian Pat hiong. Ia kaget dan
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 859
berkata dalam hatinya. Kalau mereka turun tangan banyak saudara bakal jadi korban. Lebih
baik aku turun tangan lebih dahulu.
Tapi lantas saja ternyata bahwa mereka tak bermaksud untuk menyerang. Dari jauh Tio It
Siang, yang jadi pemimpin sudah meng-goyang2kan sebatang tongkat pendek kepala naga
yang berwarna kuning emas. Majikan mengeluarkan perintah untuk segera menarik pulang
tentara! teriaknya.
Seorang Cian hoe thio yang memimpin barisan itu lantas saja beteriak dalam bahasa Mongol
dan seluruh barisan segera mundur dengan teratur.
Sementara itu, dengan tangan menyangga nampan, Cian Jie pay melompat turun dari
tunggangannya dan menghampiri Boe Kie seraya membungkuk ia berkata, Majikanku minta
Kauw coe suka menerima ini sebagai kenang2an. Di atas nampan itu yang dialaskan dengan
selembar sutera sulam warna kuning terdapat sebuah kotak emas dengan ukir2an yang sangat
indah.
Boe Kie menjemput kotak itu yang kemudian lalu diserahkan kepada Siauw Ciauw. Cian Jie
pay membungkuk lagi, mundur tiga tindak dan kemudian barulah melompat ke punggung
tunggangannya.
Sesudah musuh mundur dan rombongan Sin-cian Pat hiong berlalu, tanpa menyia-nyiakan
waktu lagi Boe Kie segera mengeluarkan pohon-pohon bunga yang serupa Cioe sian dari
sakunya. Ia minta air bersih dan kemudian menghancurkan semua ubi yang warna merah di
dalam air. Campuran itu segera diberikan kepada Ie Thian Ceng dan yang lain2 untuk
diminum. Kecuali Boe Kie sendiri yang dilindungi Kioe yang sin kang sehingga tak mempan
racun, semua orang yang turut makan minum dalam Soet kok sudah kena racun. Yo Poet
Hwie terbebas sebab ia menemani In Lie Heng di dalam kamar, begitupun Siauw Ciauw dan
para anggota Beng kauw yang lainnya, yang makan minum di lain ruangan.
Obat yang diberikan Boe Kie sangat mustajab. Belum cukup setengah jam, rasa pusing sudah
hilang dan yang masih ketinggalan hanya perasaan lemas.
Menjawab pertanyaan beberapa orang cara bagaimana ia tahu tentang keracunan itu, sambil
menghela napas Boe Kie berkata. Kita semua berhati-hati dan kalau racun ditaruh dalam
makanan atau minuman, kita bisa segera mengetahuinya. Di luar dugaan caranya wanita lihay
luar biasa. Sebelum kalian merasa pusing, siapapun jua tak akan bisa menebaknya. Pohon
kembang yang menyerupai bunga Coei sian itu adalah pohon Coei sian Leng hoe yang jarang
terdapat di dalam dunia. Pada hakekatnya pohon itu tidak beracun. Di lain pihak, pedang Ie
thian kiam kayu terbuat daripada kayu Kie kiauw Hiang bok yang terdapat di dasar laut. Kayu
ini pun pada hakekatnya tidak beracun. Tapi disinilah terletak kunci persoalan. Tapi, kalau
bau wangi dari Coei sian Leng hoe dan Kie kiauw Hiang bok tercampur menjadi satu, maka
kedua macam wangi2an itu akan berubah menjadi racun yang sangat berbahaya.
Cioe Tian menepuk lututnya. Aha! Kalau begitu akulah yang bersalah, teriaknya. Aku yang
gatal tangan sudah mencabut pedang kayu itu.
Cioe heng tidak bersalah, kata Boe Kie. Wanita itu sudah bertekad untuk mencelakai kita,
sehingga biarpun Cioe heng tidak mencabut pedang itu, ia tentu akan mencari jalan untuk
mencabutnya. Kejadian itu tak akan bisa dicegah.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 860
Kurang ajar! kata si semberono dengan gusar. Mari kita bakar perkampungannya sampai rata
dengan bumi!
Baru saja berkata begitu, di sebelah kejauhan tiba2 terlihat mengepulnya asap hitam. Benarbenar
Lek lioe chung terbakar. Para pemimpin saling mengawasi tanpa bisa mengeluarkan
sepatah kata.
Semua orang kagum. Tio Beng ternyata dapat menghitung dengan tepat, ia sudah menduga
bahwa sesudah racun dipunahkan, jago2 Beng kauw akan kembali untuk membakar
perkampungannya, sehingga oleh karenanya, ia sudah mendahului dengan membakarnya
sendiri. Walaupun ia masih berusia muda dan hanya seorang wanita, nona Tio ternyata
merupakan seorang lawan yang tidak boleh dipandang enteng.
Paling benar kita mengejar mereka dan menghajarnya sampai mereka bertobat, kata Cioe
Tian.
Sesudah dia membakar perkampungannya sendiri, kita tahu, bahwa dalam setiap tindakannya,
dia sudah mempersiapkan segala sesuatu, kata Yo Siauw. Kurasa belum tentu kita dapat
menyusul mereka.
Yo heng, kau sungguh pintar, kata Cioe Tian. Dalam akal budi, kau memang lebih tinggi
daripada Cioe Tian.
Yo Siauw tertawa, Aduh! Tak berani aku menerima pujian Cioe heng, katanya. Dalam hitunghitungan,
mana bisa siauw tee menandingi Cioe heng.
Sudahlah, Jie wie tak usah saling merendahkan diri, menyela Boe Kie seraya bersenyum.
Bahwa hanya beberapa belas saudara terluka enteng karena panah dan bahwa kita tidak
menderita kerusakan terlebih hebat, sudah dapat dikatakan untung sekali. Marilah kita
meneruskan perjalanan.
Di tengah jalan, beberapa orang menanya Boe Kie cara bagaimana ia bisa menebak keracunan
itu.
Kuingat, bahwa dalam Tok keng terdapat keterangan yang mengatakan, bahwa jika bau wangi
dari kayu Kie kauw Hiang bok tercampur dengan bau wangi sebangsa kembang Hoe-yong,
maka bebauan itu mengakibatkan mabuk, seperti mabuk arak, selama beberapa hari. Kalau
hawa beracun itu masuk ke dalam isi perut, jantung dan paru-paru bisa rusak. Itulah sebabnya
mengapa aku melarang kalian mengerahkan tenaga dalam. Manakala kalian mengerahkan
khie (hawa), sehingga racun masuk ke dalam pembuluh darah, besarnya bahaya tidak bisa
ditaksir lagi.
Tak dinyana si budak Siauw Ciauw berpahala begitu besar, kata Wie It Siauw. Kalau pada
detik berbahaya dia tak tampil ke muka, kita pasti mendapat kerusakan besar sekali.
Perbuatan Siauw Ciauw terutama membingungkan Yo Siauw. Ia telah menduga pasti, bahwa
nona itu seorang mata-mata musuh yang mau menyelidiki segala rahasia Beng kauw. Tapi
sekarang si nona berbalik menjadi seorang penolong.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 861
Malam itu, rombongan itu menginap di sebuah rumah penginapan. Seperti biasa, Siauw
Ciauw membawa sepaso air cuci muka ke kamar Boe Kie.
Siauw Ciauw, hari ini kau berjasa besar sekali, kata Boe Kie. Mulai dari sekarang kau tak
usah melakukan tugas pelayan lagi.
Si nona tersenyum. Aku justru merasa senang jika bisa merawat kau, katanya. Tugas semua
sama saja, yang satu tidak lebih mulia daripada yang lain.
Sesudah Boe Kie mencuci muka, si nona mengeluarkan kotak emas yang dikirim Tio Beng.
Apa di dalamnya? tanyanya. Mungkin racun, mungkin senjata rahasia. Kita harus ber-hati2.
Ya, kita harus berhati-hati, kata Boe Kie. Ia menaruh kotak itu di atas meja dan sesudah
menarik tangan si nona supaya menyingkir yang agak jauh, lantas ia menimpuknya dengan
uang tembaga. Tring! uang itu kena tepat di pinggir kotak dan tutupannya lantas saja terbuka.
Boe Kie mendekati dan melongok ke dalam kotak, yang isinya ternyata bukan lain daripada
kembang mutiara yang pernah dipetik olehnya dari kondai nona Tio. Dua butir mutiara yang
katanya hilang, juga sudah berada di tempatnya. Boe Kie mengawasi dengan mata
membelalak. Ia tahu apa artinya itu.
Jilid 47________________
Thio Kongcoe, kata Siauw Ciauw sambil tertawa. Thio Kauw-nio bersikap manis luar biasa
terhadapmu.
Aku seorang lelaki, perlu apa dengan perhiasan itu? kata Boe Kie. Siauw Ciauw, kau
ambillah.
Si nona tertawa nyaring. Sambil menggoyang-goyangkan tangannya ia berkata, Tidak! Tak
bisa begitu. Bagaimana aku bisa menerima hadiah itu yang diberikan kepadamu dengan penuh
kecintaan.
Tanpa berkata apa-apa lagi, Boe Kie segera menjemput kembang mutiara itu. Kena! serunya
seraya menimpuk. Timpukan itu tepat sekali menancap di rambut Siauw Ciauw tanpa melukai
kulit kepalanya.
Si nona mau mencabutnya, tapi Boe Kie buru-buru mencegah dengan berkata, Anak baik,
apakah aku tidak boleh menghadiahkan sesuatu kepadamu?
Paras muka si nona lantas saja bersemu merah. Ia menunduk dan berkata, Terima kasih. Tapi
aku kuatir Sio-cia akan menjadi gusar jika ia lihat aku memakai perhiasan ini.
Tidak! bantah Boe Kie. Hari ini kau berjasa besar. Yo Cosoe, ayah dan anak tidak akan curiga
lagi.
Siauw Ciauw jadi girang sekali. Melihat Kongcoe belum juga kembali, hatiku bingung.
Apalagi belakangan datang barisan Goan itu yang segera mengurung dan menyerang, katanya.
Entah bagaimana, entah dari mana aku dapat keberanian, tahu-tahu aku memegang bendera
dan berteriak-teriak. Kalau sekarang kuingat kejadian itu, hatiku masih ketakutan. Thio
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 862
Kongcoe, kumohon kau mau berkata begini kepada Ngo heng-kie dan Peh bie-kauw. Untuk
segala kekurang ajaran Siauw Ciauw, aku harap kalian tidak kecil hati.
Boe Kie tersenyum, Kau gila? katanya, Mereka sebenarnya harus menghaturkan terima kasih
kepadamu.
Sambil berjalan, para pemimpin Beng-kauw beromong-omong membicarakan soal Thio Beng
dan coba meraba-raba asal usulnya. Tapi tak satupun yang bisa menebak. Boe Kie sendiri
menceritakan bagaimana ia mengambil Cui sian leng hoe tapi menyembunyikan hal
terjebaknya dan segala kejadian dalam penjara baja itu. Meskipun benar segala tindakannya
dapat dipertanggungjawabkan. Akan tetapi ia merasa jengah untuk menceritakan itu.
Pada suatu hari, tibalah mereka di daerah Ho-lam.
Jaman itu adalah jaman kalut rakyat Tiongkok yang mulai bangkit melawan penjajah. Di
mana-mana tentara Mongol mengadakan pemeriksaan yang sangat keras. Untuk
menghindarkan kecurigaan dan mencegah kerewelan, rombongan Beng-kauw dipecah dan
kemudian berkumpul lagi di kaki gunung Siong san, dari sana mereka terus mendaki Siauw sit
san, Gouw Kin Co diperintahkan jalan lebih dahulu dengan membawa karcis nama Boe Kie
dan pemimpin lain untuk dipersembahkan kepada Hong thio Siauw lim sie.
Boe Kie mengerti bahwa dalam kunjungannya ke Siauw lim sie itu, walaupun dia tidak
menghendaki pertempuran, sesudahnya masih merupakan teka-teki. Manakala pendetapendeta
Siauw lim tidak bisa diajak bicara dan menyerang lebih dulu maka Beng-kauw tidak
bisa tidak melayani. Maka itu ia segera mengeluarkan perintah supaya menyamar sebagai
pelancong, anggota-anggota Ngo heng-kie dan Peh bie-kauw berpencar di seputar kuil dan
mereka harus segera menerjang masuk jika mendengar tiga siulan panjang, perintah itu segera
dijalankan dengan bersemangat.
Tak lama kemudian seorang Tie-kek ceng (pendeta penyambut tamu) ikut Gouw Kin Co turun
dari atas gunung. Kauw coe, kata pendeta itu kepada Boe Kie. Hong thio dan para Tiang-loo
dari kuil kami sedang menutup diri dan bersemedi sehingga mereka tidak dapat menemui
Kauw coe. Kami harap Kauw coe sudi memaafkan.,
Mendengar itu, paras muka semua orang langsung berubah.
Pendeta-pendeta Siauw lim sungguh sombong! kata Cioe Tian dengan gusar. Mereka sama
sekali tidak memperdulikan bahwa yang datang berkunjung adalah Kauw coe kim sendiri.
Pendeta itu menundukkan kepalanya dengan paras duka. Tidak bisa menemui! katanya.
Cioe Tian jadi lebih gusar. Tangannya menyambar untuk mencengkram dada si pendeta tapi
keburu ditangkap oleh Swee Poet Tek. Cioe heng jangan sembrono, bujuknya.
Kalau Hong thio sedang menutup diri, kami boleh bicara dengan Kong-tie dan Kong-seng
Seng ceng, kata Pheng Eng Giok.
Tie-kek ceng itu merangkap kedua tangannya dan berkata dengan suara dingin, Tidak bisa
menemui!
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 863
Bagaimana kalau Sioeco dari Tat-mo tong? tanya Pheng Eng Giok. Jika Sioeco Tat-mo tong
juga tak bisa menemui kami, kami bersedia untuk bicara saja dengan Sioeco Lo-han tong.
Tapi jawaban si pendeta tetap tidak berbeda, Tidak bisa menemui! katanya.
In Thian Ceng meluap darahnya. Gila! teriaknya. Kau bilang saja apa pemimpin kamu mau
menemui kami atau tidak? Hampir bersamaan dengan bentakannya, ia menghantam sebuah
pohon siong tua dengan kedua tangannya. Pohon itu segera patah dan roboh.
Pendeta itu ketakutan. Kalian yang datang dari tempat jauh sebenarnya harus diterima dengan
segala kehormatan, katanya. Hanya menyesal para pemimpin kami sedang menutup diri
sehingga kami mohon kalian sudi datang di lain waktu. Seraya berkata begitu, ia
membungkuk dan memutar badan.
Dengan sekali melompat Wie It Siauw sudah menghadang di depannya. Bolehkah aku
mendapat tahu hoat-beng Taysoe yang mulia? Tanyanya.
Hoat beng siauw ceng Hoei-hian, jawabnya.
Mendengar itu semua pemimpin Beng-kauw dongkol bukan main. Seorang pendeta Siauw lim
yang menggunakan nama Hoei adalah pendeta ketiga yang hidup pada saat itu. Sebagaimana
diketahui yang paling tinggi Kong, sedang yang kedua adalah Goan. Bahwa Siauw lim hanya
mengirimkan seorang wakil dari tingkatan Hoei untuk menyambut pemimpin Beng-kauw
dianggap suatu hinaan paling besar.
Dengan paras muka gusar Wie It Siauw menepuk pundak pendeta itu. Baiklah! katanya.
Taysoe terus menerus mengatakan tidak bisa menemui. Jika Giam-loo-ong yang memanggil,
Taysoe akan menemui atau tidak?
Begitu ditepuk Hoei-hian merasakan hawa dingin yang sangat hebat menerobos, sehingga
sekujur badannya gemetaran dan giginya gemelutukan. Sambil menahan rasa dingin itu, dia
lari melewati Wie It Siauw dan terus kabur ke atas gunung dengan langkah limbung.
Sesudah dia dipukul, guru dan paman-paman gurunya tidak akan menyudahi begitu saja, Boe
Kie menyambung perkataan itu. Sekarang tak ada jalan lain daripada naik ke atas untuk
melihat pendeta-pendeta itu benar-benar tidak mau menemui kita.
Semua orang mengangguk. Mereka merasa bahwa satu pertempuran hebat tidak bisa
dielakkan lagi. Siauw lim-pay dikenal sebagai gunung Thay-san atau bintang Pak tauw dalam
Rimba Persilatan dan selama ribuan tahun, partai itu dinamakan sebagai partai yang tak
pernah terkalahkan. Hari ini akan diputuskan, apa Beng-kauw atau Siauw lim-pay yang akan
unggul. Mereka tahu bahwa di dalam kuil Siauw lim sie terdapat banyak orang pandai
sehingga hebatnya pertempuran yang akan terjadi sukar dibayangkan lagi. Mengingat begitu,
dengan semangat bergelora para pemimpin Beng-kauw mendaki gunung.
Berselang kira-kira sepeminuman teh mereka tiba di pendopo Lip-soat-teng. Dengan rasa
terharu Boe Kie ingat bahwa pada beberapa tahun berselang mereka bersama-sama Thaysoehoenya,
ia bertemu dengan pendeta suci Siauw lim-pay di pendopo itu. Pada waktu itu ia
datang sebagai seorang bocah yang kurus kering yang menderita keracunan hebat, tapi
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 864
sekarang ia berkunjung sebagai seorang Kauw coe dari Beng-kauw yang sangat berpengaruh.
Jangka waktu kunjungan itu hanya beberapa tahun tapi seolah-olah sudah satu abad.
Boe Kie menahan rombongannya di pendopo itu. Ia ingin menunggu wakil Siauw lim sie.
Sebelum menggunakan kekerasan, ia mau bertindak menurut peraturan sopan santun, tapi
mereka menunggu dengan sia-sia.
Ayo kita naik! kata Boe Kie akhirnya.
Dengan Yo Siauw dan Wie It Siauw di sebelah kiri dan In Thian Ceng dan In Ya Ong di
sebelah kanan, Thian koan Toojin, Pheng Eng Giok, Cioe Tian dan Swee Poet tek di
belakang, Boe Kie lalu memasuki pintu kuil Siauw lim sie. Setelah berada di dalam ruangan
sembahyang Tay-hiong Po tian, mereka melihat patung Budha yang agung, kursi meja yang
mengkilap, asap hio yang mengepul ke atas dan lampu-lampu yang menyala tapi dalam
ruangan itu tak kelihatan bayangan manusia.
Beng-kauw Thio Boe Kie bersama Yo Siauw, In Thian Ceng dan lain-lain datang berkunjung
untuk bertemu dengan Hong Tio Tay-soe! teriak Boe Kie yang suaranya disertai Lweekang
hebat sehingga lonceng yang tergantung di dalam ruangan itu mengeluarkan suara ung ung.
Yo Siauw, Wie It Siauw dan yang lain-lain saling mengawasi dengan perasaan kagum.
Dengan mempunyai seorang pemimpin yang tenaga dalamnya begitu tinggi, mereka merasa
bahwa dalam pertempuran ini Beng-kauw akan memperoleh kemenangan.
Teriakan Boe Kie bisa didengar di seluruh kuil tapi sesudah menunggu beberapa lama seorang
manusiapun tak kelihatan batang hidungnya.
Hei! Apa kamu mau bersembunyi seumur hidup? teriak Cioe Thian berangasan.
Mereka menunggu lagi tapi tetap tiada yang muncul.
Sudahlah! kata In Thian Ceng. Sekarang kita tak usah perdulikan akal apa yang dijalankan
mereka, mari kita masuk semua! Seraya berkata begitu dengan diikuti oleh yang lain ia maju
lebih dulu dan terus menuju ke ruang belakang. Tapi seorang manusiapun tidak ditemui
mereka.
Mereka heran tak kepalang. Siauw lim-pay adalah sebuah partai persilatan yang besar dan
sejak dulu sudah mempunyai nama yang sangat harum. Di dalam kuil terdapat banyak sekali
pendeta yang tinggi ilmu silatnya dan banyak akal budinya. Tapi hari ini mereka menjalankan
tipu kuil kosong. Tipu apa itu? Tak bisa tidak suatu tipu yang sangat hebat. Mengingat begitu,
mereka makin berhati-hati. Mereka waspada pada setiap tindakan sesudah melewati Ka-lam
tian, tapi mereka belum juga menemui manusia.
Tiba-tiba Wie It Siauw berkata, Swee Poet Tek, mari kita mengamat-amati dari atas!
Swee Poet Tek mengangguk dan badannya segera mencelat ke atas, tapi sebelum kedua
kakinya menginjak payon rumah, Wie It Siauw sudah berada di atas wuwungan.
Ilmu ringan badan Wie Hong ong benar-benar tak akan bisa ditandingi oleh Po tay Hweeshio,
katanya di dalam hati.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 865
Hei! Pendeta-pendeta Siauw lim sie! teriak Cioe Tian. Mengapa kau main bersembunyi terus
menerus?
Rombongan Boe Kie menyelidiki dari satu ruang ke lain ruang. Sebegitu jauh mereka bukan
saja belum menemui manusia, tapi juga belum melihat tanda-tanda yang mencurigakan. Di
Lo-han tong ruangan berlatih silat, mereka mendapati kenyataan bahwa semua senjata yang
biasanya terdapat dalam ruangan itu sudah tidak ada lagi. Tanpa mengeluarkan sepatah kata,
cepat-cepat mereka menuju ke Tat-mo tong. Dalam ruangan itu di atas lantai, hanya terdapat
sembilan lembar tikar yang sudah separuh rusak.
Dengan alis berkerut, Yo Siauw berkata, Kudengar Tat-mo tong adalah tempat beristirahatnya
para cianpwee dari Siauw lim sie, di antaranya ada yang tidak pernah keluar dari pintu
ruangan ini selama sepuluh tahun. Mana bisa jadi?...Mana bisa jadi, tanpa bertempur, mereka
menyembunyikan diri?
Hatiku sangat tidak enak, sambung Pheng Eng Giok. Aku merasa di dalam kuil ini sudah
terjadi sesuatu yang sangat hebat, kejadian yang sangat buruk.
Cioe Tian tertawa nyaring, Ada-ada saja! katanya.
Tiba-tiba Boe Kie ingat pengalaman waktu ia belajar Siauw lim Kioe yang kang.
Coba kita pergi ke situ, katanya. Dengan diikuti oleh pengiringnya, ia menuju ke kamar Goan
tin. Di dinding masih terlihat bekas-bekas dari bagian yang dahulu dijobloskan Goan tin, tapi
kamar kosong tiada manusianya.
Coba kita selidiki di Cong keng kok, kata Yo Siauw.
Di Cong keng kok, rak-rak buku kosong semua! Ke mana perginya beberapa laksa jilid kitab
suci? Semua orang menggeleng-gelengkan kepala. Mereka benar-benar pusing. Andaikata
benar pemimpin-pemimpin Siauw lim menyingkirkan diri, sepantasnya mereka harus
meninggalkan beberapa orang untuk membersihkan kuil itu. Beng-kauw pasti tidak
menyusahkan mereka itu. Apakah jika mereka meninggalkan beberapa orang pemimpin
Siauw lim sie kuatir rahasianya terbuka?
Semua orang kembali ke Tay hiong Po thian. Wie It Siauw dan Swee Poet Tek yang
menyusul belakangan melaporkan bahwa sesudah menyelidiki seluruh kuil mereka tidak
mendapatkan apapun jua bahkan si pendeta penyambut tamupun turut menghilang.
Sementara itu, Yo Siauw memanggil Goan Hoan, pemimpin Houw touw-kie dan
memerintahkannya supaya bersama semua anggota bendera tersebut menyelidiki kalau-kalau
di dalam kuil tersebut terdapat jalan atau tempat rahasia untuk menyembunyikan diri. Dua
jam kemudian Goan Hoan kembali dengan laporan bahwa penyelidikan tidak memberi hasil.
Ia hanya menemukan beberapa kamar untuk menutup diri dan bersemedi, tapi kamar itu
kosong semua. Goan Hoan adalah seorang ahli bangunan dan di dalam Houw touw-kie
terdapat tukang membuat rumah yang pandai. Maka itu, laporan tersebut boleh tidak
diragukan lagi.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 866
Yo Siauw, In Thian Ceng, Pheng Eng Giok dan yang lain-lain adalah orang-orang yang
berpengalaman luas dan berakal budi. Tapi sekarang mereka menemui jalan buntu. Mereka
mengasah otak, berpikir bolak balik tapi mereka tetap tak bisa menembus misteri yang aneh
itu.
Selagi mereka berunding, tiba-tiba di sebelah barat terdengar suara kedubrakan sebuah pohon
siong tua roboh dengan tiba-tiba. Semua orang kaget dan memburu ke tempat itu. Pohon itu
berada di pinggir sebuah perkarangan yang terkurung tembok dan batang yang patah
menimpa tembok itu. Waktu didekati, pohon itu ternyata roboh karena terpukul, sebab uraturatnya
di bagian yang patah putus semuanya. Dilihat dari urat-uratnya yang sudah agak
kering, pukulan itu bukan baru terjadi, tapi sudah berselang beberapa hari.
Mendadak beberapa orang mengeluarkan seruan kaget.
Ih!
Lihat ini!
Aha! Di sini terjadi pertempuran hebat!
Memang dalam perkarangan itu terlihat tanda-tanda bekas pertempuran. Di atas lantai batu
hijau, di dahan pohon dan di tembok terlihat bekas bacokan senjata tajam atau pukulanpukulan
yang dahsyat. Dilihat dari bekas-bekasnya orang-orang yang bertempur adalah ahliahli
silat kelas satu. Tapak-tapak kaki yang menggores lantai membuktikan Lweekang yang
sangat tinggi dari orang-orang yang berkelahi itu.
Mendadak Wie It Siauw mengendus bau darah. Dalam pertempuran itu rupanya sudah
mengucur banyak darah tapi karena semalam turun hujan besar, sebagian besar darah itu
sudah hanyut dan hanya ketinggalan di beberapa tempat tertentu.
Perkarangan itu sangat besar dan tadi waktu diperiksa, orang tidak memeriksa secara teliti
sebab di situ tak terdapat manusia. Kalau pohon siong itu tidak roboh mereka tentu takkan
datang lagi ke sini.
Yo Cosoe, bagaimana pendapatmu? tanya Pheng Eng Giok.
Pada tiga empat hari yang lalu, di sini telah berlangsung pertempuran yang sangat hebat,
jawabnya. Hal ini tak usah disangsikan lagi. Apakah orang-orang Siauw lim sie terbasmi
semua?
Aku sependapat dengan Yo Cosoe, kata Pheng Eng Giok. Tapi siapa musuhnya Siauw lim
sie? Mana ada partai yang begitu lihay? Apa Kay-pang?
Biarpun partai besar dan banyak orang pandainya, Kay-pang pasti takkan bisa membasmi
semua pendeta dalam kuil ini, kata Cioe Tian. Yang bisa berbuat begitu hanyalah Beng-kauw
kita, tapi jelas-jelas bukan kitalah yang melakukannya.
Cioe Tian lebih baik kau jangan mengeluarkan segala omong kosong, kata Tiat koan Toojin.
Apakah di antara kita ada yang tidak tahu bahwa kita tidak melakukan perbuatan ini?
Diluar dugaan perkataan Cioe Tian yang dikatakan sebagai omong kosong sudah
mengingatkan sesuatu kepada Yo Siauw. Ah!..., ia mengeluarkan seruan tertahan. Kauw coe
mari kita pergi lagi ke Tat-mo tong.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 867
Boe Kie tahu bahwa ajakan itu mesti ada sebabnya. Baik, katanya.
Dengan cepat semua orang masuk lagi ke dalam Tat-mo tong. Dalam ruangan itu, di samping
sembilan lembar tikar pecah, di atas meja sembahyang terdapat sebuah patung batu dari Tatmo
Couw soe. Muka patung itu menghadap tembok, dengan punggung menghadap keluar.
Semua orang tahu bahwa itu adalah untuk memperingati satu kejadian penting dalam
hidupnya guru besar tersebut. Menurut cerita, sesudah bersemedi menghadap tembok selama
sembilan tahun Tat-mo Couw soe berhasil mendapatkan inti sari daripada ilmu silat.
Tapi kita sudah menyelidiki, ada perlu apa kita datang lagi ke sini? tanya Cioe Tian.
Tanpa meladeni perkataan Cioe Tian, Yo Siauw berkata kepada In Ya Ong. In Sie heng, aku
minta bantuanmu. Mari kita putar patung Tat-mo Couw soe.
Jangan! cegah In Thian Ceng.
Tat-mo Couw soe adalah pendiri Siauw lim sie yang dipandang suci dan dipuja bukan saja
oleh orang-orang Siauw lim-pay, tapi juga oleh semua tokoh persilatan di kolong langit.
Eng Ong jangan kuatir, kata Yo Siauw. Siauw tee bertanggung jawab untuk segala akibatnya,
seraya berkata begitu ia melompat ke atas meja sembahyang dan coba memutar patung itu.
Namun karena terlalu berat, patung itu tidak bergeming.
Ya Ong, bantulah, kata sang ayah.
In Ya Ong segera melompat ke atas dan dengan tenaga dua orang patung itu yang beratnya
dua ribu kati lebih dapat diputar.
Begitu patung diputar, paras muka semua orang berubah pucat. Ternyata muka patung telah
dipapas rata sehingga merupakan selembar papan batu dan di atasnya terdapat huruf-huruf
yang berbunyi seperti berikut:
Lebih dahulu membasmi Siauw lim.
Kemudian menumpas Boe tong.
Yang merajai Rimba Persilatan hanyalah Beng-kauw.
Huruf-huruf itu ditulis dengan jari tangan yang seolah-olah memahat papan batu itu.
Tanpa merasa semua orang mengeluarkan teriakan kaget. Itulah tipu daya yang sangat busuk,
yang menimpakan semua dosa di atas pundak Beng-kauw.
Dengan bersamaan Yo Siauw dan In Ya Ong melompat turun.
Hidung kerbau Tiat koan! bentak Cioe Tian. Jika aku tidak mengeluarkan omong kosong, Yo
Cosoe pasti tak bisa menebak kejahatan musuh.
Tiat koan Toojin tidak meladeni. Ia tak ada kegembiraan untuk bertengkar dengan saudara
yang rewel itu. Yo Cosoe, bagaimana kau dapat memikirkan bahwa pada patung itu terdapat
sesuatu yang luar biasa? tanyanya.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 868
Tadi waktu pertama kali aku masuk ke sini, aku sudah lihat bahwa patung itu memang digeser
orang, jawabnya. Tapi aku belum dapat berpikir bahwa dalam penggeseran itu bersembunyi
tipu daya yang sangat busuk.
Ada hal lain yang belum dimengerti olehku, kata Pheng Eng Giok. Tak bisa disangsikan lagi
bahwa dengan huruf-huruf itu musuh ingin menumpahkan dosa di atas pundak Beng-kauw
supaya kita dikeroyok oleh seluruh Rimba Persilatan. Tapi mengapa musuh itu
manghadapkan muka patung ke tembok? Kalau Yo Cosoe tidak berotak cerdas, bukankah
kitapun tak tahu adanya huruf-huruf itu?
Yo Siauw manggut-manggutkan kepalanya. Patung itu telah diputar lagi oleh orang lain,
jawabnya. Dengan diam-diam, seseorang yang sangat tinggi kepandaiannya telah membantu
kita. Kita telah menerima budi yang sangat besar.
Semua orang segera menanyakan siapa adanya orang itu.
Yo Siauw menghela nafas dan berkata, Akupun tak tahu.
Perkataan itu tiba-tiba diputuskan oleh teriakan Boe Kie. Celaka! Lebih dahulu membasmi
Siauw lim, kemudian menumpas Boe tong menghadapi bencana besar!
Kita harus segera membantu, kata Wie It Siauw. Dengan memberi bantuan, kitapun bisa
menyelidiki siapa adanya anjing terkutuk itu.
Saat itu, di depan mata Boe Kie segera terbayang kecintaan Thay soehoe dan para pamannya.
Apa Song Wan Kiauw dan yang lain-lain sudah kembali ke Boe tong?
Di sepanjang jalan ia tak pernah menerima berita mengenai gerak-gerik rombongan Boe tong.
Kalau rombongan itu terlambat, maka yang berada di gunung hanyalah Thay soehoe, muridmurid
turunan ketiga dan Sam Soepeh Jie Thay Giam yang cacat. Jika musuh menyerang,
bagaimana mereka bisa melawannya? Mengingat begitu, ia bingung bukan main. Para
Cianpwee dan Heng tiang! katanya dengan suara nyaring. Boe tong adalah tempat asal dari
mendiang ayahku. Sekarang Boe tong menghadapi bencana. Kalau sampai terjadi sesuatu
dikemudian hari, aku sukar menginjak bumi lagi sebagai manusia terhormat. Menolong orang
seperti menolong kebakaran, lebih cepat lebih baik. Sekarang aku ingin minta Wie Hok-ong
mengikuti aku untuk berangkat lebih dulu. Yang lain bisa menyusul belakangan. Kuminta Yo
Cosoe dan Gwa kong sudi mengepalai rombongan kita. Sehabis berkata begitu, ia menyoja
dan dengan sekali berkelabat, ia sudah berada di luar kuil. Wie It Siauw mengikuti dengan
ilmu ringan badan. Dalam sekejap mereka sudah melewati Lip-soat-teng. Dalam ilmu ringan
badan di kolong langit tak ada orang yang bisa menandingi mereka.
Setibanya di kaki gunung Siong san, siang sudah berganti malam. Tapi mereka meneruskan
perjalanan dan jalan semalaman suntuk, mereka sudah melalui beberapa ratus li. Kecepatan
lari Wie It Siauw tidak kalah dari Boe Kie, tapi dalam jangka waktu panjang, ia kalah tenaga
dalam. Biar bagaimanapun jua, lama-lama mereka merasa lelah. Untuk mencapai Boe tong
san dengan kecepatan seperti sekarang, harus menggunakan waktu satu hari satu malam lagi,
kata Boe Kie di dalam hati. Manusia yang terdiri darah dan daging tak akan bisa lari terus
menerus. Apalagi dalam menghadapi musuh kelas berat, kita harus menyimpan tenaga!
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 869
Berpikir begitu ia segera berkata, Wie Hok-ong, setibanya di kota aku ingin membeli dua ekor
kuda untuk dijadikan tunggangan.
Wie It Siauw memang sudah punya niat itu, tapi ia merasa malu hati untuk membuka mulut.
Kauw coe beli kuda sangat repot, katanya sambil tersenyum. Perlu apa kita membuang-buang
waktu?
Tak lama kemudian dari sebelah depan datang lima-enam penunggang kuda. Dengan sekali
melompat Ceng-ek Hok-ong sudah mengangkat tubuh dua penunggang kuda yang lalu
dilepaskan di tanah dengan perlahan. Kauw coe, naiklah! serunya.
Boe Kie ragu. Perbuatan itu tiada bedanya dengan merampok.
Kauw coe! teriak Wie It Siauw. Demi kepentingan urusan besar, kita tidak boleh
menghiraukan segala hal remeh.
Beberapa orang itu yang mengerti sedikit ilmu silat segera menyerang. Dengan tangan
memegang les kuda, Wie It Siauw menendang kian kemari dan beberapa golok terpental.
Bangsat! Siapa kau! bentak salah seorang.
Boe Kie mengerti bahwa jika orang-orang itu diladeni terlalu lama, Beng-kauw akan
mendapat lebih banyak musuh. Maka itu, ia segera melompat ke punggung seekor kuda dan
lalu kabur bersama-sama Wie It Siauw. Orang-orang itu mencaci tapi mereka tidak berani
mengejar.
Biarpun kita berbuat begini karena terpaksa, tapi orang-orang itupun mungkin mempunyai
urusan yang sangat penting, kata Boe Kie. Aku sungguh merasa tidak enak.
Wie It Siauw tertawa nyaring. Kauw coe, katanya. Janganlah kau memikirkan urusan yang
tiada artinya. Kalau dulu memang benar kita pernah berbuat seenaknya saja. Sehabis berkata
begitu ia tertawa terbahak-bahak.
Mendengar itu Boe Kie berpikir, Kalau orang menamakan Beng-kauw sebagai agama yang
sesat memang beralasan juga. Tapi dalam hakekatnya apa yang benar dan apa yang salah tak
gampang disimpulkan dengan begitu saja. Ia ingat bahwa dalam memikul beban Kauw coe
yang sangat berat, ia kurang pengalaman dan pengetahuan sehingga ia sering ragu untuk
mengambil keputusan. Meskipun ia memiliki ilmu silat yang sangat tinggi tapi urusan-urusan
penting di dalam dunia tak bisa dibereskan dengan mengandalkan ilmu silat saja. Dengan
pikiran kusut, ia larikan tunggangannya. Ia hanya berharap supaya berhadil dalam usaha
menyambut Cia Soen. Agar ia bisa menyerahkan tanggungan yang berat itu kepada ayah
angkatnya.
Berpikir sampai di situ, tiba-tiba berkelabat bayangan manusia dan dua orang menghadang di
tengah jalan.
Boe Kie dan Wie It Siauw menahan kudanya. Yang mencegat mereka adalah pengemis
anggota Kay-pang yang bersenjata tongkat baja dan menggendong karung.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 870
MInggir! bentak Wie It Siauw sambil mengedut dan menyabet salah seorang dengan cambuk.
Pengemis itu menangkis dengan tongkatnya, sedang kawannya mengeluarkan siulan nyaring
seraya mengibaskan tangan kirinya. Tunggangan Wie It Siauw kaget dan berjingkrak. Sesaat
itu, dari gombolan pohon-pohon melompat pengemis lain, yang dilihat dari gerakannya
berkepandaian cukup tinggi.
Kauw coe, jalanlah lebih dulu! seru Ceng-ek Hok-ong. Biar aku yang melayani kawanan tikus
ini.
Boe Kie dongkol bukan main. Pencegatannya itu membuktikan bahwa Boe tong-pay benarbenar
menghadapi bencana. Dengan mengingat bahwa Wie It Siauw memiliki ilmu ringan
badan yang sangat tinggi sehingga andaikata ia tidak bisa memperoleh kemenangan
sedikitnya ia masih bisa menyelamatkan diri, maka Boe Kie segera menjepit perut kuda
dengan kedua lututnya dan binatang itu segera lompat menerjang. Dua orang pengemis
mencoba merintangi dengan tongkatnya. Sambil mencondongkan badannya, Boe Kie
menangkap kedua tongkat itu lalu dilemparkan. Hampir bersamaan kedua pengemis itu
mengeluarkan teriakan kesakitan dan roboh di tanah karena tulang betisnya patah terpukul
tongkatnya sendiri. Boe Kie sebenarnya tidak berniat melukai orang, tetapi karena melihat
empat pengemis yang baru datang dan berkepandaian tinggi, maka ia terpaksa turun tangan
untuk membantu Wie It Siauw.
Meskipun Siong san dan Boe tong san terletak di dua propinsi yang berlainan, tapi lantaran
yang satu berada di Ho-lam barat dan yang lain berada di Ouw-ak utara, maka jarak antara
kedua gunung itu tak begitu jauh. Sesudah melewati Ma san-kauw, daerah di sebelah selatan
adalah tanah datar sehingga kuda bisa lari lebih cepat. Kira-kira tengah hari setelah melalui
Lweehiang, Boe Kie segera berhenti di satu pasar untuk membeli makanan guna menahan
perut.
Selagi makan ia mendadak mendengar pekik kesakitan dari kudanya. Ia menengok dan
dengan terkejut ia melihat sebatang pisau tertancap di perut kuda dan berkelabat bayangan
manusia yang coba melarikan diri. Tak salah lagi, binatang itu ditikam orang tersebut. Dengan
beberapa lompatan Boe Kie berhasil membekuk orang itu yang ternyata juga seorang murid
Kay-pang dengna baju berlepotan darah kuda. Dengan gusar Boe Kie menotok Toa-tiohiatnya
supaya ia menderita tiga hari tiga malam lamanya.
Boe Kie menjadi bingung kudanya mati dan ia tak punya uang lagi. Tapi waktu menggeledah
tawanannya ia mendapatkan seratus tail perak lebih. Kau sudah membunuh kudaku biarlah
aku ambil uang ini sebagai gantinya, katanya. Ia pergi ke pasar dan secara kebetulan ia
bertemu kuda yang sikapnya garang. Sesudah melemparkan seratus tail perak lebih di tanah,
tanpa memperdulikan si pemilik kuda, ia melompat ke punggung kuda yang lalu dilarikannya
sekencang-kencangnya.
Tak lama kemudian ia tiba di Sam koan-tian, di tepi sungai Han-soei. Sungguh untung di
pinggir sungai kelihatan berlabuh sebuah perahu eretan besar. Sambil menuntun kudanya ia
turun ke perahu dan minta diseberangi.
Selagi perahu melaju di tengah sungai, di depan mata Boe Kie terbayang kejadian di masa
lampau. Ia ingat, sekembalinya dari Siauw lim sie, waktu lagi menyeberangi Han-soei
bersama Thay soehoe ia bertemu Siang Gie Coe dan kemudian menolong nona Sie Coe.
Dengan pikiran melayang ia mengawasi air sungai yang berombak.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 871
Mendadak ia tersadar dari lamunannya karena perahu bergoyang-goyang. Dengan kaget ia
menyadari bahwa perahu bocor, air menerobos masuk dari sebuah liang. Sebagai orang yang
pernah menghuni pulau Peng-hwee to, ia pandai berenang. Tapi bila perahu tenggelam
perjalanannya jadi terlambat. Ia memutar badan dan melihat si juragan perahu sedang mau
melompat ke dalam air dengan bibir tersungging senyuman mengejek. Gerakan Boe Kie cepat
luar biasa. Dengan sekali melompat, ia sudah menjambret pakaian orang itu yang lalu ditotok
sehingga dia berteriak-teriak. Lekas kayuh! bentak Boe Kie. Kalau kau mau gila lagi, kusodok
kedua biji matamu! Sesudah mendengar ucapan itu, si juragan perahu tidak berani membantah
dan segerah mengayuh sekuat-kuatnya. Selagi dia mengayuh, Boe Kie merobek ujung
bajunya yang lalu digunakan untuk menyumbat liang kebocoran di dasar perahu.
Sesudah tiba di seberang, sambil mencengkram dada juragan perahu itu, Boe Kie membentak,
Siapa yang suruh kau mencelakai aku?
Dia ketakutan dan menjawab dengan suara terputus-putus. Siauw jinsiauw jinKay-pang.
Tanpa menunggu selesainya jawaban, Boe Kie melompat ke punggung kuda yang lalu
dilarikan ke arah selatan.
Cuaca sudah mulai berubah gelap. Sesudah berjalan kira-kira satu jam lagi, kuda itu berlutut
karena terlalu lelah. Sambil menepuk-nepuk punggung kuda itu, Boe Kie berkata, Kuda
biarlah kau mengaso di sini. Aku perlu segera meneruskan perjalanan. Dengan menggunakan
ilmu ringan badan ia segera berlari sekencang-kencangnya.
Sesudah lewat tengah malam, selagi enak berlari-lari dengna kecepatan kilat, sayup-sayup ia
mendengar suara kaki kuda yang ramai di sebelah depan. Ia menyusul dan melewati
rombongan penunggang kuda itu. Karena gelap dan gerakannya sangat cepat, rombongan
yang dilewati tidak mendusin. Dilihat dari arahnya, rombongan itu yang terdiri dari dua puluh
orang lebih pasti menuju ke Boe tong san. Mereka terus berjalan tanpa berbicara sehingga
Boe Kie tidak bisa mendapat keterangan apapun jua tapi lapat-lapat ia melihat bahwa orangorang
itu berbekal senjata. Mereka tentu mau menyerang Boe tong san, pikirnya. Untung juga
aku keburu menyusul. Dilihat begini tong-pay belum diserang.
Berselang setengah jam ia kembali bertemu dengan serombongan orang yang menuju ke Boe
tong san. Kejadian itu terulang beberapa kali sehingga ia telah menyusul dan melewati tidak
kurang dari lima rombongan orang.
Boe Kie jadi bingung sendiri, Berapa rombongan yang sudah naik ke atas? tanyanya di dalam
hati. Apa mereka sudah bertempur dengan partaiku? Secara resmi ia sebenarnya belum
menjadi murid Boe tong, tapi karena ayahnya ia selalu menganggap dirinya sebagai seorang
anggota Boe tong-pay.
Dalam bingungnya, ia lari makin cepat. Ketika tiba di tengah-tengah gunung, di sebelah
depan tiba-tiba terdengar suara bentakan dan teriakan. Dengan mengambil jalan mutar, ia
bersembunyi. Di lain saat ia lihat bayangan hitam yang sedang uber-uberan di depan, tiga
menggenakan baju putih mengejar dari belakang.
Kepala gundul! Perlu apa kau naik ke Boe tong san? teriak salah seorang yang mengejar.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 872
Usahamu untuk menyampaikan berita tidak ada gunanya, sambung yang lain. Hampir
bersamaan terdengar suara srrr srrr srrr dan beberapa senjata rahasia menyambar kea rah
orang yang dauber. Di dengar dari suaranya, orang yang melepaskan senjata rahasia bukan
sembarang orang.
Kalau begitu dia sahabat, pikir Boe Kie. Aku harus mencegat ketiga pengejar itu. Ia melompat
dan menyembunyikan diri di belakang pohon. Di lain saat, orang yang dikejar sudah lewat di
depannya. Orang itu gundul kepalanya, benar seorang hwee-shio. Ia memegang golok yang
warnanya kehitam-hitaman dan larinya terpincang-pincang, rupanya ia sudah terluka. Tiga
pengejarnya mengikuti dengan cepat. Mereka bersenjata tombak bercagak dan Boe Kie
mengenali bahwa mereka itu orang-orang Kay tapi memakai baju putih yang biasa dipakai
oleh anggota Beng-kauw.
Darah boe Kie bergolak, Ayah sering menceritakan bahwa dahulu di bawah pimpinan Kioe
cie Sin kay Ang Cit Kong, Kay-pang adalah sebuah partai yang dihormati dan disegani dalam
Rimba Persilatan, katanya dalam hati. Siapa nyana sekarang partai itu sudah berubah tidak
keruan.
Sementara itu, si pendeta lari terus dengan langkah limbung. Kepala gundul, berhenti kau!
teriak seorang pengejar. Siauw lim-pay-mu sudah musnah semuanya. Apa yang bisa diperbuat
olehmu seorang diri? Paling baik kau takluk. Beng-kauw bersedia untuk mengampuni.
Boe Kie jadi makin gusar.
Karena merasa tidak bisa lari lebih jauh, pendeta itu berhenti memutar badan dan membentak
seraya melintangkan goloknya. Manusia siluman! Aku mau lihat sampai kapan kamu masih
bisa berbuat sewenang-wenang. Sekarang aku mau mengadu jiwa dengan kamu.
Ketika anggota Kay-pang itu segera mengurung si pendeta dan menyerang secara hebat. Tapi
pendeta itu ternyata berkepandaian cukup tinggi dan melawan dengan gagah. Sesudah
bertempur beberapa lama, sambil membentak keras pendeta itu membacok bagaikan kilat dan
golok mampir tepat di lengan kiri seorang lawannya. Selagi musuh-musuhnya kaget, ia
membabat lagi dan sekali ini berhasil melukai pundak seorang musuh lainnya. Sesudah dua
kawannya luka, yang ketiga buru-buru angkat kaki.
Tanpa mengaso lagi pendeta itu lalu mendaki gunung secepatnya.
Permusuhan antara Beng-kauw dan Siauw lim serta Boe tong masih belum selesai dan dengan
adanya siasat busuk ini permusuhan akan menghebat, pikir Boe Kie. Kalau aku tunjukkan
muka, urusan mungkin akan lebih sulit. Paling baik aku menguntit dan bertindak dengan
mengimbangi keadaan. Berpikir begitu, dengan menggunakan ilmu ringan badan, ia
mengikuti di belakang pendeta itu.
Waktu hampir mencapai puncak, tiba-tiba terdengar di belakang, Sahabat dari mana yang
datang berkunjung? Bentakan itu disusul dengan melompat keluarnya empat orang, dua
imam, dua orang biasa dari belakang batu-batu gunung. Mereka adalah murid-murid turunan
ketiga dan keempat dari Boe tong-pay.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 873
Sambil merangkap kedua tangannya, pendeta itu menjawab. Kong-siang pendeta Siauw lim,
mohon berjumpa dengan Thio Cin-jin dari Boe tong-pay utnuk suatu urusan yang sangat
penting.
Mendengar nama Kong-siang, Boe Kie agak terkejut. Kedudukan pendeta itu ternyata
setingkat dengan ketiga Seng ceng (pendeta suci) dari Siauw lim sie Hong thio Kong-boen,
Kong-tie dan Kong-seng. Tidak heran kalau ilmu silat begitu tinggi. Dia benar seorang
ksatria, pikir Boe Kie. Tanpa memperdulikan bahaya dan lelah, dia datang ke Boe tong untuk
menyampaikan berita.
Tay soe tentu capai, masuklah untuk minum secangkir teh, kata salah seorang murid Boe
tong.
Selagi berjalan, Kong-siang menyerahkan goloknya kepada salah seorang too-jin sebagai
tanda menghormati bahwa ia tidak berani masuk ke dalam kuil dengan membawa senjata.
Boe Kie pernah berdiam di Boe tong san. Dengan rasa terharu ia melewati pohon rohon dan
batu-batu yang dikenalnya. Keenam murid Boe tong itu lalu mengajak tamunya masuk ke
dalam Sam ceng tian dan Boe Kie segera bersembunyi di luar jendela untuk mengamat-amati.
Too-tiang, lekaslah memberi laporan kepada Thio Cin-jin, kata Kong-siang. Urusan ini sangat
penting dan tidak boleh ditunda-tunda.
Taysoe datang pada waktu yang tidak tepat, kata si imam dengan suara menyesal. Tahun yang
lalu Soe coe menutup diri dan sampati sekarang sudah setahun lebih. Kami sendiripun sudah
lama tidak pernah bertemu muka dengan orang tua itu.
Alis Kong-siang berkerut, Kalau begitu, biarlah aku menemui saja Song Thay-hiap, katanya.
Too-jin itu menggeleng-gelengkan kepala. Toa soe-peh belum pulang, jawabnya.
Sebagaimana Taysoe tahu bahwa Toa soe-peh, Soe hoe dan para Soe siok bersama partai
Taysoe sendiri telah pergi menyerang Beng-kauw. Sampai sekarang mereka belum pulang.
Boe Kie kaget. Ia sekarang tahu bahwa rombongan Boe tong-pay pun belum kembali dan
terdapat kemungkinan besar para pamannya mendapat bencana atau sedikitnya mendapat
halangan di tengah jalan.
Kong-siang menghela nafas, Dilihat begini Boe tong-pay bakal sama nasibnya dengan Siauw
lim-pay dan hari ini sukar meloloskan diri dari mara bahaya, katanya dengan suara duka.
Si imam yang tidak mengerti maksud pertanyaan itu segera berkata, Segala urusan partai kami
untuk sementara diurus oleh Tong hian soe Soe-heng. Aku bisa melaporkan padanya.
Murid siapa Tong hian Too-tiang? tanya Kong-siang. Paras muka pendeta itu berubah terang.
Biarpun Jie Sam-hiap cacat, ia seorang pandai, katanya. Biarlah aku bicara dengan Jie Samhiap
saja.
Baiklah, aku akan menyampaikan keinginan Taysoe, kata too-jin itu sambil masuk ke dalam.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 874
Dengan roman tidak sabaran, Kong-siang jalan mondar-mandir dalam ruangan itu. Kadangkadang
ia berhenti dan memasang kuping, kalau-kalau musuh sudah tiba.
Tak lama kemudian too-jin yang tadi keluar dengan tergesa-gesa, Jie Samsoe siok
mengundang Taysoe, katanya seraya membungkuk. Samsoe siok memohon maaf bahwa ia
tidak bisa keluar untuk menyambut Taysoe. Sikap too-jin itu sekarang lebih banyak manis
daripada tadi. Mungkin sekali, sesudah mendengar bahwa yang datang berkunjung adalah
seorang pendeta Siauw lim dari tingkatan Kong Jie Thay Giam sudah memesan supaya dia
berlaku hormat terhadap tamu itu.
Boe Kie sebenarnya sangat ingin mengintip dari jendela kamar pamannya, tapi ia segera
membatalkan niatnya itu. Sesudah kaki tangannya lumpuh, kuping dan mata Sam soepeh
lebih hebat daripada manusia biasa, pikirnya.
Kalau kau mendengar di luar jendela, ia pasti akan mengetahui. Berpikir begitu, ia lalu berdiri
di tempat yang berjarak beberapa tombak dari kamar Jie Thay Giam.
Kira-kira sepeminuman teh dengan tersipu-sipu si imam keluar dari kamar. Ceng-hong! Benggoat!
teriaknya. Kemari!
Dua too-tong (imam kecil) menghampiri dengna berlari-lari, Ada apa Soesiok? tanyanya.
Sediakan kursi tandu, Sam soesiok mau keluar, jawabnya.
Kedua too-tong itu mengiyakan dan segera berlalu untuk mengambil kursi tandu.
Tie-kek Too-jin (imam penyambut tamu) yang menyambut Kong-siang adalah murid baru
dari Jie Lian Cioe. Boe Kie tidak mengenalnya, karena pada waktu ia berada di Boe tong san
imam itu belum menjadi murid. Tapi ia mengenal Ceng-hong dan Beng-goat. Ia pun tahu
bahwa saban kali Jie Thay Giam mau keluar, paman itu selalu digotong dengan kursi tandu
oleh mereka.
Melihat too-tong itu masuk ke kamar kursi tandu, ia lantas mengikuti dari belakang. Tiba-tiba
ia menegur, Ceng-hong, Beng-goat, apa kalian masih mengenaliku?
Mereka terkejut dan mengawasi. Mereka merasa bahwa mereka sudah pernah bertemu dengan
orang yang menegur itu tapi mereka lupa siapa orang itu.
Boe Kie tertawa dan berkata, Aku Boe Kie, Siauw soesiok-mu! Apa kau lupa? (Siauw soesiok
artinya Paman kecil)
Mereka segera mengenali. Mereka girang tak kepalang. Aha! Siauw soesiok pulang! seru
yang satu. Apa kau sudah sembuh?
Usia mereka bertiga kira-kira sepantaran. Dulu waktu Boe Kie di Boe tong san, mereka
bersahabat dan sering bermain bersama-sama, main petak umpet, adu lari, adu jangkrik,
tangkap kodok dan sebagainya. Pertemuan yang tidak diduga-duga tentu saja menggirangkan.
Ceng-hong aku ingin menyamar sebagai kau dan ingin menggantikan tugasmu menggotong.
Apa Sam soepeh kenali aku atau tidak.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 875
Ceng-hong ragu,Aku bisa dimarahi, katanya.
Tak mungkin! kata Boe Kie, Melihatku pulang dengan sehat, Sam soepeh tentu kegirangan.
Mana ia ada waktu untuk mengusir kau?
Kedua too-tong itu tahu bahwa semua pemimpin Boe tong-pay dari Couw soe sampai pada
Boe tong Cit-hiap sangat mencintai paman kecil itu. Sekarang mendadak Siauw soesiok itu
pulang dalam keadaan sembuh. Kejadian ini tentu saja kejadian yang sangat menggirangkan.
Maka itu mereka berpikir, Apa halangannya kalau si paman kecil mau berguyon sedikit untuk
menggirangkan hati Jie Thay Giam yang sedang sakit?
Baiklah Siauw soesiok, kami menurut saja, kata Beng-goat.
Sambil tertawa ha ha hi hi Ceng-hong segera membuka pakaian imamnya, sepatu dan kaus
kakinya yang lalu diserahkan kepada Boe Kie. Sementara itu Beng-goat membuat kundai
imam di kepala sang paman. Dalam sekejap seorang kong-coe yang tampan sudah berubah
menjadi seorang too-tong.
Siauw soesiok, tak bisa kau menyamar sebagai Ceng-hong sebab mukamu sangat berlainan,
kata Beng-goat. Begini saja, kau mengaku sebagai seorang murid baru dan menggantikan
Ceng-hong yang keseleo kakinya. Tapi kau harus mempunyai nama. Nama apa yang baik?
Sesudah berpikir sejenak Boe Kie berkata sambil tertawa, Ceng-hong meniup daun-daun
jatuh. Biarlah aku menggunakan nama Sauw-cap. (Ceng-hong Angin, Sauw-yan Menyapu
daun)
Kedua too-tong itu tertawa nyaring. Ceng-hong menepuk-nepuk tangan dan berseru,
Bagus!...Sungguh bagus nama itu!
Selagi mereka bersenda gurau, tiba-tiba terdengar teriakan si too-jin penyambut tamu, Hei,
lagi apa kamu? Mengapa belum juga keluar?
Boe Kie dan Beng-goat buru-buru memikul kursi tandu dan pergi ke kamar Jie Thay Giam.
Dengan hati-hati mereka mengangkat Jie Sam-hiap dan merebahkannya di kursi. Pendekar
Boe tong itu kelihatannya diliputi kedukaan dan ia tidak memperhatikan kedua too-tong
tersebut. Pergi ke belakang gunung, ke tempat Couw soeya, katanya.
Mereka segera memikul kursi tandu itu dan berangkat. Beng-goat berjalan di depan dan Boe
Kie di belakang sehingga Jie Thay Giam hanya melihat punggung Beng-goat. Kong-siang
sendiri berjalan di samping tandu. Karena diminta oleh sang paman, too-jin penyambut tamu
itu tidak ikut.
Thio Sam Hong menutup diri dalam sebuah gubuk kecil, di hutan bambu di belakang gunung.
Tempat itu sunyi senyap kecuali suara burung dan binatang-binatang kecil tidak terdengar
suara apapun juga.
Setibanya di depan gubuk Beng-goat dan Boe Kie menghentikan langkah. Baru saja Jie Thay
Giam mau memanggil, dari dalam gubuk mendadak terdengar sang guru, Seng ceng Siauw
lim-pay yang mana yang datang berkunjung? Aku minta maaf bahwa aku tidak dapat
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 876
menyambut dari tempat jauh. Hampir bersamaan pintu bambu terbuka dan Thio Sam Hong
berjalan keluar.
Kong-siang kaget. Bagaimana ia tahu bahwa yang datang adalah pendeta dari Siauw lim sie?
tanyanya di dalam hati. Ah! Mungkin ia sudah diberitahukan oleh too-jin penyambut tamu itu.
Tapi Jie Thay Giam tahu bahwa berkat ilmunya yang sangat tinggi, dengan hanya mendengar
suara langkah kaki Kong-siang, sang guru sudah bisa menebak partai dari orang yang sedang
mendatangi itu, bahkan bisa menebak juga tinggi rendahnya kepandaian itu. Tapi kali ini
tebakan Thio Sam meleset sedikit. Ia menduga yang datang adalah salah seorang dari ketiga
pendeta suci Siauw lim sie.
Dilain pihak Lweekang Boe Kie lebih tinggi banyak dari Kong-siang. Oleh karena itu dia bisa
menyembunyikan gerak-geriknya dari pendengaran Thio Sam Hong, sebab pada hakekatnya
seseorang yang Lweekangnya sudah mencapai tingkat tertinggi bisa berbuat sedemikian rupa
sehingga yang berisi menjadi kong, yang ada menjadi tidak ada.
Dengan jantung memukul keras, Boe Kie mengawasi paras muka Thay soehoenya. Muka itu
tetap bersinar merah tapi dengan rambut dan jenggotnya yang putih semua, paras itu kelihatan
lebih tua daripada delapan sembilan tahun berselang. Ia girang bercampur terharu dan tanpa
terasa air matanya mengalir keluar. Cepat-cepat ia melengos.
Kong-siang merangkap kedua tangannya, Kong-siang pendeta Siauw lim sie, menghadap Boe
tong Cianpwee Thio Cin-jin, katanya.
Guru besar itu membalas hormat, Aku tak berani menerima pujian yang sedemikian tinggi,
katanya. Taysoe tak usah menggunakan banyak peradatan. Masuklah.
Mereka berlima segera melangkah masuk. Dalam ruangan gubuk hanya terdapat sebuah meja
dan di atas meja sebuah poci teh dan sebuah cangkir. Di lantai tergelar selembar tikar dan di
dinding tergantung sebatang pedang kayu. Hanya itulah, tak ada apa-apa lagi.
Thio Cin-jin, kata Kong-siang dengan suara berduka. Siauw lim-pay telah mengalami bencana
hebat yang belum pernah dialami selama ribuan tahun. Mo-kauw telah menyerang dengan
mendadak. Semua anggota Siauw lim-pay yang berada di dalam kuil dari Hong thio Kong boe
Soe-heng sampai pada pendeta yang tingkatannya paling rendah, kecuali aku sendiri tidak ada
yang lolos. Mereka binasa atau ditawan musuh. Hanya Siauw ceng sendiri yang luput dan
siang malam Siauw ceng kabur ke sini. Serombongan Mo-kauw yang berjumlah besar sedang
menuju ke Boe tong san. Mati hidupnya Rimba Persilatan Tiong goan sekarang berada dalam
tangan Thio Cin-jin seorang. Sehabis berkata begiut ia menangis sedih sekali.
Biarpun Thio Sam Hong berilmu tinggi dan berusia seabad lebih, mendengar laporan itu ia
terkesiap. Untuk sejenak ia mengawasi Kong-siang dengan mulut ternganga. Sesudah ia
menentramkan hatinya lalu ia berkat, Dalam Siauw lim sie banyak orang yang pandai.
Bagaimana kalian sampai mendapat kesukaran begitu besar?
Sebagaimana Thio Cin-jin tahu, Kong-tie dan Kong-seng, Jie-wie Soe-heng dan para murid
Siauw lim sie bersama-sama lima partai besar telah pergi ke daerah barat untuk menumpas
Mo-kauw, kata Kong-siang.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 877
Entah bagaimana mereka dikalahkan, mereka tertawan.
Boe Kie terkejut, Siapa musuh itu? tanyanya dalam hati.
Sesudah berdiam sejenak, Kong-siang meneruskan penuturannya. Pada saat kami mendapat
laporan bahwa rombongan yang menyerang Mo-kauw telah pulang. Hong thio Kong-boen
Soe-heng sangat girang dan lalu keluar menyambut dan membawa murid Siauw lim sie.
Kong-tie dan Kong-seng Soe-heng dan yang lainnya lantas saja masuk ke dalam kuil dan
selain mereka juga terdapat kurang lebih seratus tawanan. Waktu itu berada di dalam
perkarangan kuil, Kong-boen Soe-heng lalu menanyakan perihal berhasilnya keenam partai
dalam usaha membasmi Mo-kauw. Kong-tie Soe-heng memberikan jawaban yang tidak
terang. Mendadak Kong-seng Soe-heng berteriak, Soe-heng, awas! Kami semua telah jatuh ke
tangan musuh. Semua tawanan adalah musuh!.... Sebelum Hong thio bisa berbuat apa-apa
semua tawanan sudah menghunus pedang dan menyerang. Lantaran gugup dan tak membawa
senjata, kami segera terdesak. Semua pintu sudah ditutup musuh. Suatu pertempuran yang
sangat hebat, kami terbasmi, Kong-seng Soe-heng sendiri binasa. Ia tak bisa meneruskan
perkataannya lalu menangis sesegukan.
Thio Sam Hong sangat berduka, Sungguh jahat! katanya sambil menghela nafas berulangulang.
Sementara itu Kong-siang mengambil buntalan yang digendong di punggungnya. Ia lalu
membuka buntalan itu yang di dalamnya terdapat bungkusan kain minyak, semua orang
terkesiap karena di dalamnya terdapat satu kepala manusia, kepala Kong-seng Taysoe salah
seorang dari Siauw lim Seng ceng!
Dengan bersamaan Thio Sam Hong, Jie Giam dan Boe Kie mengeluarkan teriakan kaget.
Dengan mati-matian aku berhasil merebut jenazah Kong-seng Soe-heng, kata Kong-siang
dengan air mata bercucuran. Thio Cin-jin, bagaimana caranya kita harus membalas sakit hati
yang besar ini? Seraya berkata begitu ia berlutut di hadapan Thio Sam Hong. Guru besar itu
membungkuk untuk membalas hormat.
Rasa duka dan gusar mengaduk dalam dada Boe Kie. Ia ingat bahwa dalam pertempuran di
Kong beng-teng Kong-seng Taysoe telah memperlihatkan ksatriaannya dan sifat-sifatnya
yang agung sehingga ia boleh tak usah malu menjadi seorang guru besar dari Siauw lim-pay
itu. Siapa nyana ksatria telah binasa dalam tangannya manusia-manusia terkutuk?
Melihat Kong-siang masih mendekam di lantai sambil menangis, Thio Sam Hong
mengangsurkan kedua tangannya dan mengangkatnya seraya berkata, Kong-siang Soe-heng,
Siauw lim dan Boe tong pada hakekatnya adalah sekeluarga. Sakit hati ini tidak bisa tidak
dibalas. Bersamaan dengan perkataan dibalas mendadak saja Kong-siang mengangkat kedua
telapak tangannya dan menghantam ke punggung Thio Sam Hong!
Itulah kejadian yang takkan diduga oleh siapapun juga, Thio Sam Hogn seorang guru besar
yang berpengalaman sangat luas. Tapi iapun tak pernah mimpi bahwa seorang pendeta
beribadat dari Siauw lim sie yang mempunyai sakit hati hebat dan dari tempat jauh untuk
menyampaikan kabar penting bisa memukul dirinya. Dalam sedetik, pada saat Kong-siang
baru menyentuh punggungnya, ia bahkan menduga bahwa karena terlalu berduka pendeta itu
jadi was-was dan menganggap ia sebagai seorang musuh. Tapi di detik lain ia terkesiap.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 878
Pukulan itu adalah Kam kong Pan jiak ciang dari Siauw lim-pay dan Kong-siang telah
menghantam dengan seluruh tenaganya. Muka pendeta itu pucat bagaikan kertas tapi pada
bibirnya tersungging senyuman mengejek.
Melihat kejadian ini kagetnya Jie Thay Giam, Boe Kie dan Beng-goat bagaikan disambar
halilintar. Mereka terpaksa dan mengawasi dengan mulut ternganga. Karena cacat, Thay
Giam tak dapat membantu gurunya. Untuk beberapa detik, Boe Kie yang belum
berpengalaman masih belum mendusin bahwa dengan pukulan itu si pendeta mencoba
mengambil jiwa Thay soehoe-nya. Sebelum mereka bergerak, Thio Sam Hong sudah angkat
tangan kirinya dan menepuk batok kepala Kong-siang. Berbarengan dengan suara plak
tepuknya yang kelihatan enteng itu sudah menghancurkan kepala si pendeta yang segera
roboh tanpa bersuara lagi. Dengan latihan hampir seabad, Lweekang guru besar itu sukar
diukur bagaimana tingginya. Meskipun Kong-siang serang dengan ilmu kelas satu, ia masih
tak mampu melawan tepukan yang enteng itu.
Sesudah hilang kagetnya, Jie Thay Giam teriak, Soehoe! Kau. Ia tak meneruskan
perkataannya sebab sang guru sudah pejamkan kedua matanya dan dari kepalanya keluar uap
putih, satu tanda bahwa guru besar itu sudah mengerahkan Lweekang untuk mengobati
lukanya. Beberapa saat kemudian, mendadak Sam Hong membuka mulutnya dan
memuntahkan darah.
Boe Kie kaget bukan kepalang. Ia sekarang tahu bahwa Thay soehoe menderita luka berat.
Kalau darah itu berwarna ungu hitam maka dengan mempunyai Lweekang yang tinggi
kesehatan guru besar itu aka segera pulih. Tapi darah yang barusan dimuntahkan adalah darah
segar. Ini merupakan petunjuk bahwa isi perut Sam Hong sudah terluka hebat. Sesaat itu
beberapa ingatan keluar masuk dalam otaknya. Apa yang harus diperbuatnya? Apa sebaiknya
ia segera memperkenalkan diri dan menolong Thay soehoenya?
Sebelum ia bisa mengambil keputusan, di luar pintu mendadak terdengar suara langkah kaki.
Langkah itu cepat sekali datangnya tapi segera berhenti di luar pintu. Orang itu yang rupanya
sedang kebingungan tak berani membuka suara.
Siapa? Apa Cong-hian? Ada apa? tanya Thay Giam.
Benar, jawab too-jin penyambut tamu itu. Melaporkan kepada Sam soesiok bahwa sejumlah
besar musuh sudah berkumpul di luar kuil. Mereka mengenakan seragam Mo-kauw. Mereka
mau bertemu dengan Couw soe Ya ya dan mereka mengeluarkan perkataan-perkataan kotor,
mereka bilang mau injak Boe tong-pay sampai jadi tanah rata.
Diam! bentak Thay Giam. Ia kuatir gurunya jadi lebih sakit karena laporan itu.
Perlahan-lahan Thio Sam Hong membuka kedua matanya dan berkata dengan suara perlahan.
Kim kong Pan jiak ciang benar-benar hebat. Untuk sembuh aku harus beristirahat tiga bulan
lamanya.
Kalau begitu Thay soehoe menderita luka lebih berat dari dugaanku, kata Boe Kie di dalam
hati.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 879
Dalam serangannya ini, Beng-kauw pasti sudah membuat persiapan sempurna, kata Sam
Hong pula. Hai! Bagaimana dengan Wan Kiauw Lian Cioe dan yang lain-lain? Thay Giam,
apa yang harus kita perbuat?
Si murid tak menyahut. Ia mengerti bahwa kecuali sang guru dan ia sendiri, murid-murid Boe
tong lainnya, murid-murid turunan ketiga dan keempat tak akan mampu menahan musuh dan
mereka hanya akan membuang jiwa dengan sia-sia. Maka itu, jalan satu-satunya adalah
mengorbankan jiwa sendiri supaya sang guru bisa menyingkirkan diri untuk mengobati
lukanya, untuk membalas sakit hati di kemudian hari. Berpikir begitu, ia segera berkata
dengan suara nyaring, Cong-hian, beritahukan orang-orang itu bahwa aku akan segera keluar
untuk menemui mereka. Minta mereka tunggu di Sam cong tian.
Baiklah, kata Cong-hian yang lalu berjalan pergi.
Jilid 48________________
Thio Sam Hong dan Jie Thay Giam sudah menjadi guru dan murid selama puluhan tahun dan
mereka sudah saling mengenal isi hati masing-masing. Mendengar perkatahan Thay Giam,
Sam Hong segera mengerti maksud si murid. Ia tersenyum-senyum dan berkata, Thay Giam,
hidup atau mati, dihormati dan dihina, adalah soal-soal remeh. Tapi pelajaran istimewa dari
Boe Tong Pay tidak boleh karena itu menjadi putus di tengah jalan. Dalam menutup diri
selama delapan belas bulan, aku telah mendapatkan intisari dari ilmu silat dan telah mengubah
Thay Kek Koen serta Thay Kek Kiam. Kedua ilmu ini sekarang aku hendak turunkan
kepadamu.
Thay Giam tertegun. Sebagai seorang bercacat, mana bisa ia belajar silat? Disamping itu
musuh sudah masuk ke dalam kuil! Mana ada waktu lagi untuk menurunkan ilmu silat? Suhu
katanya dengan tergugu.
Thio Sam Hongtertawa tawar. Sedari didirikan, Boe Tong Pay kita telah melakukan banyak
perbuatan baik, sehingga menurut pantas partai kita tidak akan musnah dengan begitu
saja,katanya. Thay Kek Koen dan Thay Kek Kiam yang digubah olehku berlainan dengan
ilmu silat yang pernah dikenal semenjak dahulu. Dasar daripada ilmu ini ialah: yang tenang
menindih yang bergerak, yang bergerak belakangan menguasai yang duluan. Thay Giam,
gurumu sudah berusia lebih dari seratus tahun. Andaikata hari ini dia tidak bertemu dengan
musuh berapa tahun lagi dia bisa hidup? Aku merasa girang, bahwa pada saat-saat terakhir
dari penghidupanku aku masih bisa mengubah ilmu silat ini. Wan Kiauw, Lian Cioe, Siong
Kee, Lie Heng dan Seng Kok tidak berada di sini. Kecuali Ceng Soe, diantara murid-murid
turunan ketiga dan keempat tidak terdapat orang yang berpangkat baik. Tapi Ceng Soe pun
tak berada di sini. Maka itu, Thay Giam, kau adalah orang satu-satunya yang bisa menerima
warisan ini. Dihormatinya atau dihinanya Boe Tong Pay, disatu waktu tertentu tidaklah
menjadi soal. Soal yang penting adalah semoga Thay kek Koen dapat diwariskan kepada
orang-orang yang hidup di zaman belakangan. Kalau harapanku ini bisa terwujud, maka Boe
Tong Pay pasti akan bisa hidup abadi selama ribuan tahun, ia mengucapkan kata-kata itu
dengan semangat gelora seolah-olah melupakan rombongan musuh yang sudah menumbuh di
luar.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 880
Dengan mata mengembang air, Thay Giam manggut-manggutkan kepalanya. Ia mengerti
maksud sang guru. Ia mengerti, bahwa sang guru memerintahkan supaya ia menelan segala
hinaan, agar ia dapat mewariskan ilmu silat Boe Tong Pay kepada dunia.
Perlahan-lahan Thio Sam Hong berdiri. Kedua tangannya diturunkan belakang tangannya
menghadap ke luar, jari-jarinya ditekuk sedikit dan kedua kakinya dipentang. Sesudah itu,
dengan perlahan ia mengankat kedua lengannya. Di depan dada, lengan kiri ditekuk, telapak
tangan menghadapi muka, sehingga merupakan Im Ciang. Hampir berbareng, telapak tangan
kanannya dibalik menjadi Yan Ciang. Inilah permulaan Thay Kek Koen. Katanya. Sesudah
itu, sejurus demi sejurus, ia mulai bersilat sambil menyebutkan nama-nama setiap pukulan
Lang Ciak Pwee, Tan Pian, Tee Chioe Siang Sit, Pek Ho Liang Cie, Siowsit Youw Pwee,
Cioe Hwie Pee, Cin Po Pan Lan Toei, Jie Hong Sit Pit, Po Houw Kwie Shoa, Cap Jie Chioe.
Dengan sepenuh perhatian Boe Kie mengawas saban pukulan. Semula ia menduga Thay Suhu
sengaja perlambat gerakannya, supaya Jie Thay Giam bisa melihat dengan tegas. Pada jurus
ketujuh yaitu, Cioe Hwee Pie Pee, dengan Yang Ciang pada tangan kiri dan Im Ciang pada
tangan kanan dan dengan mengawasi tangan kirinya Thio Sam Hongmendorong telapak
tangannya dengan perlahan. Dorongan itu kelihatannya berat seperti gunung, tapi juga enteng
bagaikan bulu burung.
Tiba-tiba Boe Kie mendusin. Ah! Inilah yang dinamakan perlahan mengalahkan yang cepat,
yang tenang menguasai yang bergerak! katanya di dalam hati. Aku taknyana dalam dunia
terdapat ilmu silat yang begitu lihaI. Ia memang sudah memiliki ilmu silat tinggi. Begitu
dapat menangkap intisari Thay Kek Koen, perhatiannnya jadi lebih besar.
Thio Sam Hongbersilat terus dengan kedua tangannya membuat gerakan-gerakan yang
merupakan lingkaran dan setiap jurus mengandung perubahan Im Yang dari Thay Kek Sit.
Ilmu silat itu digubah dari kitab Ya Keng dari tiongkok purba dan berbeda dengan ilmu silat
Tat Mo CouwSoe. Biarpun belum tentu menang, ilmu itu sedikitnya tidak usah kalah dari
pelajaran Tat Mo.
Kira-kira semakanan nasi Thio Sam Hongselesai dan lalu berdiri tegak. Sesudah itu ia
memberi pelajaran tentang pukulan-pukulan yang tadi diperlihatkannya.
Jie Thay Giam mendengar tanpa membuka mulut. Ia tahu, bahwa waktu sudah mendesak dan
ia tak keburu mengajukan pertanyaan-pertanyaan lagi. Banyak yang tidak dimengerti olehnya
dan hanya diingat saja dalam otaknya. Andaikata sampai terjadi sesuatu yang tidak
diharapkan atas diri sang guru, ia bisa mengajar Kouw Koat (toori) itu kepada orang lain,
supaya di hari kemudian seseorang yang cerdas dan berbakat bisa memecahkan artinya yang
dalam.
Dilain pihak, Boe Kie berhasil menyelami hampir seluruh pelajaran itu. Kouw Kaot dan caracara
latihan Kian Koen Tay Lo Ie berbeda dengan thay Kek Koen, tapi pada hakekatnya,
dasar kedua ilmu silat itu adalah sama. Kedua-duanya berdasarkan meminjam tenaga untuk
memukul tenaga. Maka itulah, setiap jurus dan penjelasan Thio Sam Hongdapat ditangkap
olehnya.
Melihat paras bimbang pada muka muridnya. Thio Sam Hongbertanya, Thay Giam, berapa
bagian yang dapat dimengerti olehmu?
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 881
Murid berotak tumpul, hanya mengerti tiga empat bagian, jawabnya. Tapi murid sudah
menghafal semua jurus dan Koaw Koat yang diberikan Suhu.
Aku banyak menyusahkan kau, kata pula sang Guru. Kalau Wan Kiauw berada di sini, ia pasti
dia, bisa menangkap lima bagian dari pelajaran ini. Hai! Diantara murid-muridku, Ngo
Soetee-mu yang berotak paling cerdas, hanya sayang, siang-siang ia sudah meninggal dunia.
Jika ia masih hidup, dibawah pimpinanku dalam lima tahun ia tentu sudah bisa mewarisi
seantero pelajaran ini.
Mendengar mendiang ayahnya disebut-sebut, jantung Boe Kie memukul keras.
Sesudah berdiam sejenak, Thio Sam Hongberkata pula: Nah sekarang perhatikan ini. Tenaga
pukulan kelihatannya enteng, tapi tidak enteng, agaknya sudah dikerahkan, tapi belum
dikerahkan, seolah-olah putus, tapi sebenarnya belum putus..
Ia berhenti karena dari Sam Ceng Tian tiba-tiba terdengar teriakan. kalau Thio Sam
Hongbersembunyi terus, lebih dahulu kita binasakan murid-murid dan cucu-cucu muridnya!
Boe! menyambung seorang lain. Bakar saja kuil ini!
Mampus dibakar terlalu enak untuk dia, kata orang ketiga sambil tertawa, nyaring. Kita harus
tangkap dia, belenggu kaki tangannya, arak dia ke pusat berbagai partai, supaya semua orang
bisa lihat macamnya gunung Thay San dan Bintang Pak Tauw dari dunia persilatan.
Jarak antara gubuk di belakang gunung itu dan Sam Ceng Tiang kira-kira satu li, tapi suara
mereka terdengar tegas sekali, sehingga dapat dilihat, bahwa musuh sengaja memperlihatkan
Lweekang mereka dan memang juga, tenaga dalam itu harus diakui kelihatannya.
Mendengar cacian itu, tak kepalang gusarnya Jie Thay Giam, sehingga kedua matanya seolaholah
mengeluarkan api.
Thay Giam, kata sang guru, apa kau sudah lupa pesanku? Jika kau tidak bisa menelan hinaan,
cara bagaiman akau bisa memikul tanggung jawab yang sangat berat itu?
Benar, kata si murid sambil menundukkan kepala.
Kau bercacat dan musuh tentu tak akan turunkan tangan jahat atas dirimu. Kata pula Thio
Sam Hong. Sekali lagi aku meminta supaya kau menahan napsu amarah. Manakala kau tidak
bisa menyebar pelajaranku kepada turunan yang belakangan, maka aku menjadi seorang yang
berdosa dari partai kita.
Thay Giam mengeluarkan keringat dingin. Ia mengerti maksud gurunya. Demi kepentingan
Boe Tong Pay, ia diperintah menelan segala hinaan.
Sesudah berkata begitu Thio Sam Hongmengeluarkan sepasang Loo Han besi dari sakunya
dan menyerahkannya kepada si murid. Menurut katanya Kong Siang, Siauw Lim Pay sudah
termusnah, katanya. Entah benar, entah dusta, kita tak tahu. Tapi bahwa seorang tokoh Siauw
Lim Pay seperti dia menaklukkan kepada musuh dan kemudian membokong aku, dapatlah
kita menarik kesimpulan, bahwa Siauw Lim Pay benar sudah mendapat bencana. Pada kirakira
seratus tahun yang lalu, Kwee Siang Lie Hiap telah menghadiahkan sepasang Loo Han
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 882
ini kepadaku. Dihari kemudian serahkan kepadaku ahli waris Siauw Lim Pay. Aku berharap
bahwa dengan bantuan sepasang Loo Han ini, sebagian ilmu silat Siauw Lim Sie akan dapat
mempertahankan! Sesudah memberi keterangan, sambil mengipaskan tangan jubah, ia
bertindak keluar pintu.
Mari kita ikut, kata Thay Giam, Boe Kie dan Beng Goat lantas saja memikul kursi tandu dan
mengikuti di belakang guru besar itu.
Setibanya di Sam Ceng Tian, mereka mendapat kenyataan, bahwa di ruangan itu sudah penuh
dengan manusia yang berjumlah kurang lebih tiga ratus orang, Thio Sam Honghanya
mengangguk dan tidak mengeluarkan sepatah kata.
Inilah guruku, Thio Cin Jin, kata Jie Thay Giam dengan suara nyaring. Perlu apa kalian naik
ke Boe Tong San?
Semua mata ditujukan kepada Thio Sam Hong, tokoh tertua dalam rimba persilatan yang
namanya menggetarkan seluruh dunia. Guru besar itu mengenakan jubah hitam warna abu,
rambut dan jenggotnya putih laksana perak, sedang badannya tinggi besar.
Sedang semua orang mengawasi Thio Sam Hong, Boe Kie menyapu seluruh ruangan dengan
matanya. Ia mendapat kenyataan, bahwa separuh dari orang-orang itu memakai seragam Beng
Kauw dan berapa belas orang, yang rupa-rupanya juga jadi pemimpin, mengenakan pakaian
biasa.
Sekonyong-konyong di luar pintu terdengar teriakan Kauw Coe tiba.
Ruangan Sam Ceng Tian lantas saja berubah sunyi. Belasan pemimpin itu dengan tergesagesa
keluar menyambut, diikuti oleh yang lain dan dalam sekejab beberapa ratus orang sudah
keluar dari Sam Ceng Tian.
Tak lama kemudian, orang-orang itu kembali tapi mereka tidak lantas masuk dan berhenti di
luar pintu. Boe Kie melongok keluar dan tiba-tiba saja ia terkesiap, karena ia lihat delapan
orang memikul sebuah joki indah yang dikawal oleh enam tujuh orang dan delapan tukang
pikul itu bukan lain dari Sin Cian Pat Hiong. Cepat-cepat ia mengusap debu lantai dengan
kedua tangannya. Melihat begitu, Beng Goat geli bercampur takut, ia menduga bahwa
perbuatan Boe Kie terdorong oleh perasaan takut. Dalam bingungnya, iapun segera memoles
debu pada mukanya sehingga di lain saat kedua Too Tong itu sudah berobah menjadi badut
wayang.
Joli diturunkan tirai disingkap dan dari dalam joli, keluar seorang Kong Coe tampan yang
menikam jubah panjang warna putih dengan sulaman obor kemerah-merahan pada tangan
bajunya. Ia itu bukan lain daripada Tio Beng.
Dengan diiring oleh belasan pemimpin rombongan, sambil menggoyang-goyangkan kipasnya,
si nona bertindak masuk. Seorang pria yang bertubuh jangkung itu maju lebih dulu dan
kemudian berkata sambil membungkuk. Melaporkan pada Kauw Coe, yang itu Thio Sam
Hong, yang itu yang bercacat, Jie Thay Giam, murid ketiga dari Boe Tong Pay.
Tio Beng manggut-manggutkan kepala. Ia maju beberapa tindak menutup kipasnya dan lalu
menyoja seraya membungkuk. Boan Seng Thio Boe Kie pemimpin Beng Kauw! katanya.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 883
Boan Seng bersyukur, bahwa hari ini bisa bertemu dengan Gunung Thay san dari rimba
persilatan.
Boe Kie kaget dan gusar. Di dalam hati, ia mencaci wanita itu yang sudah menyamar sebagai
dirinya dan menipu Thay Suhu.
Mendengar nama Thio Boe Kie, Thio Sam Hongheran, Mengapa namanya bersamaan dengan
nama anak Thio Boe Kie? Tanyanya di dalam hati. Ia membalas hormat dan menjawab, Sebab
tak tahu Kauw Coe dari tempat jauh. Untuk kelainan itu kuharap Kauw coe suka memaafkan.
Bagus, bagus! kata si nona.
Dengan diikuti oleh seorang Too Tong bagian depan Tie Kek Toojin menyuguhkan the. Tio
Beng duduk di kursi seorang diri. Orang-orang bawahannya berdiri jauh-jauh dengan sikap
hormat.
Sebagai seorang yang sudah memiliki usia seabad lebih dan memiliki ilmu yang sangat tinggi,
Thio Sam Hongmempunyai ketenangan luar biasa dan tak menghiraukan lagi segala apa yang
bersifat keduniawian. Akan tetapi, ikatan antara guru dan murid adalah sedemikian erat,
sehingga dalam ketenangannya, guru besar itu masih memikirkan keselamatan muridmuridnya.
Dengan tidak mengimbangi tenaganya yang sangat kecil, beberapa murid Lao Too
telah pergi ke tempat Thio Kauw Coe untuk meminta pelajaran, katanya.
Sampai kini mereka belum pulang. Apakah Thio Kauw Coe sudi memberi sedikit keterangan?
Tio Beng tertawa, Song Tay Hiap, Jie Tay Hiap, Thio Sie Hiap, dan Boh Cit Hiap sudah
berada dalam tangan Beng Kauw.
Mereka mendapat luka enteng karena totokan dan sama sekali tidak membahayakan jiwa
mereka.
Luka totokan mungkin berarti luka kena racun, kata Thio Sam Hong.
Tio Beng tersenyum. Thio Cin Jin kelihatannya sangat mengagulkan kepandaian Boe Tong
Pay, katanya. Kalau Thio Cin Jin menduga kena racun, biarlah kita anggap mereka kena
racun.
Thio Sam Hongmengenal kepandaian murid-muridnya. Mereka adalah ahli-ahli silat kelas
satu pada zaman itu. Andaikata benar, karena berjumlah kecil mereka tak dapat melawan
musuh yang jumlahnya besar. Biar bagaimanapun jua mesti ada beberapa orang yang bisa
meloloskan diri untuk menyampaikan berita. Jika tidak menggunakan racun, musuh tak
mungkin bisa merobohkan atau menangkap mereka semua.
Mendengar jitunya tebakan guru besar itu, Tio Beng pun tak mau membantah.
Dimana adanya muridku yang she In? tanya pula Thio Sam Hong.
Si nona menghela napas, In Liok Hiap telah dibokong oleh orang-orang Siauw Lim Pay dan
keadaannya bersamaan dengan Jie Sam Hiap, jawabnya. Tulang kaki tangannya dihancurkan
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 884
dengan Kim Kong Cie sehingga biarpun tidak binasa, ia sudah menjadi seorang bercacat yang
tidak dapat bergerak pula.
Paras muka Thio Sam Hongjadi lebih pucat. Ia tahu, Tio Beng tidak berdusta. Tiba-tiba ia
memuntahkan darah.
Orang-orang itu yang berdiri di belakang si nona kelihatan bergirang sebab muntah darah itu
sebagai bukti bahwa Kong Siang sudah berhasil dalam bokongannya. Lawan paling berat
sudah terluka berat dan mereka boleh tak usah takut lagi.
Dengan setulus hati aku ingin memberi nasehat, hanya aku tak tahu apakah Thio Cin Jin suka
mendengarnya, kata Tio Beng.
Kauw Coe boleh bicara.
Selebur bumi di kolong langit ini adalah milik kaisar, keangkeran kaisar Mongol kami
meliputi empat lautan. Jika Thio Cin Jin suka menakluk kepada kaisar Hong Siang tentu akan
memberi anugerah dan Boe Tong Pay akan menikmati zaman gilang gemilang. Disamping itu
Song Tay Hiap dan yang lain-lainpun bisa segera pulang dengan selamat.
Thio Sam Hongmendongak dan mengawasi genteng. Sesudah itu, perlahan-lahan ia berkata
dengan suara dingin. Walaupun Beng Kauw banyak melakukan perbuatan yang tidak patut,
semenjak dahulu agama itu menentang penjajah Goan. Lagi kapan Beng Kauw menakluk
kepada kerajaan? Lao Too belum pernah mendengar kejadian itu.
Meninggalkan tempat gelap dan pergi ke tempat terang adalah perbuatan seorang gagah sejati,
kata Tio Beng. Siauw Boen dan Kong Tie Seng Ceng sampai pada pendeta yang
berkedudukan paling rendah sudah menunjuk kesetiaannya kepada kerajaan. Tindakan kami
adalah demi kepentingan negara dan mengikuti tindakan segenap orang gagah di seluruh
rimba persilatan. Apa hal itu mengharapkan Thio Cin Jin.
Kedua mata Thio Sam Hongberkeredepan bagaikan kilat dan sorot matanya yang setajam
pisau mengawasi muka si nona. Orang Goan kejam dan banyak mencelakai rakyat, katanya
dengan suara gemetar. Diwaktu ini, segenap orang gagah di kolong langit bangkit serentak
untuk mengusir penjajah dan merampas pulang sungai dan gunung kita. Di dalam hati setiap
anak cucu Oey Tee terdapat tekad untuk mengusir Tat Coe. Tindakan inilah yang bisa
dinamakan sebagai tindakan demi kepentingan negara. Biarpun hanya seorang pertapaan,
.mengenal juga peribudi luhur. Kong Boen dan Kong Tie adalah pendeta-pendeta suci.
Manabisa mereka ditundukkan dengan kekerasan? Nona, mengapa kau bicara begitu
sembarangan?
Mendadak seorang pria tinggi besar yang berdiri di belakang Tio Beng melompat ke luar dan
membentak. Bangsat tua, jangan kau menggoyang lidah seenaknya saja! Boe Tong Pay
sedang menghadapi kemusnahan. Kau sendiri tidak takut mati, tapi apakah ratusan imam yang
berada di kuil inI juga tak takut mati? Ia bicara dengan suara yang disertai Lweekang dan
sikapnya garang sekali.
Mendengar cacian itu, Thio Sam Hongberkata dengan suara tawar. Semenjak dahulu, manusia
mana yang tak pernah mati, aku menggunakan kesetian untuk mencatat kitab sejarah. Katakata
itu adalah sajak gubahan Boe Thian Siang yang sangat dikagumi Thio Sam Hong.
Selama hidup sering kali ia rasa menyesal, bahwa waktu Boe Thian Siang menghadapi
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 885
kebinasaan, ia tidak bisa menolong sebab ilmu silatnya belum cukup tinggi. Sekarang dalam
menghadapi kematiannya sendiri tanpa merasa ia menyebutkan sajak itu. Sesudah berdiam
sejenak, ia menambahkan, Sebenarnya Boe Sin Siang pun terlalu kukuh. Aku hanya ingin
bersetia terhadap nusa dan bangsa. Aku tak perduli apa yang akan ditulis dalam kitab sejarah,
ia lirik Jie Thay Giam dan berkata di dalam hati, aku hanya mengharap agar Thay Kek Koen
bisa diwariskan kepada orang-orang yang hidup di zaman belakangan. Tapi hai! Jika aku
mengharap begitu, bukankah akupun memikirkan soal sesudah aku meninggal dunia?
Bukankah sikapku jadi bersamaan dengan sikap Boe Sin Siang? Hai, perduli apa bisa
diwariskan atau tidak! Perduli apa mati hidupnya mati Boe Tong Pay!
Tiba-tiba Tio Beng mengibaskan tangan kirinya dan pria tinggi besar itu lantas saja mundur
sambil membungkuk. Si nona tersenyum dan berkata, Thio Cin Jin ternyata seorang kukuh,
biarlah untuk sementara kita tidak bicara lagi. Mari! Semua ikut aku! seraya berkata begitu, ia
berbangkit.
Hampir berbareng empat orang yang tadi berdiri di belakang Tio Beng, melompat dan
mengurung Thio Sam Hong. Keempat orang itu ialah si pria tinggi besar, seorang yang
mengenakan dandanan pakaian pengemis, seorang hwesio kurus dan seorang wanita setengah
tua. Dilihat gerak-geriknya mereka semua ahli silat kelas utama.
Boe Kie kaget, Darimana Tio KouwNio mendapat orang yang begitu lihai? tanyanya di dalam
hati.
Keadaan sudah mendesak! Kalau Thio Sam Hongtidak mengikut, keempat orang itu pasti
akan menggunakan kekerasan.
Jumlah musuh sangat besar dan mereka semua kawanan manusia tidak mengenal malu, tidak
dapat dibandingkan dengan enam partai yang mengurung Kong Beng Teng, pikir Boe Kie.
Biarpun aku dapat merobohkan beberapa orang, yang lain pasti dan akan mengerubuti. Sangat
sukar untuk aku melindungi Thay Suhu dan Sam Supeh. Tapi keadaan sudah jadi begini,
Sudahlah! Jalan satu-satunya ialah mengadu jiwa.
Tapi baru saja ia mau menerjang, di luar pintu mendadak terdengar suara tertawa yang sangat
nyaring, disusul dengan berkelabatnya masuknya satu bayangan hijau.
Gerakan orang itu cepat luar biasa, laksana angin, bagaikan kilat. Begitu berkelebat masuk, ia
sudah berada di belakang si pria tinggi besar juga cukup lihai. Tanpa memutar badan, ia
menangkis dengan sepenuh tenaga. Tapi orang itu sudah keburu menarik pukulan-pukulannya
dan dengan berbereng tangan kirinya menepuk pundak wanita setengah tua. Wanita itu
berkelit seraya menendang, tapi ia menendang angin, karena orang itu sudah melompat ke
samping dan menghantam si pendeta. Dalam sekejab ia sudah mengirim empat pukulan
kepada empat jago itu. Biar semua pukulan gagal, kecepatan gerakan itu sungguh
menakjubkan. Keempat jago itu mengerti, bahwa mereka sedang menghadapi lawan berat.
Dengan serentak mereka melompat mundur untuk melakukan serangan teratur.
Tanpa menghiraukan gerakan musuhnya, orang yang mengenakan pakaian hijau itu sudah
menghampiri Thio Sam Hongdan sambil membungkuk, ia berkata boanpwee Wie It Siauw,
orang sebawahan Thio Kauw Coe dari Beng Kauw memberi hormat kepada Thio Cin Jin!
orang itu, memang bukan lain daripada Wie It Siauw yang sesudah berhasil mengelakkan
musuh, buru-buru menyusul Boe Kie.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 886
Mendengar perkataan, orang sebawahan Thio Kauw Coe dari Beng Kauw, Thio Sam
Hongsemula menganggap, bahwa ia adalah kaki tangan Tio Beng dan serangannya terhadap
keempat jago itu hanya berpura-pura. Maka itu, ia lantas saja berkata dengan suara tawar Wie
Sian Seng tak usah menggunakan banyak peradatan. Sudah lama kudengar bahwa Ceng Ek
Hok Ong memiliki ilmu ringan badan yang sangat luar biasa. Hari ini baru aku tahu, bahwa
pujian itu bukan pujian kosong!
Wie It Siauw girang, Thio Cin Jin adalah gunung Thay san dari rimba persilatan, katanya.
Pujian Thio Cin Jin sungguh-sungguh membikin terang muka Boanpwee, sehabis berkata
begitu, ia memutar tubuh dan membentak sambil menuding Tio Beng.
Tio Kouw Nio! Perlu apa kau merusak nama baiknya Beng Kauw? Kalau kau laki-laki sejati,
mengapa kau menggunakan tipu yang begitu busuk?
Si Nona tertawa geli, aku memang bukan laki-laki, jawabnya. kalau aku menggunakan tipu
busuk, kau mau apa?
Ceng Ek Hok Ong tertegun. Ia insyaf bahwa ia sudah salah omong. Sesudah kagetnya hilang,
ia berkata dengan sungguh-sungguh. siapa sebenarnya kamu semua, lebih dahulu menyerang
Siauw Lim, kemudian membokong Boe Tong. Kalau kamu hanya bermusuhan dengan Siauw
Lim dan Boe Tong, Beng Kauw tak perlu campur. Tapi kamu menyuruh sebagai orang-orang
Beng Kauw, aku Wie It Siauw tidak bisa tidak campur tangan!
Thio Sam Hongmemang tidak begitu percaya, bahwa Beng Kauw yang sudah berseteru
dengan kerajaan Goan selama hampir seratus tahun bisa gampang menekuk lutut.
Mendengar perkataan dari Wie It Siauw, ia berkata di dalam hati. Walaupun Mo Kauw
mempunyai nama tak baik, tapi dalam soal penting para anggotanya ternyata bisa
berpendirian secara tegas sekali.
Sementara itu, Tio Beng sudah berpaling kepada si pria tinggi besar dan berkata, Dengarlah,
suaranya besar sungguhan! Coba kau jajal-jajal kepandaiannya.
Baik, jawabnya. Sesudah mengencangkan pinggang, ia segera bertindak ke tengah ruangan,
Wie Hok Ong, katanya, aku meminta pelajaran dari Han Peng Bian Cang-mu!
Wie It Siauw terkejut, bagaimana dia tahu aku memiliki Han Peng Bian Ciang? tanyanya di
dalam hati. Sesudah tahu aku memiliki ilmu itu, dia masih berani menantang. Dia pasti bukan
lawan yang enteng. Sambil memikir begitu, ia bertanya, Bolehkah aku mendapat tahu nama
tuan?
Sesudah datang menyamar orang-orang Beng Kauw, apa mungkin kuperkenalkan namaku
yang sejati? kata orang itu. "Wie Hok Ong, pertanyaanmu sungguh tolol!
Wie It Siauw tertawa dingin. Benar, pertanyaanku pertanyaan tolol, katanya dengan suara
mendongkol. Mengapa juga, setelah rela menjadi anjingnya kaisar Goan dan bersedia
menghamba kepada orang asing, terlebih baik tuan tak memperkenalkan nama sendiri.
Dengan demikian sedikitnya kau merusak nama leluhurmu.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 887
Didamprat begitu, si tinggi besar jadi malu juga dan karena malu ia jadi gusar. Sambil
membentak keras, ia menghantam dada Wie It Siauw.
Wie Hok Ong melompat ke samping, disusul dengan lompatan kedua di belakang lawannya
sambil mengirim satu totokan. Sebab ingin menjajal isi orang itu totokan ini bukan totokan
Han Peng Bian Cian. Orang itu mengegos lalu balas menyerang. Sesudah bertempur beberapa
jurus, Wie It Siauw merasa heran lantaran ia merasai sambaran angin panas dalam pukulanpukulan
lawan. Tiba-tiba ia terkejut karena melihat kedua telapak tangan orang itu merah
bagaikan darah. Apa itu Coe See Cit Cat Siang? tanyanya di dalam hati.
Ilmu itu sudah lama hilang dari rimba persilatan, Siapa dia? Bagaimana dia bisa memiliki
ilmu yang luar biasa itu?
Kini Ceng Ek Hok Ong berkelahi dengan hati-hati. Luka di dalam tubuhnya baru saja sembuh
dan sekarang menghadapi musuh yang berat. Ia segera menggosok kedua telapak tangannya
dan mulai bersilat dengan ilmu Han Peng Bian ciang.
Tak lama kemudian, jalam pertempuran berubah dari cepat menjadi perlahan karena mereka
mulai menguji tenaga dalam. Sekonyong-konyong dari mulut pintu gerbang masuk serupa
benda yang sangat besar dan menyambar ke tubuh si tinggi besar. Benda itu jauh lebih besar
daripada karung beras. Semua orang kaget, senjata apa itu?
Si tinggi besar terkejut dan dengan sepenuh tenaga, ia menghantam benda tersebut, yang
lantas saja benda itu terpental setombak lebih, dibarengi dengan teriakan manusia yang
menyayat hati. Ternyata benda itu sebuah karung dan di dalam karung terdapat manusia.
Dipukul dengan Coe See Cit sat ciang, orang itu telah hancur tulangnya.
Si tinggi besar tertegun. Mendadak ia menggigil karena pada saat itu ia tidak berwaspada,
Wie It Siauw melompat ke belakangnya menotok Toa Toei Hoatnya, di bagian punggung
dengan Han Peng Bian Ciang. Dibokong begitu, ia jadi kalap. Sambil memutar tubuh, ia
menghantam batok kepala Wie It Siauw dengan telapak tangannya.
Nyali Ceng Ek Hok Ong benar-benar besar. Ia tertawa terbahak-bahak dan berdiri tegak, tidak
berkelit atau menangkis. Si tinggi besar ternyata sudah habis tenaganya. Telapak tangannya
tepat mampir di batok kepala Wie It Siauw, tetapi Wie Hok Ong hanya seperti diusap-usap.
Melihat gilanya Wie It Siauw, semua orang menggeleng-gelengkan kepala. Kalau si tinggi
besar mempunyai ilmu untuk bertahan terhadap pukulan Han Peng Bian Ciang, bukankah ia
akan mati konyol? Tapi memang adat Wie Hok Ong yang otak-otakan itu. Makin besar
bahaya yang dihadapi, ia makin gembira. Ia menganggap bokongannya sebagai perbuatan
yang kurang bagus, maka itu ia memasang kepalanya untuk menebus dosa.
Sementara itu si tokoh Kay Pang (Partai pengemis) sudah membuka karung itu dan
mengeluarkan sesosok tubuh manusia yang berlumuran darah dan yang sudah mati karena
pukulan Coe See Cit Sat Ciang. Mayat itu yang berpakaian compang-camping adalah mayat
seorang pengemis. Entah mengapa dia berada di dalam karung dan menemui ajal secara
mengenaskan.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 888
Tak kepalang gusarnya si tokoh Kay Pang. Dengan mata merah, dia berteriak, Bangsaat Ia
tidak dapat meneruskan caciannya, sebab pada detik itu, selembar karung menyambar dan
mau menelungkup dirinya. Cepat-cepat ia melompat mundur.
Di lain saat, seorang pendeta gemuk sudah berdiri di tengah ruangan sambil tertawa haha hihi.
Dia bukan lain daripada Poet Tay Hweeshio Swee Poet Tek! Sesudah karung Kian Koen It
Khie Tay dipecahkan Boe Kie, ia tak punya senjata yang tepat dan terpaksa membuat
beberapa karung biasa sebagai gantinya. Meskipun ilmu mengentengkan tubuhnya tidak
selihai Wie It Siauw, tapi karena tidak menemui rintangan, ia sudah tiba di Boe Tong San
pada saat yang tepat.
Ia menghampir Thio Sam Hongdan sambil membungkukkan, ia memperkenalkan diri, Yoe
Heng Sian Jin Poet Tay Hweeshio Swee Poet Tek, orang sebawahan Thio Kauwcoe dari Beng
Kauw, memberi hormat kepada Boe Tong Ciang Kauw Couw Soe Thio Cin Jin.
Guru besar itu membalas hormat dan berkata sambil tersenyum. Tay Soe banyak capai.
Terima kasih atas kunjunganmu.
Thio Cin Jin, kata pula Swee Poet Tek dengan suara lantang. Kong Beng Soe Cia, Peh Bie
Kie Peh Bie Eng Ong, empat Sian Jin, lima Kie Soe, berbagai pasukan dari agama kami sudah
mendaki Boe Tong San untuk menghajar kawanan manusia yang tak kenal malu itu, yang
sudah menggunakan nama kami.
Boe Kie dan Wie It Siauw tertawa geli di dalam hati. Hebat sungguh ngibulnya Poet Tay
Hweeshio. Tapi Tio Beng kaget dan berkuatir. Ia kira benar para pemimpin Beng Kauw sudah
tiba dengan seluruh barisan. Cara bagaimana mereka bisa datang begitu cepat? Siapa yang
membocorkan rahasia? tanyanya dalam hati.
Karena bingung, tanpa merasa ia bertanya, mana Thio Kauw Coe mu? Suruh dia menemui
aku.
Thio Kauw Coe sudah memasang jaring untuk menjaring kamu semua, jawab Swee Poet Tek.
Orang yang berkedudukan begitu mulia mana boleh sembarangan menemui manusia seperti
kau. Sambil berkata begitu, ia saling melirik dengan Wie It Siauw dengan sorot mata
menanya.
Melihat datangnya bantuan, tidak kepalang girangnya Boe Kie.
Tio Beng tertawa dingin. Yang satu kelelawar berabun, yang lain hweesio bau hawa di sini
sungguh tidak sedap. Katanya.
Mendadak di sudut timur terdapat suara tertawa yang sangat nyaring. Swee Poet Tek, apa Yo
Co Soe sudah tiba? tanya orang itu, yang ternyata bukan lain daripada In Thian Ceng.
Sebelum Swee Poet Tek keburu menjawab, suara ketawa Yo Siauw sudah terdengar di sudut
bara. Eng Ong sungguh lihai, sudah tiba lebih dahulu daripada aku. Katanya.
Yo Co Soe jangan berlaku sungkan, kata In Thian Ceng. Kita berdua tiba bersamaan, tak ada
yang kalah tak ada yang menang. Mungkin sekali, karena memandang muka Thio Kauw Co,
Yo Co Soe sengaja mengalah terhadapku.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 889
Tidak! kata Yo Siauw. Boanpwee sudah menggunakan semua tenaga tapi setindakpun tidak
bisa mendului Eng Ong.
Mereka berbicara begitu sebab di tengah jalan selagi gembira mereka setuju untuk menjajal
tenaga kaki. In Thian Ceng memiliki Lweekang yang lebih kuat, tapi Yo Siauw bisa lari lebih
cepat, sehingga pada akhirnya mereka tiba pada detik yang bersamaan dan lalu melompat
turun dari kedua ujung payon kuil.
Thio Sam Hongsudah mengenal lama nama besarnya In Thian Ceng. Mengingat bahwa jago
itu juga mertua Thio Coei San, maka ia lantas saja maju tiga tindak dan menyambut sambil
merangkap kedua tangannya. Thio Sam Hongmenyambut In Heng dan Yo Heng. Katanya.
Diam-diam ia merasa heran. Terang-terang In Thian Ceng seorang Kauw Coe dari Peh Bi
Kauw, tapi mengapa ia menyebut-nyebut karena memandang Thio Kauw Coe?
In Thian Ceng dan Yo Siauw membalas hormat dengan membungkuk. Sudah lama kami
dengar nama harum Thio Cin Jin hanya menyesal sebegitu jauh kami belum mendapat
kesempatan untuk bertemu muka. Kata Peh Bie Eng Ong.
Kami bersyukur bahwa hari ini kami bisa melihat wajah Thio cin Jin yang mulia.
Kalian adalah guru-guru besar pada zaman ini, kata Thio Sam Hong. Kunjungan kalian
merupakan kehormatan untuk Boe Tong San.
Tio Beng jadi lebih jengkel dan gusar. Makin lama jumlah tokoh Beng Kauw makin
bertambah. Boe Kie sendiri belum muncul, tapi keterangan Swee Poet Tek tak boleh
diabaikan. Memang mungkin pemuda itu sudah mengatur siasat untuk menghancurkan segala
rencananya. Makin dipikir, ia makin mendongkol. Dengan mudah ia berhasil melukai Thio
Sam Hong. Hasil itu hasil luar biasa. Hari ini adalah satu-satunya utnuk membasmi Boe Tong
Pay. Di lain hari kalau Thio Sam Hongsudah sembuh, kesempatai itu tak ada lagi.
Diluar semua penghitungan Beng Kauw mengadu biru. Yang datang pentolan-pentolannya.
Apa ia akan berhasil?
Makin dipikir ia makin mendongkol. Biji matanya yang hitam bermain beberapa kali. Tibatiba
ia tertawa dingin dan berkata dengan suara mengejek. Dunia Kang Ouw selamanya
memuji Boe Tong Pay sebagai partai yang lurus bersih. Huh huh! Mendengar tak sama
dengan melihat. Tak dinyana Boe Tong Pay bergandeng tangan dengan Mo Kauw dan
mempertahankan tenaga Mo Kauw. Huh Huh!... Sekarang baru kutahu, ilmu silat Boe Tong
Pay tiada harganya.
Swee Poet Tek tertawa nyaring. Tio Kauw Nio, katanya pemandanganmu tidak lebih panjang
dari panjang rambutmu. Kau sungguh masih kanak-kanak. Dengarlah Thio cin Jin sudah
dapat nama besar pada sebelum kakekmu dilahirkan! Anak kecil tahu apa!
Belasan orang yang berdiri di belakang Tio Beng mengawasi hweesio yang gatal mulut itu
dengan mata melotot, tapi Poet Tay Hweeshio tenang-tenang saja. Apa aku tidak boleh bicara
begitu. Tanyanya. Aku Swee Poet Tek, tapi bila aku bicara, aku tetap bicara. Mau apa kamu?
(Swee Poet Tek tak boleh dibicarakan)
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 890
Seorang Hweesio jangkung meluap darah. Coe Jin, katanya, permisikan aku membereskan
Hweesio gila itu! (Coe Jin Majikan)
Bagus! kata Swee Poet Tek. Aku hweesio gila, kaupun hweesio gila. Yang gila ketemu
dengan yang gila, kita boleh minta Thio Cin Jin jadi juru pemisah. Seraya berkata begitu, ia
mengibaskan tangannya yang sudah memegang selembar karung.
Tio Beng menggelengkan kepala, Hari ini kita meminta pelajaran Boe Tong, katanya. Kalau
yang turun anggota Boe Tong Pay, kita boleh melayani. Berisi atau kosongnya Boe Tong Pay
akan dapat dipastikan hari ini. Perhitungan antara kita dan Mo Kauw dapat dibereskan di hari
nanti.
Kalau aku belum mencabut urat-urat setan kecil Thio Boe Kie dan membeset kulitnya, belum
puas hatiku. Tapi hal itu boleh ditunda untuk sementara waktu.
Mendengar perkataan setan kecil Thio Boe Kie, Thio Sam Hongjadi sangat heran. apa Kauw
Coe Beng Kauw juga bernama Thio Boe Kie? tanyanya di dalam hati.
Swee Poet Tek tertawa geli, Kauw coe kami seorang pemuda gagah yang sangat tampan,
katanya. Mungkin usiamu lebih muda beberapa tahun daripada Kauw Coe. Apa tak baik kau
menikah saja dengan Kauw Coe kami? Kulihat cocok benar.
Sebelum ia habis bicara, orang-orangnya Tio Beng sudah membentak dan mencaci.
Bangsat, tutup mulut!
Diam!
Kau sungguh telah bosan hidup!
Paras muka si nona lantas saja bersemu dadu, sehingga ia nampaknya lebih cantik lagi. Pada
paras itu terlihat tiga bagian kegusaran dan tujuh bagian kemalu-maluan. Seorang pemimpin
yang berkuasa lantas saja berubah menjadi seorang gadis pemalu. Tapi perubahan itu hanya
untuk sedetik dua saja.
Dilain saat, paras muka mereka itu berubah dingin seperti es. Thio Cinjin, katanya dengan
nada memandang rendah. Jika kau tak mau turun ke dalam gelanggang, kamipun tak akan
memaksa, asal saja kau mengakui terang-terangan, bahwa Boe Tong Pay adalah partai yang
mendustai dunia dan mencuri nama. Sesudah kau mengaku begitu, kami akan pergi. Kami
bahkan bersedia untuk memulangkan Song Wan Kiauw, Jie Lian Cio dan lain-lain kawanan
tikus, kepadamu.
Sesaat itu, Tiat Koat Toojin dan In Ya Ong tiba, disusul dengan Cioe Than dan Pheng Eng
Giok. Melihat bertambahnya tenaga Beng Kauw, Tio Beng mengerti bahwa dalam suatu
pertempuran memutuskan, pihaknya belum tentu menang. Dan apa yang paling dikuatiri
adalah Boe Kie dan siasatnya.
Sambil menyapu pihak lawan dengan matanya yang jeli, si nona berkata dalam hati. Thio Sam
Hongdibenci kaisar karena hambanya yang sangat besar dan dianggap sebagai thaysan atau
Pak Tauw dalam rimba persilatan. Tapi dia sudah begitu tua, berapa tahun lagi dia bisa hidup?
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 891
Tak perlu aku mengambil jiwanya. Kalau aku bisa menghina Boe Tong Pay, jasaku sudah
cukup besar, memikir begitu, ia lantas saja berkata, tujuan kedatangan kami ke sini adalah
untuk menjajal kepandaian Thio Cin Jin. Kalau kami mau mengukur tenaga dengan Beng
Kauw, apakah kami tak tahu jalanan ke Kong Beng Teng? Begini saja, sebelum menjajal,
kami tidak bisa mengatakan apa ilmu silat Boe Tong berisi atau kosong. Aku mempunyai tiga
orang pegawai rumah tangga yang sudah lama mengikuti aku. Yang satu mengerti sedikit
ilmu pukulan, yang lain mempunyai lweekang yang cetek, yang ketiga mengenal sedikit ilmu
pedang. A Toa, A Jie, A Sam, kemari! Asal Thio Cin Jin bisa mengalahkan mereka, kami
akan merasa takluk dan mengakui, bahwa Boe Tong Pay benar-benar mempunyai ilmu silat
tinggi. Manakala Thio Cin Jin tidak mau apabila dijajal atau tidak mampu melawan mereka,
maka kesimpulannya biarlah ditarik oleh orang-orang Kang Ouw sendiri. Seraya berkata
begitu, ia meneput tangan dan tiga orang, yang berdiri di belakangnya lantas saja bertindak ke
tengah ruangan.
Yang dinamakan A Toa seorang kakek kurus kering yang kedua tangannya memegang
sebatang pedang, pedang itk. Mukanya yang berkerut-kerut diliputi paras sedih.
Yang kedua, A Jie, juga bertubuh kurus, tapi lebih tinggi daripada A Toa. Kepala botak Tha
Yang Hiatnya melesak ke dalam, kira-kira setengah dim.
A Sam yang ketiga, berbadan keras padat, sikapnya garang anker bagaikan harimau. Pada
mukanya, lengannya, lehernya, pendek kata di bagian-bagian badannya yang terbuka terlihat
otot-otot yang menonjol keluar.
Thio Sam Hong, In Thian Ceng, Yo Siauw dan yang lain terkejut. Ketiga orang itu bukan
sembarang orang.
Tio Kouw Nio, kata Cioe Thian, mereka bertiga adalah ahli-ahli silat kelas utama dalam
rimba persilatan. Melawan mereka Cioe Thian tidak unggulan. Tapi mengapa secara tidak
mengenal malu, nona memperkenalkan mereka sebagai pegawai rumah tangga? Apa nona
mau berguyon dengan Thio Cin Jin?
Mereka ahli silat kelas utama? menegas Tio Beng. Ah! Aku sendiri tak tahu. Apa kau tahu
siapa mereka? Apa kau tahu nama mereka?
Cioe Thian tertegun, ia diam tak dapat menjawab pertanyaan itu.
Si nona tersenyum tawa. Ia menengok kepada Thio Sam Hongdan berkata, Thio Cin Jin lebih
dahulu, biarlah kau mengadu pukulan dengan A Sam.
A Sam maju setindak dan sambil merangkap kedua tangannya. Ia berkata, Thio Cin Jin,
silahkan! berbareng dengan tantangannya, kaki kirinya menjejak lantai. Brak! tiga batu hijau
persegi hancur. Orang tak heran kalau yang hancur hanya batu yang terjejak. Yang luar biasa
adalah turut hancurnya dua batu yang lain.
Sesudah kawannya maju, A Toa dan A Jie segera mundur sambil menundukkan kepala.
Sedari masuk ke dalam sam ceng tian, ketiga orang itu selalu mengikuti Tio Beng dengan
kepala menunduk, sehingga orang tidak memperhatikan mereka. Siapapun tak menduga
bahwa mereka adalha jago-jago yang tidak boleh dibuat gegabah. Tapi begitu mundur,
mereka memperlihatkan lagi sikap sebangsa budak belian.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 892
Melihat lihainya A Sam, In Thian Ceng merasa kuatir akan keselamatan Thio Sam Hong.
Thio Cin Jin sudah terluka berat, tapi meskipun tidak terluka, dengan usianya yang sudah
begitu tinggi, bagaimana ia bisa bertanding dengan orang itu? pikirnya. dilihat gerakgeriknya,
orang itu ahli dalam ilmu silat keras. Sudahlah! Biar aku saja yang melayaninya.
Memikir begitu, ia lantas saja berkata dengan suara nyaring. Seorang yang kedudukannya
begitu tinggi seperti Thio Cin Jin mana boleh melayani manusia rendah semacam kau!
Jangankan Thio Cin Jin, sedang akupun, seorang she In, rasanya masih terlalu tinggi untuk
berhadapan dengan seorang budak belian seperti kau. Ia tahu, bahwa ketiga orang itu bukan
sembarangan orang, supaya mereka panas dan diterimanya dengan baik tantangannya itu.
A Sam, kata Tio Beng. apa kau masih ingat namamu yang dahulu? cobalah beritahu mereka,
supaya mereka bisa menimbang-nimbang apa kau cukup berderajat atau tidak untuk
bertanding dengan seorang tokoh Boe Tong Pay. Dalam pembicaraan itu, ia menekankan
perkataan Boe Tong Pay.
Sedari Siauw Jin (aku yang rendah) menghadapi kepada Coe Jin, nama yang dahulu telah tak
digunakan lagi. Kata A Sam.
Kalau diperintah, siauw jin tidak berani tak berbicara, dahulu Siauw Jin she Oe Boen Cek.
Semua orang terkesiap.
Sesaat kemudian, In Thian Ceng membentak, Oe Boen Cek! Pada dua puluh tahun berselang,
bukankah kau yang sumpah membinasakan lima jago she Sie Tiangan! Pada malam itu,
pembunuh yang mengenakan topeng dan baju merah yang mengaku sebagai Piat Pie Sin Mo
Oe Boen Cek telah membunuh tiga belas tokoh rimba persilatan dalam sebuah perjamuan hari
ulang tahun. Bukankah kau yang melakukan pembunuhan itu? (Pat Pie Sin Mo Iblis bertangan
delapan)
Ingatanmu sangat kuat, aku sendiri telah lupa, jawabnya dengan suara dingin.
Mendengar perkataan itu, semua orang dari Beng Kauw dan Boe Tong Pay meluap darahnya.
Lima jago She Sie adalah orang-orang yang sangat disegani dan dihormati dalam rimba
persilatan. Ia berkepandaian tinggi, dan selalu bersedia untuk menolong sesama manusia yang
perlu ditolong. Tiba-tiba pada suatu malam, mereka semua dibinasakan oleh seorang
bertopeng dan mengenakan baju merah. Pembunuh itu mengaku sebagai Ang Ie Kok Oe Boen
Cek. Disamping lima jago She Sie, beberapa tokoh hsp dan gbp turut dibinasakan. Karena
orang tak bisa menyelidiki asal-usul manusia yang bernama Oe Boen Cek itu, maka orang
lantas saja menduga, bahwa perbuatan musuh itu dilakukan oleh Beng Kauw dan Peh Bie
Kauw.
Tuduhan itu sangat menjengkelkan hati In Thian Ceng, tapi ia tak dapat jalan untuk
melampiaskan rasa penasarannya. Tidak dinyana, sesudah berselang dua puluh tahun barulah
diketahui pembunuh yang benar.
Biarpun Oe Boen Cek hanya muncul satu kali di Tiong Goan, tapi perbuatannya itu adalah
sedemikian hebat, sehingga kalau mau diperhitungkan soal derajat yang berdasarkan
tingginya ilmu silat, maka dia memang cukup berderajat untuk bertanding dengan Thio Sam
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 893
Hong. Di samping itu, andaikata ia tidak menantang Thio Sam Hong, tapi sesudah ia
memperkenalkan dirinya menurut pantas seorang tetua. Thio Sam Hongharus turun tangan
untuk menegakkan rimba persilatan. Maka itu sesudah ia memperkenalkan diri Oe Boen Cek
telah mendesak Thio Sam Hongsedemikian rupa. Sehingga guru besar itu tak bisa
mengelakkan diri lagi dari satu pertempuran.
Bagus! seru In Thian Ceng. Kalau benar kau Pat Pie Sin Mo, biarlah aku orang she In yang
menyambut tantanganmu. Seraya berkata begitu, ia melompat masuk ke dalam gelanggang.
In Thian Ceng, kata Oe Boen Cek, kau siluman, aku iblis, kita berdua sama-sama bangsa
jejadian. Orang sendiri tak bertempur dengan orang sendiri. Kalau kau mau juga, kita boleh
memilih lain hari untuk berkelahi. Hari ini atas perintah Coe Jin aku hanya ingin menjajal
kosongnya ilmu silat Boe Tong Pay. Ia menengok kepada Thio Sam Hongdan berkata pula.
Thio Cin Jin, apabila kau tak sudi turun gelanggang, cukuplah bila kau membuat pengakuan
yang diminta Coe Jin. Kami tak akan menggunakan kekerasan.
Thio Sam Hongtersenyum. Di dalam hati ia menimbang-nimbang keadaan yang tengah
dihadapinya. Dengan menggunakan Thay Kek Koen, dengan ilmu yang kosong menjatuhkan
yang berisi, belum tentu ia kalah dari lawan itu. Apa yang sukar dihadapi ialah sesudah
merobohkan as, ia tentu harus mengadu lweekang melawan A Jie. Dan sesudah terluka berat,
ia tidak boleh mengerahkan tenaga dalam. Inilah yang paling sulit, ia tak bisa mencari jalan
keluar. Tapi api sudah membakar alis, ia tak bisa mundur lagi.
Perlahan-lahan ia maju ke tengah ruangan dan berkata kepada In Thian Ceng. Untuk maksud
In Heng yang sangat mulia, pinto merasa sangat berterima kasih. Selama berapa tahun
terakhir pinto telah menggubah mengganti dengan semacam ilmu silat yang diberi nama Thay
Kek Koen. Ilmu ini agak berbeda dari ilmu silat yang sudah dikenal dalam dunia. Oe Boen
Sie Coe mengatakan bahwa ia bertujuan untuk menjajal ilmu silat Boe Tong Pay. Manakala In
Heng yang merobohkannya ia tentu merasa tidak puas. Biarlah pinto saja yang melayani
berberapa jurus dengan menggunakan Thay Kek Koen. Biarlah kita lihat apakah pinto yang
sudah begitu tua masih berharga untuk menunjukkan kebodohan pintoo.
Mendengar perkataan itu, In Thian Ceng girang bercampur khawatir. Ia girang karena dari
omongannya, Thio Sam Hongternyata penuh percaya penuh akan kelihaian Thay Kek Koen.
Tanpa pegangan kuat, guru besar itu tentu takkan bicara sembarangan. Ia khawatir karena
ingat usia Thio Sam Hongdan luka yang dideritanya. Tapi ia tak berani membantah lagi dan
sambil merangkap kedua tangannya ia berkata, Boanpwee memberi selamat kepada Thio Cin
Jin untuk ilmu silat yang luar biasa itu.
Melihat Thio Sam Hongsudah turun ke gelanggang, Oe Boen Cek jadi agak keder, tapi di lain
saat ia bias menetapkan hati, Biarlah aku berkelahi mati-matian, sehingga kedua belah pihak
sama-sama rusak. Pikirnya. Ia segera menarik napas dalam-dalam dan mengumpulkan
semangat, sedang kedua matanya mengincar Thio Sam Hongtanpa berkedip. Sesaat kemudian
tulang-tulangnya berkerotokan.
Mendengar itu, orang-orang Boe Tong dan Beng Kauw saling memandang dengan rasa
cemas. Itulah suatu tanda, bahwa Oe Boen Cek sudah mencapai puncak tertinggi dari ilmu
silat Gwa Boen (ilmu silat luar) Menurut cerita di dalam dunia hanyalah ketiga pendeta suci
Siauw Lim Sie yang sudah mencapai tingkatan itu. Siapapun tak menduga, bahwa Pat Pie Sin
Mo memiliki ilmu tersebut yang dikenal sebagai ilmu malaikat Kim Kong Hok Mo.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 894
Thio Sam Hongpun turut merasa kaget.
Orang itu mempunyai asal usul yang tidak kecil! pikirnya. Thay Kek Koen belum tentu bisa
melawannya. Perlahan-lahan ia mengankat kedua tangannya. Tapi baru saja ia ingin
mengundang lawan untuk memulai, tiba-tiba dari belakang Jie Thay Giam melompat keluar
seorang too tong.
Thay Soehoe, katanya. kalau siecoe itu mau menjual ilmu silat Boe Tong, perlu apa thay
soehoe turun tangan sendiri? Biarlah teecoe sendiri yang melayani sejurus dua jurus.
Too tong itu, yang mukanya berlepotan tanah, bukan lain daripada Boe Kie. In Thian Ceng,
Yo Siauw dan lain-lain jago Beng Kauw lantas saja mengenali dan mereka kegirangan. Tapi
Thio Sam Hongdan Jie Thay Giam tentu tak dapat mengenalinya. Mereka menduga, bahwa
too tong itu Ceng Hong adanya.
Ini bukan permainan anak-anak, kata Thio Sam Hong. Oe Boen Cek mempunyai kim kong
Hok Mo. Mungkin sekalai mereka seorang pentolan dari Siauw Lim cabang See Hek.
Dengan sekali pukul, ia bisa menghancurkan tulang-tulangmu.
Dengan tangan kiri, Boe Kie mencekal ujung baju orang tua itu, sedang tangan kanan
memegang tangan kiri guru besar itu. Thay Soehoe, katanya, Thay kek Koen yang telah
diturunkan kepada Tee Coe belum pernah digunakan. Kebetulan sekali Oe Boen Sie Coe
seorang ahli Gwa Kee. Permisikanlah Tee coe untuk menjajal ilmu melawan kekerasan
dengan kelemahan, yang kosong memukul yang berisi. Kalau Tee Coe berhasil, bukankah ada
baiknya juga? Seraya berkata begitu, ia mengerahkan Kioe Yang Sin Kang, yang dahsyat,
yang lembut dan mengirimnya ke tubuh thay Soe Hoe, melalui telapak tangannya.
Pada detik itu, sekonyong-konyong Thio Sam Hongmerasai semacam tenaga yang hebat luar
biasa menerobos masuk dari telapak tangannya. Biarpun belum bisa menandingi tenaganya
sendiri, tenaga itu yang murni dan yang halus menerobos bagaikan ombak gelombang demi
gelombang. Dalam kagetnya, ia mengawasi muka Boe Kie. Kedua mata too tong itu tidak
memperlihatkan sinar berkeredepan yang bisa dipunyai oleh seorang ahli silat kelas satu. Tapi
sayup-sayup, dalam kedua mata itu terlihat selapis sinar kristal yang sangat lembut. Itulah
suatu tandan dari lwee kang yang sudah mencapai puncak tertinggi. Thio Sam Hongmakin
kaget, selama hidupnya dalam jangka waktu seabad lebih, ia hanya pernah menemui satu, dua
orang yang mempunyai sinar mata begitu, misalnya mendiang gurunya sendiri Kak Wan Tay
Soe dan Tay Hiap Kwee Ceng. Diantara ahli-ahli silat pada zaman itu, sebegitu jauh yang
diketahui ia sendiri yang sudah mencapai tingkat tersebut.
Selama satu dua detik, macam-macam pikiran berkelabat-kelebat dalam otak Thio Sam Hong.
Sementara itu, Boe Kie terus mengirim lwee kangnya. Dilain saat guru besar itu sudah
mengambil keputusan. Ia yakin bahwa ditinjau dari lweekang itu yang bertujuan untuk
mengobati lukanya si too tong pasti tidak bermaksud jahat. Maka itu, sambil tersenyum ia
berkata.
aku sudah tua dan tak punya guna. Pelajaran apa yang kudapat berikan padamu? Tapi jika kau
mau juga menjual ilmu gwa kee Oe Boen Sie Coe, kau boleh melakukan itu. Thio Sam
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 895
Hongmenduga, bahwa too tong itu seorang ahli dari partai lain yang sengaja datang untuk
membantu Boe Tong Pay. Maka itu, ia telah menggunakan kata-kata rendah.
Budi Thay Soehoe terhadap anak berat bagaikan gunung, kata Boe Kie. Biarpun badan hancur
luluh, tak dapat anak membalas budi Thay Soehoe dan para paman, biarpun ilmu silat Boe
Tong Pay kita tidak bisa dikatakan tiada tandingannya di dalam dunia, tapi kita pasti tak akan
kalah dari ilmu silat Siauw Lim cabang See Hek. Legakanlah hati Thay Soehoe.
Itulah jawaban yang tidak bisa disalahartikan! Jawaban murid terhadap seorang guru, dalam
suara yang agak gemetar itu terdengar nada dari cinta yang tidak barbatas, rasa berterima
kasih yang tiada taranya dan rasa terharu yang memuncak. Bukan main herannya Thio Sam
Hong. Apa benar dia murid Boe Tong? Tanyanya di dalam hati. Mungkin sekali sejarah
mendiang gurunya, Kak Wan Tay Soe, terulang pula dan dia belajar secara diam-diam.
Sambil memikir begitu, ia melepaskan tangan Boe Kie dan lalu kembali pada kursinya. Ia
melirik Jie Thay Giam, tapi dilihat dari paras mukanya, murid itupun sedang terheran-heran.
Bagi Oe Boen Cek, dipermisikan seorang too tong untuk melayani merupakan hinaan yang
sangat besar. Tapi sebagai manusia yang beracun ia tak memperlihatkan kegusarannya.
Dengan sekali pukul, ia akan membinasakan too tong itu dan sudah itu ia akan menantang
Thio Sam Honglagi. Anak kecil, kau mulailah, katanya.
Ilmu silat Thay Kek Koen adalah hasil jerih payah Thio Cin Jin, Thay Soehoeku, selama
banyak tahu, kata Boe Kie, boanpwee baru saja belajar silat dan sekarang belum bisa
melayani intisari daripada ilmu silat itu. Mungkin sekali boanpwee belum dapat merobohkan
kau didalam tiga puluh jurus. Apabila benar sedemikian, maka hal itu adalah kesalahanku dan
bukan lantaran jeleknya Thay Kek Koen. Sebelum kita bertempur, boanpwee menganggap hal
ini perlu dikemukakan terlebih dahulu.
gusarnya Oe Boen Cek berbalik tertawa terbahak-bahak, toa ko, jie ko, lihatlah! serunya.
Dalam dunia mana ada bocah segila dia!
A Jie turut tertawa, tapi A Toa tajam matanya. Ia dapat melihat bahwa Boe Kie bukan
sembarang orang. sam tee, kau tidak boleh memandang enteng, katanya.
Oe Boen Cek maju setindak dan segera meninju dada Boe Kie dengan tangan kanan. Tinju itu
menyambar bagaikan kilat. Diluar dugaan, sebelum tinju pertama mampir pada sasarannya
tinju kedua, yang dikirim dengan tangan kiri menyusul. Tinju itu yang dikirim belakangan
tiba lebih dahulu dan menyambar muka Boe Kie. Itulah pukulan yang sangat luar biasa.
Sesudah mendengar keterangan dan melihat contoh-contoh Thio Sam Hongmengenali ilmu
silat Thay Kek Koen, selama kurang lebih satu jam diam-diam Boe Kie mempelajari isi
daripada ilmu silat itu. Melihat menyambarnya dua tinju yang saling susul, ia segera
menyambut dengan Long Ciak Bwee kaki kanannya berisi kaki kiri kosong, tapak tangan
menyentuh pergelangan tangan kiri musuh dan segera melepaskan tenaganya dengan
menggunakan teori menempel. Tanpa tercegah jadi tubuh Oe Boen Cek terhuyung dua tindak.
Semua orang terkejut.
Demikianlah, untuk pertama kali, Thay Kek Koen dijajal untuk melawan musuh. Biarpun
baru saja menerima pelajaran itu dengan memiliki Kioe Yang Sin Kang dan Kian Koen Tay
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 896
Li Ie Sin Kang, Boe Kie sudah dapat menggunakan ilmu yang lihai itu. Tinju Oe Boen Cek
yang bertenaga ribuan kati seolah-olah amblas di dalam lautan, amblas tanpa berbekas bukan
saja begitu, bahkan tubuhnya kena didorong tenaganya sendiri.
Sesudah hilang kagetnya, Oe Boen Cek segera menyerang seperti orang kalap. Tinjunya
menyambar-nyambar bagaikan hujan gerimis, berkelebat-kelebat seperti keredengan kilat.
Sehingga ia seolah-olah mempunyai beberapa puluh tangan yang menyerang Boe Kie dengan
dahsyatnya. Kecuali Beng Goat, semua orang yang berada dalam ruangan sam Ceng Tian
rata-rata ahli silat kelas satu. Mereka kagum melihat serangan itu. Nama besar Pat Pie Sin Mo
ternyata bukan nama kosong belaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar