Selasa, 17 November 2009

"Ngo teehoe, coba kemari," katanya perlahan. "Mari aku lihat kau....."
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 356
Tubuh So So bengemeteran, ia tidak berani menghampiri, sebaliknya tangannya menyambar
tangan suaminya.
Kamar menjadi sunyi pula.
Selang sesaat, terdengar Thay Giam menghela napas.
"Kau tidak sudi datang tidak apa," katanya pula. "Dulu, hari itupun aku tidak melihat
wajahmu. Teehoe, aku minta sukalah kau menyebutkan kata kataku ini: Pertama, aku minta
Congpiauw tauw sendiri yang mengantarkannya. Kedua, dari Lim an sampai di Sang yang, di
propinsi Ouwpak, kau harus berjalan siang hari dan malam, supaya piauw bisa mencapai
tempat tujuannya dalam tempo sepuluh hari. Syarat ketiga, kalau terjadi sedikit kesalahan
saja, huh! huh! jangankan jiwa Cong piauw tauw sendiri, sedangkan ayam dan anjing dari
Liong boen Piauwkiok pun tak akan terluput dari kebinasaan !"
Thay Giam bicara dengan perlahan, tetapi mendengar itu orang pada mengeluarkan peluh di
punggungnya.
So So maju satu tindak.
"Shapeh, kau benar-benar hebat!" katanya. "Kau dapat mengenali suaraku.. Memang itu hari,
didalam kantor Liong boen Piauwtiok, orang yang memesan Touw Thay Kim mengantarkan
kau ke Boe tong san yalah adikmu adanya."
"Terima kasih untuk kebaikan hatimu Teehoe."
"Kemudian pihak Liong boen Piauw kiok itu telah membuat kegagalan ditengah jalan," So So
berkata pula. "Kegagalan itu menyebabkan kau menjadi bersengsara begini rupa. Karena itu
adikmu ini telah membunuh habis semua keluarga Liong boen Piuaw kiok itu."
"Demikian rupa kau berlaku untukku, kenapa kah?" tanya Thay Giam dingin.
Wajah So So menjadi guram. Ia menghela napas panjang.
"Shapeh, perkara telah berjalan sampai sebegini jauh. Tidak dapatlah aku menyembunyikan
apa-apa lagi," katanya kemudian. "Hanya terlebih dulu hendak aku menjelaskan. semuamuanya
Coei San tidak tahu menahu. Aku kuatir ... aku takut..... Setelah dia mengetahui itu,
selanjutnya dia bakal tidak memperdulikan lagi padaku."
"Jikalau begitu, tak usahlah kau menyebutnya lagi." kata Thay Giam. "Aku telah bercacad
begini rupa, urusan yang sudah-sudah tidak usah ditimbulkan pula. Kejadian itu tidak perlu
mengganggu kamu sebagai suami isteri. Nah, kamu pergilah! Boe tong Liok hiap melawan
pendeta-pendeta dari Siauw lim pay kemenangannya sudah dapat dipastikan. Jadi tak usahlah
aku mendapat nama kosong"
Karena lukanya itu, sebab keangkuhannya, Thay Giam tidak pernah mengeluh atau
mengutarakan penasarannya. Bahkan bicarapun ia tak dapat, tapi setelah dirawat sungguh
sungguh oleh gurunya selama sepuluh tahun, perlahan-lahan ia bisa juga bicara. Hanya
mengenai urusannya itu atas pengalamannya, ia tetap menutup mulut.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 357
Maka itu ini hari, yalah disaat ini, kira-kiranya itu membikin semua saudaranya menjadi kaget
dan heran, akan akhirnya semuanya berduka, bahkan ln Lie Heng lantas menangis.
"Shapeh, sebenarnya kau telah mendapat atau menduga dari siang-siang," berkata So So pula,
"melulu karena kau berat kepada Coei San sebagai Soeteemu, kau menahan sabar. Kau tidak
sudi bicara. Memang itu hari disungai Cian tong, yang sembunyi didalam perahu, yang
melukakan kau dengan jarum, yalah adikmu ini ...."
Coei San terkejut.
"So So!" serunya. "Benarkah itu? Kau ...... mengapa kau tidak memberitahukan itu padaku?"
"Biang keladi segala kejadian dan orang yang mencelakai Soehengmu ini yalah So So
isterimu ini. Cara bagaimana aku berani menerangkannya?" sahut sang isteri. "Shako, orang
yang melukai kau dengan paku Cit seng teng, yang memperdayakan golok To liong to dari
tanganmu, dialah kakakku sendiri, In Ya Ong... Kami dari Peh bie kauw tidak bermusuhan
dengan kamu dari Boe tong pay. Setelah kami mendapatkan golok mustika itu, sedang
kamipun menghargai kau sebagai seorang gagah sejati. Maka kami telah menugaskan Liong
boen Piauw kiok mengantarkan kau pulang ke Boe tong san. Perihal peristiwa ditengah jalan,
sungguh aku tidak duga sama sekali."
Tubuh Coei San menggigil keras, matanya seperti menghamburkan marong. Ia lantas
menuding isterinya:
"Kau.... kau mendustai aku hebat sekali!" katanya nyaring.
Mendadak Jie Thay Giam berseru keras, lantas tubuhnya mencelat dari atas pembaringannya
dan roboh. Tubuh itu jatuh dipapan pembaringan hingga papan itu tak kuat menahannya dan
ambruk. Thay Giam sendiri terus pingsan.
Menampak semua itu, So So menghunus pedang dipinggangnya. Ia membalik itu gagangnya
pedang. Ia angsurkan pada suaminya.
"Ngo ko," katanya. "Sudah sepuluh tahun kita menjadi suami isteri, aku bersyukur sekali
untuk kecintaanmu. Maka kalau sekarang aku mati, aku puas. Aku tidak menyesal. Dari itu
kau tikamlah aku supaya dengan begitu kau dapat melindungi dan mempertahankan
kehormatannya Boe tong Cit hiap..... "
Coei San menyambuti pedang isterinya hendak ia meneruskan menikam dada isterinya.
Mendadak ia ingat akan cinta kasih mereka selama sepuluh tahun. Hatinya menjadi lemah.
Segala apa lantas berbayang didepan matanya itu. Untuk sejenak ia menjublak, diakhirnya ia
berteriak, lalu ia lari keluar dari kamar, menuju kedepan !
So So dan Wan Kiauw semua tidak tahu apa yang bakal dilakukan. Mereka lari menyusul.
Mereka dapat melihat Coei San pergi keruangan besar untuk lantas berlutut didepan gurunya
untuk mengangguk angguk beberapa kali seraya berkata "Soehoe, kesalahanku telah menjadi
begini hingga tidak dapat ditarik pulang lagi. Maka itu muridmu hanya memohon satu hal....."
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 358
Thio Sam Hong tidak tahu apa yang telah terjadi. Karena ia sabar ia berkata dengan tenang:
"Apakah itu? Kau sebutkanlah! Pasti gurumu tidak akan menampik."
Coei San mengangguk pula tiga kali.
"Terima kasih, Soehoo," katanya. "Muridmu ada mempunyai seorang anak laki laki, ialah
anak satu satunya. Dia sekarang masih berada didalam tangannya orang jahat. Maka itu
muridmu mohon sukalah Soehoe menolongnya dari tangan iblis itu, kemudian tolong Soehoe
merawatnya hingga dia menjadi besar."
Habis berkata begitu, Coei San memutar tubuh kearah Kong boen Taysoe dan lain tetamu
terhitung Ceng hian Soe thay dari Go bie pay. Dengan nyaring ia berkata: "Segala kesalahan,
aku Thio Coei San yang melakukannya. Sebagai seorang laki laki, aku sendiri juga yang
menanggungnya. Maka itu sekarang hendak aku membuat tuan tuan puas!"
Kata kata itu diakhiri dengan tebasan pedang nya kepada lehernya, hingga darahnya lantas
muncrat dan tubuhnya roboh binasa.
Thio Sam Hong kaget bukun main. Ia melompat untuk menolong. Bersama ia melompat juga
Jie Lian Cioe, Thio Siong kie dan In Lie Heng. Semua mereka pada berseru.
Berbareng dengan mereka berempat, ada lima orang lain yang turut melompat maju, akan
tetapi mereka telah dibikin terpental dengan sampokan guru dan tiga muridnya. Justeru karena
ini, mereka ini terlambat, Coei San keburu membunuh diri dan tubuhnya roboh.
Song Wan Kiauw, Boh Seng Kok dan In So So muncul paling belakang.
Justeru itu, dari luar jendela terdengar teriakan: "Ayah! Ayah!" Suara yang kedua kali itu
tertahan seperti keluar dari mulut yang lantas tersumbat.
Hanya sekelebatan saja, Thio Sam Hong sudah mencelat keluar jendela, hingga ia dapat
melihat seorang laki laki dengan dandanan seragam tentara Mongolia memeluki seorang
bocah umur delapan atau sembilan tahun, bocah mana dibekap mulutnya tetapi ia coba
meronta.
Hatinya Sam Hong tengah sakit dan pedih, maka itu tanpa berpikir lagi, ia membentak orang
Mongolia itu: "Kau masuk kedalam !"
Orang itu tidak menurut perintah, bahkan dia menggerakkan sebelah kakinya untuk menjejak
tanah, guna melompat naik keatas genteng. Selagi menjejak, ia mendak sedikit, si bocah tetap
dipeluk. Tapi ia tidak dapat berlompat. Tubuhnya di rasakan berat. Thio Sam Hong yang telah
melompat kepadanya, telah menekan pundaknya !
Kaget orang itu, rupanya dia mengerti gelagat, tanpa membuka suara, dia bertindak kedalam,
hingga batallah dia hendak melarikan diri.
Bocah itu memang Boe Kie, puteranya Coei San dan So So. Ia telah ditotok urat gagunya.
Akan tetapi ia pernah mengikuti Cia Soen belajar silat. Ia telah memperoleh kemajuan luar
biasa, maka juga tidak lama habis ditotok, ia dapat dengan sendirinya membebaskan diri. Ia
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 359
melihat ayahnya membunuh diri. Ia kaget luar biasa dan berteriak memanggil manggil
ayahnya itu, atas mana ia segera dibekap pula, sampai kakek gurunya datang menolongnya.
In So So karam hatinya melihat suaminya membunuh diri. Meski begitu, mendapatkan
anaknya, kegirangannya muncul juga, maka segera ia menghampirkan, tetapi perkataannya
yang pertama ialah pertanyaan ini: "Anak, kau toh tidak menyebutkan tentang dimana adanya
ayah angkatmu"
"Biarnya dia bunuh mati padaku, tidak nanti aku beritahu!" sahut si anak.
"Oh, anak yang baik", seru sang ibu, "Mari aku memelukmu!"
"Serahkan anak itu!" Sam Hong memerintah orang Mongolia.
Orang itu menurut, tanpa bersuara, ia menyerahkan si bocah kepada ibunya.
Boe Kie nelusup dalam rangkulan ibunya. "Ibu," katanya, "Siapa yang memaksa ayah
membunuh diri?"
"Disini ada begini banyak orang," menyahut sang ibu. "Merekalah yang naik kegunung ini
dan memaksakan kematian ayahmu!"
Matanya Boe Kie lantas menyapu, dari kiri dan kekanan. Dia masih kecil akan tetapi sinar
matanya tajam sekali. Sinar mata itu mengsandung kebencian dan kemarahan hebat, hingga
siapa yang sinar matanya bentrok, hatinya terkesiap.
"Boe Kie, berjanjilah kepada ibumu!" kata So So
"Titahkan, ibu!" sang anak menjawab.
"Kau jangan terburu napsu menuntut balas" katanya. "Kau harus sabar. Perlahan-lahan saja
kau menantikan, asal seorang jua jangan diberi lolos...."
Mendengar itu, orang pada merasakan tubuhnya bergidik, punggungnya dingin sendirinya.
"Baik, ibu!" Boe Kie menjawab. "Aku akan menantikan dengan perlahan-lahan, seorang jua
aku tidak akan kasih lolos!"
Tubuh si nyonya tiba-tiba menggigil.
"Anak," katanya, "karena ayahmu sudah mati, baiklah kita menyebutkan tempat kediamannya
ayahmu itu, supaya mereka ini mendapat tahu..."
"Jangan, ibu, jangan!" Boe Kie mencegah. Tapi So So tidak memperdulikannya.
"Kong boen Taysoe, mari!" katanya. "Aku hanya akan memberitahukan pada kau seorang.
Mari kupingmu, akan aku bisiki...."
Semua orang heran. Inilah diluar dugaan mereka.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 360
"Siancay ! Siancay!" Kong boen memuji. "Nyonya yang budiman, coba kau bicara tadian
sedikit, pastilah Thio Ngo hiap tidak usah binasa...."
Ia lantas menghampiri So So untuk membungkuk memasang kupingnya.
Nyonya Coei San menggerakkan kedua bibirnya, tetapi suaranya tidak terdengar.
"Apa?" Kong boen tanya.
"Kim mo Say ong Cia Soen, dia bersembunyi di...." kata So So. Kata "bersembunyi di" itu
diucapkan sangat perlahan dan samar samar hingga sukar terdengar tegas.
"Apa!" pendeta dari Siauw lim sie itu menegas.
"Ya, dia bersembunyi disana, pergilah kau mencari sendiri." So So berkafa pula.
"Aku tidak mendengar nyata !" kata Kong boen yang menjadi gelisah sendirinya.
"Aku hanya bisa memberitahukan secara demikian maka pergilah kau kesana. Kau akan
mendapatkannya sendiri...." katanya pula.
Habis itu, ibu ini merangkul anaknya untuk berbisik: "Anak, setelah dewasa nanti, jagalah
dirimu agar tidak diperdayakan wanita! Makin seorang cantik dan manis dilihat, makin dia
pandai memperdayakan orang ...."
Kupingnya ibu itu ditaruh ditelinga puteranya. Ia menambahkan: "Aku tidak membilangi si
pendata. aku cuma mendustakan dia!"
Lalu ia tertawa sendirinya, tertawa sedih.
"Nyonya yang baik!" Kong-boen berseru.
Sekonyong-konyong rangkulannya So So terlepas dengan sendirinya. Tubuhnya terhuyung,
terus roboh celentang. Maka terlihatlah didadanya tertancapnya sebilah pisau belati. Karena
selagi merangkul Boe Kie, puteranya, pisau belatinya sudah dipasang, dari itu tidak ada
seorang juga yang melihat ia membunuh diri.
Boe Kie menubruk tubuh ibunya. "Ibu! Ibu!" ia memanggil-manggilnya. Tapi sang ibu telah
lantas putus jiwanya.
Kedukaan Boa Kie melampaui batas, sampai ia tidak dapat menangis. Ia mencabut pisau
belati dari dada ibunya, ia mencekal pisau yang berlumuran darah itu. Sambil memegangnya,
ia memandang Kong boen Taysoe. Ia tanya dengan dingin: "Kaukah yang membunuh ibuku?
Benar atau tidak?"
Kong-boen terperanjat. Kematiannya sinyonya sampai membuatnya menjublak. Biar
bagaimana juga, ia adalah seorang Ciang boen jin, maka hatinya terharu juga menyaksikan
sekaligus dua peristiwa berdarah yang terjadi secara beruntun dan menyayatkan hati itu.
Tanpa merasa, ia mundur setindak.
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 361
"Bukan....... bukan aku....... " katanya menyangkal. "Dia membunuh diri..."
Air matanya Boe Kie mengembang, tetapi ia mencoba menahan mengucurnya itu. Ia kata
dalam hatinya: "Aku tidak boleh menangis! Aku tidak boleh menangis! Aku tidak boleh
mengasi lihat mereka ini aku menangis!"
Dengan tangan mencekal keras pisau belati berdarah itu, bocah ini lantas bertindak, dari kiri
ruangan terus kesebelah kanan. Dia berjalan dengan tindakan perlahan, matanya mengawasi
tajam pada semua hadirin itu yang berjumlah tiga-ratus orang lebih untuk mengenali mereka
satu demi satu, sedang dibatok kepalanya teringat pesan ibu nya barusan: " ... perlahan-lahan
saja kau menantikan, asal saja seorang juga jangan diberi lolos!"
Memang yang mendaki gunung Boe tong san itu, kalau bukannya ketua partai atau
perkumpulan, tentu ahli silat dan bahwa mereka berani mengunjungi kuilnya Thio Sam Hong,
menyatakan keberanian mereka. Akan tetapi sekarang, ditatap Boe Kie demikian rupa, hati
mereka terkesiap dan mencelos. Jantung mereka berdenyutan memukul keras ..."
Akhir-akhirnya Kong boen Taysoe berbatuk batuk perlahan.
"Thio Cinjin," katanya, "peristiwa ini.... ah....sungguh diluar dugaan.... Thio Ngo hiap suami
isteri telah menutup mata sendirinya. Maka itu semua urusan yang telah lampau, baiklah
dibikin habis saja. Sekarang kami meminta diri"
Pendeta itu lantas memberi hormat.
Thio Sam Hong membalas hormat itu. "Maaf, tidak dapat aku mengantar sampai jauh"
katanya tawar.
Semua pendeta Siauw lim sie itu lantas bergerak untuk berlalu.
Mendadak In Lie Heng berseru bengis: "...kamu telah memaksa kematiannya saudaraku ....."
Tapi ia segera berhenti sendirinya, karena ia lantas ingat Ngoko telah membunuh diri sebab ia
malu kepada Shako. Mereka ini tidak ada sangkut pautnya. Maka ia tidak melanjuti menegur,
sebaiknya ia menubruk tubuhnya Coei San dan menangis menggerung-gerung.
Semua orang menjadi merasa tidak enak hati. Lantas mereka menghampiri Thio Sam Hong
untuk pamitan, sedang didalam hati mereka, mereka berpikir: "Perkara ini hebat sekali, Boe
tong pay tentulah tidak mau sudahan dengan gampang gampang...."
Hanya Song Wan Kiauw yang mengantar semua tetamunya sampai diluar pintu. Selama itu
mata nya sudah merah, ketika kemudian ia memutar tubuh, air matanya lantas nerobos keluar,
sedang kupingnya mendengar tangisan riuh dan memedihkan dari ruangan dalam.
Rombongan Go bie pay yang paling belakang meminta diri. Kie Siauw Hoe melihat In Lie
Heng menangis demikian sedih, matanya menjadi merah sendirinya, lupa malu atau likat, ia
menghampiri pemuda itu.
"Liok ko, aku mau pengi," katanya perlahan sekali, "Kau..... kau rawatiah dirimu baik baik."
To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 362
Dengan air mata masih mengembang, In Lie Heng mengangkat kepalanya akan memandang
si nona. Karena air matanya itu matanya seperti kabur. Ia masih sesenggukan ketika ia
berkata. "Kamu..... kamu kaum Go bie pay apakah kamupun datang untuk menyeterukan
Ngoko ?"
"Bukan," menyahut Siauw Hoe cepat. "Hanya guruku mau meminta saudara Thio suka
mengunjuk alamatnya Cia Soen."
Boe Kie mendengar pembicaraan itu, mendadak ia menyeletuk: "Ibuku sudah
memberitahukan itu kepada si pendeta, pergi kau tanya dia saja! Jikalau pendeta itu tidak sudi
memberi tahu, pergi kamu rewel dengan mereka !"
Dalam kedukaannya, anak ini sudah mengerti maksud ibunya
"Kau anak yang baik," berkata Kie Siauw Hoe. "Paman In mu tentulah akan bisa merawati
kau terus ...."
Dengan kata katanya ini si nona mau maksudkan ia dan In Lie Heng pasti nanti memandang
dia sebagai anak sendiri.
Kemudian ia meloloskan rantai emasnya dari lehernya. Ia memasuki itu kekepalanya Boo Kie
seraya berkata dengan halus : "Ini untukmu ..."
Mendadak Boe Kie melompat sambil membentak: "Aku tidak menghendaki barang musuh!"
Nona Kie berdiri menjublak likat, tangannya tetap memegangi kalungnya itu.
"Kamu lekas pergi !" kata Boe Kie berteriak. "Aku hendak menangis! Seperginya semua
musuh, baru aku menangis!"
"Anak, kami bukan musuhmu," kata Kie Siauw Hoe perlahan.
Boe Kie menggertak gigi. Mendadak ia berkata sengit: "Semakin wanita cantik, semakin dia
pandai menipu orang!"
Mukanya Kie Siatiw Hoe menjadi merah semua, hampir ia menangis. Wajahnja Ceng hian
Soethay menjadi guram.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar